Secara bertahap Indonesia mulai memasuki era komunikasi 5G. Menkominfo Johnny Plate pun mengajak masyarakat memerdekakan bangsa Indonesia serta mengisi dengan nilai-nilai Pancasila atau social justice. Ajakan ini disampaikan menteri asal Partai Nasdem itu saat memperingati hari lahir Pancasila yang jatuh pada 1 Juni 2021.
Namun demikian, kemajuan teknologi bukannya tanpa potensi dampak negatif yang menyertainya. Begitu juga dengan kemajuan teknologi komunikasi yang kini telah memasuki generasi kelimanya. Begitu juga dengan teknologi 5G yang berpotensi dimanfaatkan oleh kelompok kriminal dan juga kelompok radikal.
Potensi dimanfaatkannya teknologi 5G oleh kelompok-kelompok radikal ini disampaikan langsung oleh Presiden Jokowi dalam pidatonya saat menghadiri Upacara Peringatan Hari Lahir Pancasila yang dilangsungkan secara virtual dari Gedung Pancasila,.Â
"Ketika konektivitas 5G melanda dunia, maka interaksi antar-negara akan semakin mudah dan cepat. "Kemudahan teknologi bisa digunakan oleh ideologi-ideologi transnasional radikal untuk merambah ke seluruh pelosok Indonesia, ke seluruh kalangan, ke seluruh usia, bahkan tidak mengenal lokasi dan waktu," kata Jokowi seperti yang dikutip Liputan6.com.
Padahal, ada atau tidak teknologi 5G, kelompok-kelompok radikal sudah memanfaatkan teknologi komunikasi, khususnya internet. Bahkan, bisa dibilang, kelompok-kelompok radikal mampu memaksimalkan teknologi dalam gerakannya.Â
Sayangnya, dalam menghadapi pemanfaatan teknologi komunikasi oleh kelompok radikal tersebut, pemerintah tidak lebih dari sekadar "pemadam kebakaran". Kemkominfo, misalnya, hanya melakukan pemblokiran terhadap situs-situs dan akun-akun yang dinilai membawa pesan radikalisme.
HTI bukan Kelompok Ecek-ecek
Kelompok radikal yang berafiliasi pada organisasi transnasional bukanlah kelompok anak baru gede (ABG), apalagi ecek-ecek. Kelompok ini memiliki organisasi yang rapi. Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), misalnya, berafiliasi dengan Hizbut Tahrir (HT) yang berbasis di London, Inggris.Â
HT dikenal memiliki kemampuan dalam memanfaatkan teknologi internet dalam mengomunikasikan propaganda-propagandanya. Lewat propaganda-propagandanya itu, HT sanggup mempengaruhi rakyat Libya untuk memberontak terhadap Muammar Khadafi.
Tetapi, ini yang tidak diperhatikan, HT sebenarnya merupakan kolaborator Amerika beserta sekutunya, termasuk Israel dan Arab Saudi. Ketika AS dan CS-nya menjatuhkan Khadafi, HT mendukung gerakan penjatuhan tersebut. Begitu juga saat AS dan sekutunya berupaya menggulingkan Presiden Suriah Bashar al Assad, HT tampil sebagai corong propagandanya.