Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Dari Raut Tegang Jokowi saat Membacakan 2 Keppres, Tergambar Situasi Sulit yang Menghimpitnya

17 Januari 2015   19:47 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:56 1146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tadi sore telah saya tanda tangani dua keppres (keputusan presiden). Yang pertama tentang pemberhentian Jenderal Polisi Sutarman sebagai Kapolri. Yang kedua tentang penugasan Wakapolri Komjen Polisi Badrodin Haiti untuk melaksanakan tugas, wewenang, dan tanggung jawab Kapolri," ujar Jokowi yang didampingi Jusuf Kalla di Istana Merdeka, Jumat malam, 16 Januari 2015.

Dengan pidato singkatnya itu  Jokowi mengakhiri polemik pencalonan Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri. Pelantikan Budi ditunda sementara Kapolri Jenderal Sutarman diberhentikan dan digantikan oleh Wakapolri Komjen Badrodin Haiti sebagai Pelaksana Tugas Kapolri. Lewat layar televisi terlihat ketegangan pada raut wajah Jokowi. Matanya nampak berkaca-kaca menahan emosi?

Sebelumnya serentetan peristiwa mengawali pidato singkat Jokowi malam itu. Diawali dengan permintaan Jokowi kepada Kompolnas untuk mengusulkan calon Kapolri pengganti Sutarman. Kompolnas yang diberi waktu singkat langsung merespon permintaan Presiden dengan merekomendasikan 4 nama perwira tinggi polisi bintang tiga. Tanpa menunggu waktu Jumat 9 Agustus Jokowi mengajukan Komjen Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri kepada DPR.

Kontan pengajuan nama Budi Gunawan yang sebelumnya diberitakan diduga memiliki rekening gendut menuai pro-kontra. Petisi penolakan lewat Change.org ditandatangani. Tanggal 13 Januari KPK menetapkan Budi Gunawan sebt and proper test dan meloloskan usulan Jokowi.

Dengan diloloskannya Budi Gunawan sebagai Kapolri, Jokowi dihimpit dua kekuatan besar tersangka kasus korupsi.

Satu pihak mendorong Jokowi untuk segera melantik Budi. Pihak yang mendorong Jokowi untuk segera melantik Budi Gunawan meskipun sudah ditetapkan sebagai tersangka adalah elit-elit parpol yang terhimpun dalam Koalisi Indonesia Hebat. Sampai Jumat 16 Januari dini hari KIH mengadakan pertemuan di rumah Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.

Pertemuan yang juga dihadiri oleh Surya Paloh, Wiranto, Muhaimin Iskandar, dan petinggi PDIP lainnya itu mendukung agar proses pencalonan Budi Gunawan sebagai Kapolri terus dilanjutkan hingga dilantik. Dalam pertemuan itu, mereka sekaligus menyayangkan penetapan status tersangka pada Budi Gunawan.

Tapi, pihak yang menentang pencalonan Budi Gunawan pun tidak kalah keras. Penentang pencalonan menyampaikan petisi penolakannya lewat Change.org. Pernyataan-pernyataan penolakan juga disuarakan lewat media sosial lainnya seperti Facebook dan Twitter. Di kanal politik Kompasiana, kompasianer menyuarakan penentangannya lewat sejumlah  artikel.

Menariknya dalam kasus pencalonan Budi Gunawan ini, dua  kekuatan yang mendukung dan menolak sama-sama merupakan pendukung Jokowi sebagai capres. Kedua kekuatan ini saling berbenturan. Terakhir, Jumat 16 Januari pendukung Jokowi menyambangi Istana Merdeka untuk menyampaikan penolakannya.

Sementara elit Kolalisi Merah Putih beramai-ramai mendorong Jokowi untuk segera melantik Budi Gunawan. Alasannya KMP sama dengan KIH, semua proses telah dilalui sesuai konstitusi. Tidak ada perundang-undangan yang dilanggar dan azas praduga tidak bersalah dijadikan alasan untuk menyegerakan pelantikan Budi Gunawan.

Dalam pada itu mantan Presiden SBY yang juga Ketua Umum Partai Demokrat berkicau lewat @SBYudhoyono. "Mari kita selamatkan Negara, Presiden dan Polri," kicau SBY. “Dengarkan suara rakyat," kata SBY yang juga Ketua Umum Partai Demokrat ini.

Tergambar bagaimana tekanan luar biasa yang menghimpit Jokowi. Mungkin inilah yang dimaksud pihak Istana yang mengatakan Jokowi berada dalam situasi sulit. Sulit bagi Jokowi untuk menutup diri atas desakan elit-elit KIH untuk memilih dan melantik segera Budi Gunawan. Mungkin ini yang menyebabkan Jokowi mengajukan Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri. Tanpa dukungan KIH, Jokowi tidak akan mampu menghadapi kekuatan politik Senayan.

Di sisi lain Jokowi sudah mengetahui bila nama Budi Gunawan termasuk dalam nama calon menteri yang diberi stabilo merah oleh KPK. Apalagi publik telah mengetahui bila Budi Gunawan diberitakan Tempo sebagai salah seorang perwira polisi yang memiliki rekening gendut. Jokowi pastinya sudah memperkirakan bila rakyat, terutama pendukungnya, akan bereaksi keras menolak pilihannya. Ditinggal oleh pendukungnya pasti akan lebih menyakitkan bagi Jokowi.

Sebenarnya, bagaimana isi pikiran Jokowi dalam kasus ini? Di mana keberpihakan Jokowi secara pribadi?

Menarik untuk mencermati  status Blackberry Messenger (BBM) Iriana, istri Jokowi yang ditujukan kepada KPK. “Tks KPK.” Hanya dua kata singkat itu yang disampaikannya. “Tks KPK” yang mungkin berarti “Thanks KPK“. Status BBM ini disampaikan Iriana selang 2 jam setelah KPK menetapkan calon Kapolri pilihan suaminya sebagai tersangka.

Kenapa Iriana yang sebelumnya tidak turut campur urusan politik suaminya mendadak “terjun langsung” dalam perseteruan sengit yang melibatkan elit politik, Polri, KPK, LSM, dan pendukung suaminya sendiri? Apakah “Tsk KPK” sejatinya ungkapan perasaan Jokowi yang disampaikan kepada Istrinya. Jika benar, begitu besarkan tekanan yang menghimpit Jokowi sampai tekanan itu diungkapkannya kepada istrinya.

Jika melihat raut wajah terutama mata Jokowi dari video ini, terbaca beratnya beban yang dipikulnya. Pidato itu dibacanya dengan mata yang terlihat nanar. Ketegangan juga terlihat dari otot-otot pipi Jokowi yang menegang. Tidak nampak sekali pun dan sedetik pun ulasan senyumnya. Setelah membaca pidato singkatnya Jokowi berlalu tanpa menoleh sedikit pun. Jokowi berlalu dengan kepala sedikit menunduk yang menandakan ia masih menahan atau menekan gejolak emosi. Orang yang melepas emosinya secara tidak sadar menegakkan kepalanya. Bisa diartikan masih ada persoalan besar yang harus dihadapi Jokowi terkait pencalonan Budi Gunawan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun