"Kan itu diduga. Dia bisa saja punya beberapa alamat. Kami maunya terbuka, terus konotasi seolah-olah saya membela ini," kata Kabareskrim Komjen Budi Waseso atau Buwas di Ruang Rapat Utama Mabes Polri, Jakarta Selatan, Ahad, 22 Februari 2015.
Sepertinya Buwas tidak mempersoalkan perihal Komjen Budi Gunawan (BG) yang memiliki dua KTP. Menurutnya, polisi dalam menjalankan tugas untuk kepentingan penyelidikan maupun penyidikan hampir pasti menggunakan identitas palsu. Katanya, BG yang juga mantan atasannya tersebut mempunyai dua KTP dengan identitas dan alamat asli.
"Kalau Pak BG itu kan ada yang Gunawan dan Budi G., semua itu kalau saya lihat fotonya beliau, namanya juga nama beliau," tandasnya.
Ini benar-benar menarik, di saat Polri tengah mengusut pemalsuan dokumen yang dilakukan oleh Ketua KPK non-aktif Abraham Samad, di waktu yang bersamaan terungkap bila BG diketahui memiliki KTP ganda. Lebih menarik lagi jika melihat reaksi petinggi Polri, khususnya Buwas yang seolah menutup mata atas dugaan kepemilikan ganda KTP oleh mantan atasannya.
Standar ganda polisi yang ditunjukkan dengan mengusut pemalsuan dokumen yang dilakukan Samad, namun menutup mata pada tindakan serupa yang dilakukan oleh anggotanya ini sedikit banyak mirip-mirip dengan pembantaian ksatria yang dilakukan oleh Ramaparasu..
Ramaparasu adalah tokoh dari kisah Arjuna Sasrabahu. Dikisahkan ketenteraman dunia dikacaukan oleh ulah kaum ksatria yang gemar berperang satu sama lain. Ramaparasu yang geram melihat kondisi tersebut bersumpah akan membunuh seluruh ksatria demi tentramnya dunia. Ia pun kemudian turun gunung untuk menumpas para ksatria.
Tokoh Ramaparasu yang hidup sebelum masa Ramayana (jadi jauh sebelum Mahabarata) ini sangat ditakuti. Akibatnya, setiap ada kabar ia akan lewat di suatu daerah, seluruh penduduk lari tunggang langgang menjauh. Tidak terhitung jumlah ksatria yang tewas dalam pembantaiannya. Bahkan, untuk menghabisi seluruh ksatria, Ramaparasu mengelilingi dunia sampai tiga kali. Setelah merasa cukup, Ramaparasu pun mengadakan upacara pengorbanan suci di suatu tempat yang kelak disebut dengan Kurusetra.
Itulah standar ganda Ramaparasu. Di satu sisi Ramaparasu bersumpah untuk menghabisi seluruh ksatria yang dianggapnya telah melakukan pembunuhan yang menyebabkan ketidaktentraman dunia, Tetapi, ia sendiri melakukan pembunuhan. Membenci tindak pembunuhan, tetapi ia sendiri justru melakukannya. Jadi, apa bedanya dengan polisi yang menindaklanjuti laporan masyarakat terkait pemalsuan dokumen yang diduga dilakukan oleh Samad, tetapi anggota, bahkan petinggi Polri sendiri melakukannya.
Wajar saja jika ada anggota kepolisian yang memiliki kartu identitas palsu, asal kartu identitas palsu itu digunakan dalam rangka tugas, misalnya ketika menyamar. Tetapi, menjadi tidak wajar jika kartu identitas tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi, seperti membuka rekening di bank atau untuk transaksi keuangan lainnya.
Di Indonesia, jangankan membuat KTP palsu, membuat KTP aspal pun mudah. Bahkan, sebagaimana yang diberitakan dalam lipsus.kompas.com, Arli yang ditangkap oleh Densus 88 pada tahun 2012 memiliki KTP hingga berjumlah 10 lembar. Pada kesepuluh KTP-nya Arli menggunakan nama yang berbeda-beda. Demikian juga dengan anggota teroris lainnya, Warisno, yang dalam aksinya menggunakan nama KTP Wartoyo.
Dan, ini baru standar ganda Polri dalam soal dugaan pemalsuan dokumen. Masih ada standar ganda lainnya yang menyita perhatian publik, semisal kasus tabrak lari yang dialami oleh putra Indra Azwan di Malang yang diduga dilakukan oleh salah seorang perwira polisi. Sampai sekarang, bahkan setelah Azwan datang ke Istana untuk menemui Presiden SBY, kasus tabrak lari ini belum juga jelas tindak lanjutnya.
Entah sampai kapan “praktek” standar ganda ala Polri ini berakhir? Tetapi, pastinya, dalam kisah Arjuna Sasrabahu, Ramaparasu dikisahkan belum mati dan masih hidup hingga kini.
Sumber:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H