Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Jika Konflik Golkar Berujung pada Instabilitas Keamanan Nasional, Siapa Dalangnya?

29 November 2014   17:31 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:31 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_356811" align="aligncenter" width="279" caption="Sumber foto Merdeka.com"][/caption]

Atas konflik yang terjadi di Partai Golkar, pinisepuh, sesepuh, Dewan Pertimbangan Partai Golkar sudah mengeluarkan imbauan agar menunda pelaksanaan munas. Namun demikian, dari berbagai pemberitaan kubu pendukung Ical tetap bersikukuh menggelar munas di Bali besok 30 November 2014.

Jika besok pendukung Ical tetap datang ke lokasi munas pasti akan memancing reaksi kubu lawan. Tidak menutup kemungkinan bentrok fisik antar dua kebu yang terjadi beberapa hari lalu terulang. Dan, karena yang akan digelar di Bali adalah munas, maka benturan pun pastinya akan lebih keras lagi.

Pertanyaannya, apa yang sedang dibidik oleh kubu Ical dengan terus ngotot menggelar munasnya? Tetapi, jika dikaitkan dengan faktor keamanan nasional, majunya penyelenggaraan munas dari Januari 2015 ke 30 November 2014 menarik untuk dicermati.

Penyelenggaraan munas di Bali ini berhimpitan waktunya dengan demo “wajib” FPI untuk melengserkan Ahok yang rencananya akan digelar pada 1 Desember 2014 di Jakarta. Unjuk rasa dengan tujuan melengserkan Ahok ini dibungkus dengan aksi jihad konstitusional. Tidak hanya berniat melengserkan Ahok, pada demo 1 Desember nanti sekaligus dimanfaatkan FPI untuk menolak kenaikan harga BBM.

Bukan hanya di Jakarta, pada 1 Desember besok perhatian dunia internasional pun akan mengarah ke Papua. Kekhawatiran bakal terjadinya kerusuhan pada perayaan HUT Papua ini telah disampaikan oleh Australia West Papua Association (AWPA). AWPA menulis surat terbuka kepada Menteri Luar Negeri (Menlu) Australia, Kevin Rud tentang kemungkinan tindakan kekerasan dalam perayaan 1 Desember di tanah PAPUA.

Di saat yang bersamaan, sejak pemerintah menaikan harga BBM aksi penolakan belum juga mereda. Unjuk rasa penolakan kenaikan BBM ini dibumbui dengan unjuk rasa buruh yang mendesak kenaikan upah. Bahkan aksi demo kenaikan harga BBM pada 27 November kemarin di Makassar telah menelan korban jiwa.

Di satu sisi hubungan TNI-Polri sedang merenggang pasca bentrok di Batam, Riau. Menariknya, dalam pengusutan kasus bentrok yang menyebabkan 1 anggota TNI tewas tersebut ditemukan proyektil peluru yang melebur begitu mengenai sasaran. Sedangkan menurut Kapolri, Brimob tidak dbekali dengan peluru jenis tersebut. Dari pihak TNI diketahui ada 3 senapan yang belum dikembalikan. Tidak hanya peluru khusus, bentrokan yang terjadi di Batam juga berlangsung sampai dua kali.

Sementara itu perseteruan antara KIH dan KMP belum juga berakhir. Menariknya, kubu KMP mendadak meminta revisi UU MD3 ditunda. “Kesepakatan” damai antara KIH dan KMP pun tidak jelas lagi ujungnya. Akibatnya, suhu politik nasional masih terus memanas.

Jika konflik antar kubu pada Munas Golkar di Bali tidak diredam, maka besar kemungkinan akan terjadi bentrok fisik seperti beberapa hari lalu. Bentrok fisik antar kubu Golkar ini pastinya akan menjadi sorotan media. Kemudian dikhawatirkan akan “menginspirasi” aksi kekerasan serupa pada demo pelengseran Ahok, HUT Papua, unjuk rasa penolakan BBM, dan demonstasi menuntut kenaikan upah. Apalagi cukup satu lemparan botol minuman untuk memprovokasi bentrokan.

Kekerasan terjadi secara masif di berbagai daerah di tanah air, maka sudah barang tentu keamanan nasional tidak lagi kondusif. Situasi ini diperparah dengan terus menerusnya pihak-pihak tertentu mengobarkan kebencian terkait SARA. Sebagaimana pada 1998, etnis Tionghoa dan Kristen yang menjadi sasarannya.

Jika aparat keamanan, TNI-Polri yang sedang renggang ini, gagal meredamnya, maka situasi ini akan merembet ke istana. Ujung-ujungnya adalah ketidakpercayaan kepada presiden sebagai kepala negara. Situasi keamanan yang nyaris tidak terkendali ini mirip dengan yang terjadi pada 1998 sebelum lengsernya Soeharto. Situasi keamanan yang semakin liar dapat mendorong kubu KMP, dan mungkin juga parpol kubu KIH, untuk menyatakan mosi tidak percayanya.

Kalau ujung dari perseteruan Munas Golkar adalah penggulingan presiden, masihkah kita berpikir bahwa konflik ditubuh Golkar adalah upaya pemerintah untuk memecah belah Golkar? Lalu pertanyaannya, siapa dalang dari “sandiwara” perpecahan Golkar?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun