Dissenting opinion Hakim Mulyono dalam perkara korupsi PT Asabri yang disebut-sebut merugikan keuangan negara senilai Rp 22,7 triliun dinilai sebagai oase.Â
Sejatinya, dissenting opinion Hakim Mulyono ini, jika dicermati, bukan saja senafas dengan Putusan MK, tetapi juga sejalan dengan duplik terdakwa Heru Hidayat.
Duplik Heru Hidayat yang Tak Disorot Media
Lewat dupliknya, Heru Hidayat menyoroti, nilai kerugian negara akibat tindak pidana korupsi yang didakwakan kepadanya. yang dibacakan pada 20 Desember 2021
Dalam duplik yang dibacakannya pada 20 Desember 2021, Heru mengatakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) hanya mengulang-ulang kerugian negara senilai Rp 22,788 triliun atau tepatnya  Rp 22.788.566.482.083 berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Nilai kerugian negara sebesar Rp 22,788 triliun inilah yang menurut Heru Hidayat kerap digembar-gemborkan oleh pihak kejaksaan. Bahkan sejak sebelum BPK mulai melakukan audit.
Kemudian, Heru yang oleh JPU didakwa telah menerima aliran dana sebesar Rp 12 triliun itu kembali menjelaskan bahwa bila selama periode 2012-2019 Asabri dan reksadana Asabri telah menerima Rp 10 triliun dari penjualan saham kepada Piter Rasiman. Bahkan, menurut Heru yang telah dituntut hukuman mati ini, PT Asabri masih memegang saham yang dibeli dari Piter Rasiman.
Menariknya, dalam duplik yang dibacakan oleh Heru disebutkan juga bahwa nilai saham dan unit penyertaan PT Asabri yang jika ditotal, per 20 Desember, perusahaan asuransi plat merah tersebut justru mendapatkan keuntungan dari proses restrukturisasi.Â
Menurut Heru, metode penghitungan keuangan yang digunakan oleh JPU tersebut menyesatkan. Heru Hidayat pun kemudian menyindir pihak JPU. Katanya, apabila cara menghitung keuangan seperti yang dilakukan oleh pihak JPU, maka semua perusahaan di seluruh dunia akan dicatat telah mengalami kerugian.
Korupsi Asabri: Berapa Kerugian Negara yang Sebenarnya
Meski duplik yang dibacakan Heru Hidayat ini sangat menarik lantaran mengajak publik untuk memutar otaknya sedikit lebih kencang dalam artian tidak hanya sekadar menerima informasi yang disuguhkan oleh media-media, namun sayangnya baik itu media mainstream maupun media sosial.
Kalau publik mau sedikit berpikir, jika selama periode 2012 sampai 2019 PT Asabri hanya menggelontorkan uangnya hingga mencapai Rp 22,7888 triliun yang pada ujungnya mengakibatkan kerugian, mengapa BPK dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tidak melakukan tindakan sesuai kewenangannya?