Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Lambannya SBY Bersikap, Strategi atau Galau?

29 April 2014   16:59 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:04 601
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13987623271584557546

[caption id="attachment_333953" align="aligncenter" width="620" caption="Headline kotaksuara.kompasiana.com | Ilustrasi/ Kompasiana (Kompas.com)"][/caption]

Berdasarkan quick count, Partai Demokrat yang mendulang 10 % suara menempati posisi 4 dari 12 parpol peserta pemilu. Faktanya, bila dibanding dengan Gerindra yang hanya berselisih 1 % di atasnya Demokrat kalah menarik. Sedang bila dibanding parpol-parpol yang berada pada posisi di bawahnya, geliat Demokrat kalah gesit. Banyak yang menganggap sikap Demokrat itu sebagai strategi.

Realita politik saat ini memang kurang menguntungkan bagi Demokrat. Pemenang pemilu kali ini PDIP yang tidak memilki hubungan baik dengan Demokrat. Selain itu pada pilpres 2014 ini hanya ada dua capres yang mampu bersaing: Jokowi dan Prabowo. Sayangnya, Jokowi adalah kader PDIP yang kecil kemungkinan untuk menerima Demokrat sebagai rekan koalisi. Sedang Prabowo memiliki rekam jejak yang dinilai buruk oleh SBY sebagai penentu kebijakan Demokrat.

Masalah bagi Demokrat bertambah karena tidak satu pun peserta ajang pencarian bakal calon presidennya yang berelektabilitas melebihi 2 digit. Bahkan dibanding ARB saja kesebelas peserta konvensi capres Demokrat masih jauh di bawahnya. Kalau ARB yang tingkat elektabilitasnya berada di posisi ke 3 saja tidak menarik untuk diajukan sebagai capres, bahkan untuk partai yang dipimpinnya sendiri, apalagi pemenang konvensi Demokrat.

Tingkat elektabilitas ksebelas peserta konvensi Demokrat tidak ada yang melebihi kisaran 6 %. Kisaran angka yang sama dengan yang dimiliki Jusuf Kalla sebelum pilpres 2009. Meski saat itu JK dipasangkan dengan Wiranto yang tingkat elektabilitasnya lebih tinggi, namun suara didapat pasangan ini justru lebih rendah dari total suara yang didapat Golkar dan Hanura.

Kemudian banyak pendukung Demokrat dan juga politisi seperti Didik J Rachbini yang masih menyandarkan diri pada SBY. Kata mereka SBY akan menjadi faktor penentu pilpres 2014 ini. Masalahnya, masihkah SBY memiliki pamor? Meski dalam kampanyenya Demokrat masih menjual nama SBY dan SBY pun tampil habis-habisan untuk kemenangan Demokrat, tapi dari hasil quick count perolehan Demokrat justru menukik tajam dari pemilu 2009. Apalagi bila membandingkan jumlah peserta pemilu 2014 jauh lebih sedikit dibanding peserta pemilu 2009. Maka, masihkah berharap banyak pada nama besar SBY dalam pilpres 2014 ini.

Mau dukung Jokowi, hubungan Demokrat-PDIP buruk. Mau dukung Prabowo, ada masalah masa lalu yang belum terselesaikan, terlebih SBY memilih berdiri di belakang Wiranto yang menjadi seteru Prabowo pada peristiwa 98. Mau mendukung ARB, berat karena di internal Golkar sendiri pencapresan ARB mulai digugat. Mau mengusung pemenang konvensi, tidak ada yang layak jual. Terlebih nilai jual SBY pun sudah merosot. Ditambah lagi belum ada satu pun parpol yang secara resmi menyatakan dukungannya pada Demokrat. Fakta-fakta inilah yang mungkin membingungkan SBY dalam mengambil sikap politiknya. Akibatnya Demokrat pun terlihat lamban bergerak. Jadi jelas, lambannya gerakan SBY bukan karena strategi politik, tapi karena galau

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun