Kalau diperhatikan, baik Jokowi, Ganjar, Rieke, dan lainnya terjun ke pilkada dengan branding yang bertentangan dengan calon petahana. Jokowi, misalnya, tampil sebagai figur pemimpin yang lebih mengedepankan dialog guna mencari solusi bersama.
Di sini sisi kebapakan Jokowi lebih ditonjolkan ketimbang sisi kepemimpinannya. Itulah yang menjadi pembeda antara Jokowi dengan Foke yang terkesan elitis.
Lantas, Bagaimana dengan Rizal?
Rizal memiliki rekam jejak yang membuat dirinya menempati posisi bertentangan dengan Ahok, yaitu dalam sengketa proyek reklamasi. Gubernur Ahok ngotot meneruskan mega proyek itu, sebaliknya Rizal keukeuh menghentikannya.Â
Dalam soal sengketa reklamasi ini, Rizal mendapatkan keuntungan besar. Karena dalam sengketa ini timbul pengotakan antara nelayan dan penduduk pesisir pantai Jakarta yang mewakili wong cilik melawan pengembang raksasa yang menyimbolkan penguasa.Â
Dan, Rizal berada di posisi wong cilik. Sementara Ahok yang mengaku sebagai Gubernur Agung Podomoro menempati posisi penguasa.
Jika PDIP kemudian memutuskan mendukung Ahok, dengan posisi Rizal yang berada di kotak wong alit, klaim PDIP yang mengaku sebagai partai wong cilik otomatis rontok dengan sendirinya. Besar kemungkinan Rizal dapat merebut suara dari kantong-kantong pendukung PDIP.Â
Lebih jauh lagi, pencopotan Rizal sebagai menko oleh Jokowi menimbulkan spekulasi yang mengaitkannya dengan perseteruan antara Rizal melawan Ahok dalam soal reklamasi.Â
Tentu saja, Jokowi diopinikan sebagai pembela Ahok yang otomatis juga lebih membela kepentingan pengembang raksasa ketimbang nasib wong cilik.Â
Dengan demikian, pencalonan Rizal merupakan investasi politik tersendiri bagi Gerindra dan Prabowo untuk menghadapi pemilu 2017.Â
Dengan rekam jejaknya itu pula, yang memposisikan Rizal sebagai pelawan 'alamiah' Ahok. Rizal jauh berbeda dengan Sandiaga Uno yang ujug-ujug muncul sebagai pelawan Ahok.Â
Rizal tidak perlu membentuk crisis center untuk menunjukkan dirinya menentang kebijakan Ahok. Lewat rekam jejaknya itu, Rizal sudah memberikan bukti, bukan sekadar ucapan pemanis bibir.Â