Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Dua Sengkarut Tanah Sumber Waras yang Harus Dijelaskan Ahok

19 April 2016   18:55 Diperbarui: 19 April 2016   19:42 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Denah Sumber Waras Sumber https://arrahmahnews.com"][/caption]Langsung saja ya. Menurut Direktur Umum RS Sumber Waras (SW) Abraham Tedjanegara, pada November 1970, Sin Ming Hui. menyerahkan sebagian tanahnya kepada Yayasan Kesehatan Sumber Waras. Dengan demikian tanah yang awalnya satu bidang dipisah menjadi dua bidang.

Penyerahan sebagian bidang tanah ini mengakibatkan RS terdiri atas dua sertifikat. Sertifikat pertama adalah hak guna bangunan atas nama Yayasan Kesehatan Sumber Waras. Sertifikat itu untuk lahan seluas 36.410 meter persegi. Lahan bersertifikat inilah yang dijual kepada Pemprov DKI. Sedangkan sertifikat kedua dengan  luas 33.478 meter persegi. Setifikat kedua ini berstatus hak milik atas nama Sin Ming Hui. 

Tetapi, sekalipun memiliki dua sertifikat, RS SW hanya memiliki satu pembayaran PBB. Abraham mengaku tak tahu kenapa dua sertifikat itu dijadikan satu dalam pembayaran PBB. Kondisi ini sudah terjadi sejak ia menerima kepengurusan Sumber Waras. Katanya yang mengaturnya adalah pemerintah. Dan, hal itu sudah berjalan sejak 1970.

Masih menurut Abraham, pihak rumah sakit selalu memakai alamat Jalan Kyai Tapa dalam membuat perjanjian. Dan, tidak ada satu pun perjanjian yang menyebut alamat rumah sakit ini di Jalan Tomang Utara.

Dari sini sudah jelas. Awalnya satu bidang tanah, kemudian dipisah menjadi dua bidang. Satu bidang tepat bersinggungan dengan Jl Kyai Tapa. Sementara satu bidang lainnya, yang dibeli Pemprov, bersisihan dengan Jl Tomang. Tetapi karena pertimbangan administrasi, hukum, atau lainnya, kedua sertifikat menggunakan alamat yang sama, yaitu Jl Kyai Tapa.

Dari sinilah timbul masalah yang diungkapkan oleh BPK. NJOP tanah yang berada (zona) Tomang pastinya lebih rendah dari NJOP tanah yang berada di Jalan Kyai Tapa. Karena itu, kalau membeli bidang tanah yang berada di zona Jalan Tomang tetapi dengan NJOP zona Kya Tapa, maka sudah pasti pembeli merugi merugi. Dan Ahok membeli bidang tanah di zona Jl Tomang dengan NJOP zona Kyai Tapa. Selisih antara NJOP Kyai Tapa dengan NJOP Tomang inilah yang dimaksud oleh BPK sebagai kerugian.

Dari penjelasan Direktur RSSW yang dimuat oleh berbagai media sebenarnya sudah menyibak kekarutmarutan soal sertifikat dan PBB. Karena bagaimana mungkin ada 2 sertifikat tanah dengan hanya 1 PBB. Bisa dilihat kalau PBB tersebut atas nama RS SW dengan alamat Jalan Kyai Tapa RW 10 RT 10, Tomang, Jakarta Barat. Dari PBB juga tercantum luas bumi (tanah) 69.888 M2 atau total luas lahan sebelum dipisah menjadi 2 bidang tanah. Artinya, PBB mencakup 2 sertifikat, milik Sumber Waras dan Sin Ming Hui. 

Seharusnya dari 2 sertifikat tersebut diterbitkan 2 PBB. 1 PBB atas nama Yayasan Kesehatan Sumber Waras dengan luas tanah 36.410 M2i. Dan 1 PBB atas nama Sin Ming Hui dengan luas tanah 33.478 M2.. Perkara siapa yang membayar PBB-nya, tentu saja si pemakai tanah. 

Tetapi, pertanyaannya, kenapa Ahok tidak meminta pihak penjual (YKSW) untuk membenahi sengkarut PBB dan menyelesaikannya terlebih dulu sebelum ia membeli lahan SW? Ini harus dijelaskan oleh Ahok!

Kemudian diberitakan juga, Kepala Badan Pertanahan Nasional Jakarta Barat Sumanto mengatakan, saat ini Pemprov DKI sedang melakukan balik nama terhadap sertifikat tersebut. Proses balik nama sudah dilakukan sejak tahun 2015. Lamanya proses balik nama disebabkan BPN harus kembali mengukur luas tanah yang akan dibeli. (Kompas.com, Kamis 14 April 2016).

Dari penjelasan Sumanto tersebut terungkap kalau BPN melakukan pengukuran luas atas tanah yang dibeli Pemprov DKI. Dalam proses pengukuran sudah pasti BPN harus mengetahui batas-batas tanah, sebelah kanan apa, sebelah kiri apa, depan apa, belakang apa, atas da bawah apa, utara, selatan, timur, dan barat. Semua batas.harus jelas dan diketahui oleh pemilik lahan yang menjadi batasnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun