Tetapi, seperti yang ditulis dalam artikel tersebut, WW III tidak bakal meletus. Dasarnya (Dicopas dari artikel), "Sebelum Turki menembak jatuh SU-24, tercatat sepanjang tahun ini Rusia 50 kali melakukan pelanggaran udara di wilayah negara anggota NATO, khususnya dekat Ukraina. Dari seluruh catatan itu, tiga manuver pesawat Rusia dinilai 'ancaman', sedangkan 13 kejadian dianggap 'pelanggaran serius'. Tetapi, semua pelanggaran itu hanya melahirkan catatan.Â
Sedangkan terakhir kali Amerika terlibat kontak senjata langsung dengan Rusia terjadi pada 1952, ketika jet AS menjatuhkan empat Migs-15 di sela-sela Perang Korea, tepatnya pada operasi penyerbuan Hoeryong. Jadi insiden 24 November lalu merupakan yang pertama kali sejak lebih dari setengah abad.
Namun, nampaknya, perang dunia ketiga jauh dari kemungkinan meletus. Amerika dan negara-negara NATO lainnya terlihat menyingkir dari perseteruan Rusia-Turki. Sementara Rusia pun kecil kemungkinan menyerang Turki.
Selain artikel tersebut, hasil analisa dalam artikel "Inikah Motif Saudi Eksekusi Mati Nimr? Dan, Ancaman pada Syiah di Indonesia yang Meningkat" terbukti akurat, karena perang antara Arab Saudi melawan Iran sebagaimana yang diprediksi oleh sejumlah pengamat ternyata tidak terjadi.
Dicopas dari artikel. "Banyak yang bilang kalau Arab Saudi sengaja memancing perang terbuka dengan Iran. Misalnya, pakar isu Timur Tengah, Matthew McInnis yang mengatakan mustahil Saudi tidak menyadari eksekusi mati Nimr Al-Nimr akan memicu kecaman dan reaksi keras.
"Saudi tentu menyadari hal ini akan memicu berbagai reaksi," sebut McInnis yang kini bergabung dengan American Enterprise Institute ini kepada The Daily Beast.
Mantan analis Pentagon ini pun pun mengaitkannya dengan meningkatnya pengaruh Iran di kawasan Timur Tengah, termasuk di Saudi sendiri.
Sependapat dengan McInnis, mantan anggota CIA yang juga pakar isu Timur Tengah pada Brookings Institution, Bruce Riedel, menyebut eksekusi terhadap Nimr bertujuan memberi isyarat pada Iran.
"Saya mencurigai mereka (Saudi-red) mengharapkan reaksi Iran. Salman (Raja Saudi saat ini) adalah seorang pengambil risiko," cetus Riedel.
Sepertinya pendapat kedua pakar itu salah besar. Memang benar, Iran bereaksi keras atas eksekusi mati Nimr. Sampai-sampai pemimpin spiritual tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, menyebut kematian Nimr sebagai martir dan Kerajaan Saudi akan menghadapi pembalasan-Nya. Tetapi, apakah Iran akan menyerang Saudi? Sepertinya, tidak.
Iran tidak mungkin melakukan aksi bodoh yang akan menimbulkan masalah besar bagi negaranya. Sikap Iran ini sama persis dengan Rusia yang tidak akam menyerang Turki secara militer. Menyerang Turki atau Saudi sama saja dengan menantang negara-negara NATO berperang..Jadi, sangat tidak mungkin jika Saudi sengaja memancing Iran untuk menyerang negaranya." .