Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ajari Anak Kita Pintar Berbohong Agar Ia Jujur

1 Oktober 2014   18:07 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:47 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Percaya atau tidak kalau pekerjaan tersulit adalah berbohong! Sebab kebohongan harus didukung oleh satu atau beberapa syarat yang haram hukumnya bila ditiadakan. Dan, jika syarat tersebut tidak terpenuhi maka kebohongan akan mudah terungkap.

Bohong itu butuh data. Saya yang belum pernah ke Medan tidak mungkin mengaku pernah ke sana tanpa memiliki gambaran tentang kota Medan. Paling tidak saya harus mengetahui suasana jalan-jalan protokol di Medan. Saya pun harus memiliki gambaran tempat-tempat yang banyak dikunjungi orang ketika berada di Medan. Jika saya tidak memiliki data tentang kota Medan, maka kebohongan saya akan terungkap bila berbicara dengan orang asli Medan atau orang yang pernah ke sana.

Bohong itu harus sulit dikonfirmasi kebenarannya. Saya tidak mungkin berbohong kalau saya ini admin Kompasiana. Sebab dengan sekali kirim email, inbox, atau apapun kepada Kang Pepih, maka kebohongan saya sudah terbongkar. Demikian pula saya tidak mungkin mengaku-ngaku sebagai suami Dewi Persik.

Bohong itu harus tanpa saksi mata. Kalau saya terlambat datang ke sekolah, saya tidak mungkin berbohong dengan alasan jalan macet akibat terjadinya kecelakaan. Sebab masih ada murid lainnya yang melewati jalan yang saya lalui itu. Dengan bertanya kepada murid yang sejalur dengan saya, maka kebohongan saya dengan segera terungkap. Meniadakan saksi mata untuk mendukung kebohongan ini sangat penting. Bahkan untuk menutupi sebuah kebohongan, bila perlu saksi mata harus dibunuh.

Bohong pun tidak mungkin dilakukan secara kolosal. Sebab makin banyak pelaku dalam sandiwara kebohongan, makin suiit menjaga konsistensinya. Misalnya, kekecewaan SBY atas aksi walk out kader-kader Demokrat yang langsung mendapat cibiran sebab, dalam waktu yang hampir bersamaan Ruhut Sitompul justru mengataan aksi walk out itu sudah dikomunikasikan dengan SBY sebelumnya. Terlebih setelah Sekjen PPP Romi mengatakan kalau aksi walk out itu sudah diskenariokan oleh Demokrat dan KMP. Sandiwara Demokrat makin konyol lagi setalah Nurhayati Assegaf mencoba membela SBY dengan menceritakan kalau intruksi yang dikeluarkan SBY sebenarnya bukan walk out, tetapi all out.

Karenanya orang yang berbohong itu harus memikirkan juga skenarionya. Skenario itu pastinya memiliki alur yang harus ditata seapik mungkin. Satu saja dari alur itu tidak masuk akal, atau terlihat menyimpang dari alur sebelumnya, maka saat itu juga kebohongan sudah terungkap. Skenario terhebat yang pernah dijalankan adalah Operasi Overlord di mana pasukan Amerika bersama sekutunya behasil mengelabui Nazi.

Selain harus memikirkan skenario, orang yang berbohong pun harus pandai-pandai menjaga mulut atau perbuatannya. Semakin ia banyak berbicara, semakin sulit ia menjaga konsitensinya. Karenanya seorang yang berbohong tidak boleh bermulut “ember”. Semakin besar “embernya” semakin mudah terungkap kebohongannya.

Sejuta orang bisa kita bohongi, tapi kalau ada satu orang saja yang mengetahui kebohongan kita lalu mengungkapkanya, maka kebohongan kita akan sia-sia. Sebagai mana pepatah “Serapat-rapatnya menutupi bangkai, baunya akan tercium juga”, maka sepintar-pintarnya kita berbohong suatu saat akan terbongkar juga.

Orang yang doyan bohong berbeda dengan orang yang pintar bohong. Orang yang doyan bohong akan melakukannya tanpa banyak berpikir. Tapi, orang yang pintar bohong akan berpikir sejuta kali untuk melakukannya agar kebohongannya tidak mudah terungkap. Karenanya orang yag pintar bohong adalah orang yang sangat jarang berbohong. Dengan demikian, bisa dikatakan orang yang pintar berbohong adalah orang yang jujur.

Saya ini orang yang pintar berbohong. Sebagai orang yang pintar berbohong, sebelum berbohong saya harus menyiapkan berbagai hal untuk mendukungnya. Kalau saya mendapati ada sesuatu yang tidak mendukungnya, saya lebih memilih untuk tidak berbohong. Dengan demikian, saya jarang sekali berbohong. Apalagi “sekali lancung ke ujian, seumur hidup orang tidak akan percaya”.

Banyak yang bilang kalau hubungan saya dengan Chaca itu fiktif. Chaca itu akun kloningan saya. Wajar saja saya dibilang bohong, sebab sulit dipercaya ada gadis secantik bidadari yang mau sama saya. Saking cantiknya, kalau saja Batara Indra mengutus Chaca untuk mengguji Arjuna yang sedang bersemedi, pasti Arjuna akan tergoda dan batal semedinya. Akibatnya lakon Arjuna Wiwaha tidak pernah diceritakan. Saya yang pintar bohong ini tahu benar jika akun Chaca itu kloningan, maka kebohongan saya akan mudah terbongkar hanya degan melacak IP address-nya. Dari IP address ini akan diketahui lokasi aksesnya. Dari lokasi tempat akses itu bisa diketahui bila akun milik saya dan akun milik Chaca diakses dari dua lokasi yang berjarak ribuan kilometer. Dan, mana mungkin ada satu orang berada di dua tempat yang terpisah ribuan kilometer di satu waktu.

Karenanya, ajari anak kita berbohong agar anak kita menjadi pintar berbohong. Semakin pintar anak kita berbohong, maka ia menjadi anak yang jujur.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun