Kasus korupsi PT Asabri pada Senin, 13 Desember 2021, akan memasuki tahap pembacaan pledoi oleh terdakwa Heru Hidayat.Â
Pada kesempatan itu, Presiden PT Trada Alam Minera (PT TAM) ini pastinya akan memanfaatkan semaksimal mungkin kecerobohan jaksa penuntut umum (JPU) untuk dapat membebaskan dirinya dari seluruh dakwaan.
Jaksa Kasus Asabri Ceroboh, Heru Hidayat Berpeluang Bebas
Dalam dakwaan terhadap Heru, JPU menggunakan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999. Pasal ini berbunyi, "Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)."
Sebagaimana yang diberitakan sejumlah media, Heru Hidayat merupakan satu dari delapan terdakwa dalam kasus korupsi PT Asabri. Kedelapannya didakwa bersama-sama telah melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan negara senilai Rp 22,788 triliun.Â
Dakwaan itu disampaikan jaksa dalam sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada 16 Agustus 2021.
Namun saat menyampaikan tuntutannya pada 6 Desember 2021, JPU menjatuhkan pasal yang berbeda, yaitu Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.Â
Pasal ini berbunyi, "Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan." Pasal yang dituntutkan kepada Heru Hidayat ini tidak disertakan JPU dalam dakwaannya.
Dengan demikian, tuntutan JPU dalam kasus korupsi PT Asabri ini menyimpang dari dakwaan. Atau, seperti dalam artikel "Korupsi Asabri: 3 Keserampangan dalam Tuntutan Hukuman Mati terhadap Heru Hidayat" tuntutan yang berbeda dari dakwaan tersebut disebut-sebut keliru, bahkan bisa dikatakan serampangan, dan ceroboh. .
Lewat sejumlah media, sejumlah ahli hukum menyatakan pendapatnya terkait ketidaksesuaian pasal antara dakwaan dan tuntutan. Para ahli hukum tersebut mengatakan JPU telah melakukan kekeliruan.
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Airlangga Nur Basuki Minarno, misalnya, menilai tuntutan hukuman mati terhadap bos PT Trada Alam Minera Heru Hidayat dalam kasus korupsi Asabri tidak tepat karena jaksa tidak mencantumkan  Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 di dalam surat dakwaan.Â