[caption id="attachment_354964" align="aligncenter" width="259" caption="Dari indoalpha.com"][/caption]
Banyak yang heran melihat Jokowi yang baru 1 bulan dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia, tetapi sudah berani mengurangi subsidi BBM. Bukankah mencabut subsidi merupakan kebijakan yang tidak populer. Dan, pastinya kebijakan Jokowi ini sangat merugikan popularitasnya. Pertanyaannya, apakah Jokowi sangat peduli dengan popularitasnya atau pencitraannya?
Jika ditelusuri, ternyata Jokowi yang saat itu masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta telah berani menyambut positif rencana pemerintah yang akan mencabut BBM bersubsidi di wilayah Jakarta. Alasannya menerima rencana itu adalah untuk mendorong pengguna kendaraan pribadi untuk beralih ke transportasi umum sehingga kemacetan pun akan berkurang. Dengan demikian akan berdampak terhadap kemacetan Jakarta.
"Ini akan mendorong masyarakat atau warga untuk masuk ke transportasi massal, transportasi umum. Arahnya ke sana," kata Jokowi ketika itu, 18 Desember 2013. "Kalau untuk DKI jika itu dihilangkan akan mendorong warga masuk ke transportasi massal itu saja," tandasnya.
Jika diperhatikan Jokowi menyampaikan dukungan tersebut pada Desember 2013. Ketika itu tingkat elektabilitas Jokowi sebagai sebagai capres (meski belum dicapreskan) telah melampaui tingkat elektabilitas capres-capres lainnya, termasuk Prabowo Subianto. Kalau saja ketika itu Jokowi lebih memikirkan elektabilitasnya, bisa jadi sikap Jokowi bukanlah mendukung rencana pencabutan subsidi BBM di Jakarta. Bahkan, Jokowi bisa dengan keras menolak gagasan tersebut demi popularitasnya.
Faktanya, dukungan Jokowi pada pencabutan subsidi tidak memengaruhi elektabilitasnya. Menariknya, saat suhu politik memanas jelang kampanye Plpres 2013, Jokowi malah mengatakan, “"Saya kira empat tahun lah, subsidi BBM tadi empat tahun tapi berjenjang. Kurang kurang lalu hilang," katanya di sela-sela Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional, di Hotel Bidakara, Jakarta. Pernyataan yang dilontarkannya pada 30 April 2014 dengan sikap PDIP yang selama pemerintahan SBY secara konsisten menolak pencabutan subsidi.
Dan tentu saja rencana Jokowi yang akan mencabut subsidi BBM jika ia menjadi presiden tersebut dijadikan amunisi tambahan bagi lawan yang sebelumnya menyerang Jokowi dengan tuduhan nonmuslim, komunis, antek Yahudi, antek zionis, antek asing aseng asong, anggota freemason, dan lainnya. Tapi, sekali lagi pertanyaannya, apakah elektabilitas Jokowi menurun? Faktanya, Jokowi memenangi Pilpres 2014.
Jadi, sekalipun pencabutan subsidi BBM bukan kebijakan populer, namun tidak mengurangi popularitas pembuat kebijakannya. Maka tidak mengherankan bila pada 23 Juli 2014 lalu Ahok sebagai penerus Jokowi menegaskan kembali mendukung penghapusan BBM Subsidi untuk DKI Jakarta.
Sumber:
http://www.jakarta.go.id/v2/news/2013/12/jokowi-setuju-bbm-subsidi-dihapus#.VGryKz8WbHs
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H