Secara logika, Kemendagri tidak mungkin menempatkan 13 ribu lebih petugas Dukcapilnya di 13 ribu lebih TPS yang ada di DKI Jakarta. Dengan logika tersebut, kemungkinan paling mungkin adalah menempatkan petugas Dukcapil di kelurahan di DKI Jakarta. Dengan demikian, Kemendagri hanya membutuhkan 265 petugas Dukcapil.
Namun demikian, bagi Kemendagri penggandaan e-KTP belum selesai hanya dengan mencocokkan data pada KTP dengan data elektronik pada sistem kependudukan Indonesia. Masalah lain yang harus diselesaikan Kemendagri adalah keberadaan saksi setiap paslon.
Dalam pelaksanaan pemilu, terutama yang terkait dengan perolehan suara, wajib dihadiri oleh seluruh saksi dari setiap Paslon. Jadi semenjak TPS dibuka pada pukul 07.00 sampai penetapan pemenang pemilu, harus dihadiri oleh setiap saksi.
Sejak pemilu berlangsung di TPS, para saksi memberikan kesaksiannya dengan menandatangani sejumlah Form yang terkait hasil perolehan suara di TPS. Kemudian pada saat rekapitulasi suara di kelurahan, para saksi pun dihadirkan dan memberikan tanda tangannya pada sejumlah form. Dan, demikian juga dengan rekapitulasi di kecamatan, di kotamadya/kabupaten, di propinsi, sampai tingkat pusat.
Dan, kalau ada saksi dari salah satu paslon tidak mau membubuhkan tanda tangannya, berarti ada masalah pada tahapan pemilu.
Terobosan Kemendagri tersebut patut diacungi jempol. Tetapi, karena terobosan ini tidak diatur dalam Juknis Pemilu dan aturan lainnya, maka Kemendagri harus menyesuaikan terobosannya tersebut dengan “adat istiadat” pemilu. Salah satunya dengan mengakomodasi keberadaan saksi.
Karenanya, di mana pun petugas Dukcapil ditempatkan, entah itu di tingkat Kelurahan, Kecamatan, atau seterusnya, keberadaan saksi harus juga diakomodasikan.
Sementara, bagi tim paslon, menyediakan saksi bukanlah hal yang mudah. Selain harus mengumpulkan personel saksi, tim paslon juga perlu mengedukasi saksi tentang tugas dan kewajibannya.
Kalau terobosan Kemendagri ini yang pada akhirnya diputuskan sebagai cara untuk mengatasi beredarnya e-KTP palsu, maka masih ada waktu kurang dari 72 jam bagi setiap tim paslom untuk menyiapkan saksi-saksinya. Tetapi, waktu bagi Kemendagri untuk mensosialisasikan terobosannya pastinya kurang dari 72 jam.
Kalau terobosan Kemendagri ini gagal, demikian juga dengan terobosan-terobosan lainnya, maka sudah barang tentu pelaksanaan Pilgub DKI Jakarta 2017 akan berakhir di ketok palu MK. Karena, kalau penggandaan E-KTP ini dibiarkan oleh pemerintah dan penyelenggaraan pemilu tanpa melakukan tindakan apapun, maka unsur sistematis dan terstruktur dalam Pilgub DKI Jakarta sudah terpenuhi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H