Dengan begitu, setelah hasil pemungutan suara"dikonversikan" menjadi C1, jangankan menyusupkan sekardus surat suara tercoblos, sampai 7 kontainer pun tidak ada gunanya.
Begitu juga dengan memusnahkan surat suara. Seperti isu yang beredar di media sosial. Katanya, saat Pilpres 2014 ada sekotak surat suara yang dibuang ke sungai di Bekasi.
Tunggu dulu. Ada yang konyol menggelitik dari hoax 7 kontainer surat suara tercoblos ini. Pemilu 2019 nanti digelar serentak. Oleh KPPS, pemilih diberikan 5 lembar surat suara; pilpres, DPR RI, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kota/Kabupaten. Maka, secara keseluruhan, jumlah surat suara terpakai untuk pilpres sama dengan jumlah surat suara terpakai untuk keempat pemilu lainnya.
Kalau ada tambahan 70 juta surat suara terpakai untuk pilpres, logikanya surat suara terpakai DPR RI, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kota/Kabupaten masing-masing bertambah 70 juta. Pertanyaannya, ke mana 280 juta suara DPR RI, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kota/Kabupaten? Apa belum dikirim dari China?
Lebih repot lagi karena surat suara untuk DPR RI, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kota/Kabupaten berbeda-beda untuk setiap daerah pemilihan (Dapil).
Entah siapa pelaku pembuat hoax 7 kontainer surat suara tercoblos ini. Bisa saja dia orang cerdas yang tahu pangsa pasar dari hoax yang dibuatnya atau bisa juga orang yang "bersumbu pendek". Namun pastinya konsumen hoax ini "bersumbu pendek" atau bahkan tidak "bersumbu" sama sekali.
KTP bukan Digunakan untuk Mencurangi Pemilu, tapi ...
Sekian paragraf di atas itu baru menyinggung tentang isu surat suara tercoblos yang dikombinasikan dengan isu kotak suara kardus. Padahal masih ada sejumlah isu lainnya, seperti isu kecurangan lewat penggunaan KTP, isu e-KTP tercecer, dan isu 31 juta pemilih siluman yang terkait selisih data Kemendagri dan data KPU.
Sama seperti isu 7 kontainer surat suara tercoblos, pertanyaannya, bisakah mencurangi pemilu dengan menggunakan KTPÂ (baik itu e-KTP palsu maupun e-KTP ganda)?
Jawabannya sama, bisa dan sangat bisa!