Ini berita HOT di situs abal-abal selama sepekan terakhir!
Katanya, ada 10 juta warga China/Tiongkok yang akan bermigrasi ke Indonesia. Melihat angkanya, 10 juta bukanlah jumlah yang sedkit. Bayangkan ada 10 warga Tiongkok yang akan tinggal dan menetap di Indonesia.
Berita pindahnya 10 juta warga Tiongkok itu disebarluaskan oleh situs-situs abal-abal. Intelijen.co, dengan judul “Jokowi akan Impor 10 Juta Warga Cina, Mau Beranak-pinak di Indonesia?, menuliskan, “Pernyataan Wakil Perdana Menteri China Liu Yandong, yang menargetkan pertukaran sepuluh juta warga Cina di Indonesia pada 2020 memunculkan kontroversi. Rencana itu bisa dipersepsikan sebagai upaya ‘mengimpor’ imigran dari Cina ke Indonesia.”
Kicauan penulis Zara Zettira ZR yang mengecam kerjasama bilateral Indonesia-Cina tersebut dijadikan sumber oleh situs intelijen wanna be ini.
“10 juta jiwa mau beranak pinak di Indonesia? Menularkan ideologi-ideologinya? Penduduk dituker-tuker kayak sandal jepit aja,” cuap Zara Zettira lewat akun Twitter @ZaraZettiraZR seperti yang di-copas intelijen.co.
Kemudian ditambahkan, “10 juta jiwa itu setara dengan jumlah penduduk satu negara Eropa Timur! Transmigrasi antar daerah aja bermasalah apalagi antar negara?”
Lalu, “Waktu kampanye kok ngga dijelasin tencana impor penduduk China?” kicau @ZaraZettiraZR.
Informasi “menarik” tersebut tentu saja tidak dilepaskan oleh situs-situs pendakwah. Dengan judulnya “5 Tahun Jokowi Memimpin, 30 Juta Cina Masuk Indonesia!” VOA-Islam menuliskan, “Jumlah penduduk Cina akan menggeser kaum pribumi. ..Jika saat ini jumlah etnis Cina 15-20 juta, dipastikan akan melesat tajam di tahun 2020. Dengan kejayaan ekonomi dan uang yang berlimpah, etnis China tak akan terbendung menjajah suku-suku pribumi yang semakin minoritas.
Dan tentu saja PKSpiyungan ambil bagian. Judulnya “5 Tahun Jokowi, 30 Juta China Bermigrasi”. Situs kebanggaan para kader dakwah ini mem-publish tulisan Nandang Burhanudin yang mengaku mantan dosen di Kolej Islam Muhammadiyah Singapore. Nandang menulis, “Kita paham, Indonesia sangat rapuh dan lemah dalam hal data kependudukan. KTP dan KK mudah dibuat dengan FULUS. Wilayah Indonesia yang luas, sangat sulit dikontrol. Migrasi China bisa via laut atau daratan Indonesia, hingga pulau-pulau terluar. Nah itu dulu. Kini setelah era Jokowi, hal-hal sulit tak lagi perlu terjadi. Jokowi sudah memfasilitasi dan rakyat Indonesia sangat murah hati, mengimpor pekerja-pekerja China dengan triliunan devisa negara yang tak lain pajak rakyat.
Jika saat ini jumlah etnis China 15-20 juta, dipastikan akan melesat tajam di tahun 2020. Dengan kejayaan ekonomi dan uang yang berlimpah, etnis China tak akan terbendung menjajah suku-suku pribumi yang semakin minoritas. Strategi China benar-benar menerapkan strategi Yahudi menyingkirkan rakyat Pribumi Palestina dan strategi Singapore yang menyingkirkan rakyat melayu. Bagi mereka, era Jokowi adalah anugerah setelah era Gus Dur. Namun kebanyakan umat Islam tersihir, hingga tak sadar akan proyek Chinailah Indonesia.
Seperti yang dikicaukan Zara, 10 juta bukanlah jumlah yang sedikit, angka itu melebihi jumlah penduduk di berbagai negara. Jumlah itu hampir sama dengan populasi penduduk Jakarta yang diketahui sebagai daerah terpadat di Indonesia. Maka, paling tidak dibutuhkan lahan seluas Jakarta untuk menampung 10 juta warga Tiongkok. Maka, jumlah 10 juta itu menarik untuk dicari tahu asal usulnya.
Dari hasil penelusuran, ternyata angka 10 juta itu ditemukan di kabar24.bisnis.com/ Bisnis Indonesia. Dalam berita yang diberi judul “RI-China Sepakati Pertukaran 10 Juta” Warga”, Bisnis.com menulis, “Demi mempererat hubungan bilateral, China dan Indonesia menargetkan pertukaran sepuluh juta warganya dalam berbagai bidang pada 2020” Berita itu diturunkan Bisnis.com dari pernyataan Wakil Perdana Menteri China Liu Yandong dalam sambutan pada kuliah umum dengan “Mempererat Pertukaran Antara Masyarakat, Bersama Membina Persahabatan Tiongkok—IndonesiaKampus Universitas Indonesia, Rabu (27/5/2015).
Sedangkan media-media lainnya yang meliput acara yang sama tidak menyebutkan “10 juta”
Lihat saja di:
http://news.liputan6.com/read/2240428/wakil-pm-liu-kerja-sama-china-indonesia-sejahterakan-dunia
http://edukasi.sindonews.com/read/1006009/144/china-ajak-ui-kerja-sama-pendidikan-1432722279
Demikian juga berita yang dirilis situs resmi Fisip UI, http://fisip.ui.ac.id/kuliah-umum-y-m-madam-liu-yandong-wakil-perdana-menteri-republik-rakyat-tiongkok/
Pertanyaannya, dari mana asalnya 10 juta itu?
Ternyata, angka 10 juta yang terkait dengan Indonesia-Tiongkok adalah jumlah wisatawan asal Tiongkok yang ditargetkan datang ke Indonesia setiap tahunnya.
Sebagaimana yang diberitakan Kompas.com pada Jumat, 27 Maret 2015, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta Tiongkok menerapkan kebijakan bebas visa bagi Warga Negara Indonesia (WNI) yang akan berkunjung ke Negeri Tirai Bambu itu. Menurut Jokowi, tingkat kunjungan WNI ke Tiongkok cukup tinggi.
"Jumlah kunjungan wisatawan ke dua negara ditargetkan 10 juta per tahun. Dalam kaitan ini saya minta Pemerintah Tiongkok untuk memberikan bebas visa bagi masyarakat Indoneaia yang akan berkunjung ke Tiongkok," kata Presiden Jokowi, saat kunjungan kenegaraan kepada Presiden Xi Jinping di Great Hall of The People Beijing, Kamis (26/3/2015).
Angka 10 juta pun disebutkan oleh media lainnya yaitu liputan6.com, yang menuliskan, “"Karena sudah bebas visa, kita minta kunjungan wisatawan antar Tiongkok dan Indonesia 10 juta per tahun," kata Pria yang akrab disapa Jokowi di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Minggu (29/3/2015).
Jadi jelas, “10 juta” itu bukan pertukaran warga RI-Tiongkok seperti yang diberitakan Bisnis.com yang kemudian diplintir kesana ke mari oleh situs-situs lainnya, tetapi target mendatangkan wisatawan Tiongkok ke Indonesia, demikian pula sebaliknya sebagaimana yang ditayangkan oleh Kompas.com dan Liputan6.com.
Pertanyaannya, jika memang Liu Yandong tidak menyebut “10 juta”, kok bisa-bisanya Bisnis.com mencantumkan “sepuluh juta” dalam beritanya? Dan, jika “10 juta” itu berasal dari pernyataan Jokowi yang disampaikan pada 26 dan 29 Maret 2015, bagaimana bisa Bisnis.com menambahkannya pada ceramah Liu yang disampaikan pada 27 Mei 2015?
Masih ingat polemik “utang IMF” antara SBY dan Jokowi? Polemik itu pun terjadi gegara media diduga menambahkan kata “IMF” ke dalam pernyataan Jokowi sehingga maknanya berbeda jauh dengan yang dimaksud Jokowi.
Coba bandingka!
"Siapa yang bilang anti? Siapa? Kita kan masih minjem ke sana. Itu sebuah pandangan, bahwa perlu suatu tatanan keuangan global yang lebih baik. Jangan memperhatikan negara-negara miskin. Yang kurang, juga diberikan suntikan. Jangan memberatkan. Berikan rangsangan untuk pertumbuhan ekonomi," kata Presiden Jokowi di Bandara Halim Perdanakusumah, Minggu (26/4/2015) lalu sebelum berangkat ke Malaysia.
Detik.com yang mewawancarai langsung Jokowi tidak menuliskan “IMF” pada "Siapa yang bilang anti?” Jokowi. Kutipan pernyataan Jokowi oleh Detik.com tersebut berbeda dengan yang ditulis Bisnis.com. Bisnis.com menulis
Mantan Walikota Solo itu menegaskan bahwa Indonesia tidak anti dengan IMF, Bank Dunia dan ADB. "Siapa yang bilang Indonesia anti-IMF. Siapa? Kita kan masih minjem uang ke sana ," katanya di Bandara Halim Perdanakusumah sebelum berangkat ke Malaysia.
Itulah contoh bagaimana media sanggup membangun opini, bahkan memelintir fakta sehingga menjadikan beritanya selayaknya “teror” yang menakutkan. Karenanya sebelum memercayai sebuah pemberitaan, sudah sepatutnya nama baik media dijadikan sebagai bahan pertimbangannya.
Sumber gambar foto layar kabar24.bisnis.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H