Siapa bilang penyadapan yang dilakukan terhadap Jokowi primitif atau tidak hi-tech? Justru metode penyadapan dengan menempatkan transmiter di sekitar lokasi target ini sangat canggih dan teknologinya terus berkembang. Model terbaru dari transmiter ini dinamai SPAN (Self-Powered Ad-hoc Network) yang baru dipamerkan Lockheed Martin kepada AUSA (Association of the United States Army) di Washington, DC pada 25 Oktober 2013. http://teknologi.kompasiana.com/terapan/2014/02/20/jokowi-dimata-matai-spy-rock-636726.html
[caption id="attachment_313639" align="aligncenter" width="396" caption="SPAN produksi Lockheed Martin http://www.wired.com/dangerroom/2013/10/spy-rocks/"][/caption]
Bentuk luar dari SPAN bisa macam-macam. Ada yang menyerupai bentuk batu yang ditaruh di sekitar lokasi target, seperti yang terungkap di Moscow pada 2006 lalu. Ada yang menyerupai bentuk batu bata yang dipasang di dinding. Ada yang dipasang di kabin mobil. Ada pula yang berbentuk handphone.
Berbeda dengan KPK maupun kasus penyadapan terhadap SBY yang menyadap lewat jaringan komunikasi seluler, penyadapan yang dilakukan terhadap Jokowi tidak melalui jaringan komunikasi telepon, baik PSTN maupun seluler. Alat sadap yang ditemukan di rumah dinas Jokowi digunakan untuk merekam suara di sekitar area tempat alat sadap dipasang. Apapun suara yang keluar bakal terekam, termasuk suara kodok peliharaan Jokowi.
Dalam kasus “Spy Rock” alat yang digunakan intelijen Inggris hanya memiliki kemampuan merekam suara, tanpa mampu mengirimkannya. Mungkin Inggris khawatir bila alat tersebut mampu mengirim maka kontraintelijen Sovyet akan mudah mendeteksinya. Karena keterbatasan kemampuannya itu mata-mata Inggris secara bergantian harus mengambilnya dan kemudian memindahkan data yang tersimpan pada alat yang disebut Spy Rock ini.
Gerak-gerik mata-mata Inggris yang mengambil batu dari satu jalan di kota Moscow mencurigakan. Kemudian dinas rahasia Sovyet memasang kamera pengintai yang diarahkan ke Spy Rock. Akhirnya skandal besar mata-mata Inggris dipublikasikan oleh televisi pemerintah Rusia pada Januari 2006. Video itu memperlihatkan seorang diplomat Inggris Christopher Pirt sekretaris kearsipan di kedutaan Inggris saat tengah mengambil sebuah batu di satu jalan di kota Moscow. Selain Pirt, beberapa staff kedutaan Inggris lainnya seperti Marc Doe dan Andy Fleming diketahui berulang kali “mengunjungi” Spy Rock (Sumber : theguardian.com).
Dalam kasus penyadapan di rumah dinas Jokowi, tidak diungkapkan model alat penyadapnya dan cara kerjanya. Namun, apapun itu tentunya alat penyadap ini membutuhkan energi. Kalau SPAN bisa mengisi energi sendiri dengan memanfaatkan energi sinar matahari, sedang Spy Rock menggunakan baterai, kemungkinan besar alat yang ditemukan tersebut juga menggunakan baterai. Karenanya perlu dilakukan penggantian baterai atau mengganti alat sadap yang habis beterainya dengan yang baru. Dan, untuk menggantinya sudah pasti hanya manusia yang bisa melakukannya. Pelakunya pastilah orang yang memiliki akses ke rumah dinas Jokowi dan bukan orang yang diperintahkan untuk menyusup.. Pelakunya bisa siapa saja, termasuk satpol PP penjaga rumah, pembantu rumah tangga, istri, maupun anak Jokowi sendiri. Orang tersebut pastinya sudah direkrut.
Tanpa perlu Tjahjo Kumolo menyampaikan temuan tersebut, publik sudah paham bila saat ini Jokowi sedang diamati. Teleponnya disadap. Gerak-geriknya dipantau, karakternya dianalisa lewat gestur, tulisan tangan, maupun suaranya. Jejak masa lalunya pun ditelisik. Dan bukan hanya Jokowi saja tapi juga keluarganya. Segala macam informasi pastinya akan bermanfaat. Informasi buruk soal Jokowi maupun keluarganya bisa dimanfaatkan untuk menekan atau pun memeras.
Kalau Jokowi ataupun PDIP tidak mau melaporkan temuannya pun bisa dimengerti, sebab dalam dunia politik yang penuh intrik dan kosnpirasi inisulit untuk membedakan mana kawan mana lawan. “ Trust no one Agent Mulder” ucapan yang dikenal oleh pencinta serial The X Files ini pastinya menjadi pedoman bagi politisi saat menemui peristiwa-peristiwa “aneh” di sekitarnya. PDIP bisa saja melaporkan temuan tersebut pada polisi, tapi bisakah mereka mempercayai polisi. Hal yang mungkin dilakukan PDIP adalah melakukan investigasi internal dengan memanfaatkan semua aset dan akses yang dimilikinya di jajaran Polri, TNI, dan BIN.
Jika dalam kasus Spy Rock, intelijen Rusia yang curiga memasang kamera pengintai, apakah yang dilakukan PDIP saat mendapati adanya tiga alat sadap di rumah dinas Jokowi? Apakah PDIP langsung menyisir seluruh rumah dinas, atau memasang kamera tersembunyi lalu menunggu sampai ada orang yang menyentuh alat sadap?
Karenanya patut ditunggu apakah langkah yang diambil PDIP selanjutnya terkait isu penyadapan yang merugikan citranya ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H