Kalau memang elektabilitas Ahok jauh melampaui tokoh-tokoh lainnya, kenapa Ahok begitu reaksional ketika Ridwan Kamil berencana ke Jakarta. Begitu juga kepada Risma. Ahok begitu sensitif dengan semakin santernya pemberitaan terkait Risma.Â
Kalau memang benar Ahok berhasil mengumpulkan 1 juta KTP dukungan, berelektabilitas di atas 50%, dan kinerjanya memuaskan lebih dari 60% jumlah responden, kenapa Ahok berupaya menghindari kampanye? Ahok menghindari kampanye yang artinya ogah menemui calon pendukungnya lewat uji materi pasal tentang cuti kampanye. Kalau pasal itu direvisi oleh MK, maka Ahok pun mendapat legitimasi untuk tidak berkampanye.
Dari ulasan di atas dapat disimpulkan kalau gambaran tentang keperkasaan Ahok tidak lebih dari sekedar mitos. Menariknya, mitos itu justru dihancurkan oleh manuver-manuver Ahok sendiri.
Ini mirip dengan buto Cakil yang petakilan, jumpalitan ke sana ke mari. Sampai akhirnya ia binasa oleh keris yang digenggamnya sendiri. Ahok adalah bayangan dari buto cakil itu sendiri. Dengan demikian, lawan Risma, Sandiaga, Sjafrie, Buwas, dan calon lainnya tidak lebih dari sekedar bayangan. Cukup dengan sedikit penerangan, maka bayangan itu akan musnah dengan sendirinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H