Mantan Presiden PKS Hidayat Nurwahid kembali mengeluarkan pernyataan yang mendatangkan banyak cibiran. Kali ini Ketua Fraksi PKS ini dinilai meragukan tingginya elektabilitas Jokowi..
"Saat saya ternyata dinyatakan meraih suara tertinggi di Pemira, dikatakan kalau saya yang dicapreskan akan kalah oleh Jokowi, karena pernah kalah di Pilgub DKI. Menurut saya itu sebuah logika yang sangat sederhana," kata HNW di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (3/1/2013).
Karena kondisinya berbeda, menurut HNW, kemenangan Jokowi pada Pilkada DKI 2012 tidak bisa dijadikan patokan kemenangan Jokowi pada pilpres 2004 nanti. Di sini HNW benar, Jakarta bukanlah Indonesia. Pemilih pada Pilkada DKI hanya 6,9 juta, bandingkan dengan DPT pada pemilu 2014 nanti yang mencapai 185 juta pemilih.
HNW pun memberikan contoh kemenangannya di Pemilu Raya (Pemira) PKS, di mana ia kalah suara di DKI, namun meraup suara paling banyak secara nasional. Sekalipun yang dijadikan acuannya adalah suara kader-kader PKS, namun perbandingan ini pun tidak salah, mengingat “skala” yang digunakannya pun sebanding Pilkada DKI Vs Pemira DKI dan Pilpres 2014 Vs Pemira nasional.
Yang salah apabila membandingkan hasil Pemira dengan rilis-rilis survei dari berbagai lembaga survei. Suara Pemira diperoleh dari kader-kader PKS. Pilihan pada Pemira pun terbatas pada nama-nama internal partainya saja. Sedang survei didapat dari jawaban responden yang tidak terikat oleh partai atau menjadi pengurus parpol (sebab bila terikat responden tersebut tidak bisa diwawancarai. Pilihan jawabannya pun lebih terbuka, responden bisa memilih presiden pilihannya. Jadi jelas Pemira bersifat homogen dan tidak mewakili keindonesiaan, sedang survei lebih heterogen dan mewakili keindonesiaan. Dan dari berita yang diturunkan detik, HNW sama sekali tidak membandingkan rilis survei dengan hasil Pemira.
Para komentator dalam berita bertajuk “Ragukan Elektabilitas Jokowi, Hidayat: Jakarta Bukanlah Segala-galanya” sepertinya terkena sindrom “sekali lancung ujian, seumur hidup tidak akan dipercaya lagi”. Dan, HNW memang kader partai-agama PKS yang mengklaim sebagai partai yang paling Islami. Namun, belakangan terungkap fakta-fakta miris yang lekat dengan perilaku kadernya, mulai dari korupsi, seks bebas mulai dari PSK bertarif Rp 10 juta per servis sampai PSK tingkat panti pijat plus-plus, pornografi di mana ustadz PKS kepergok asyik menonton film porno saat anggota DPR lainnya tengah memutar otak memikirkan nasib rakyat, sampai penipuan berupa penerbitan surat keterangan masih perjaka. Karenanya, apapun yang dikatakan HNW pasti akan mendatangkan cibiran atau kecaman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H