Aneh juga melihat banyak Teman Ahok yang senang gembira ria bersuka cita dengan dukungan yang didapat dari Nasdem. Harusnya, mereka berhati-hati dalam menerima dukungan dari siapapun. Karena bisa jadi jadi dukungan tersebut “bersianida”. Berikut 4 alasan agar Teman Ahok segera memutuskan untuk menolak dukungan Nasdem.
Pertama, Nasdem mendukung, bahkan dikatakan Nasdem mencalonkan Ahok sebagai calon Gubernur DKI, pertanyaannya, apa bisa Nasdem mengajukan Ahok sebagai calon gubernur? Bukankah pasangan calon kepala daerah harus didukung minimal 20 persen dari kursi DPRD, atau 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilu di daerah yang bersangkutan. Nah, 20 % dari kursi DPRD itu sama dengan 21,2 kursi yang dibulatkan menjadi 22 kursi. Sementara, jumlah kursi yang dimilik Nasdem di DPRD DKI hanya 5 kursi. Jadi, jelas Nasdem tidak mungkin bisa mengusung Ahok sendirian, kecuali ada beberapa parpol yang ikut bergabung. Dan itu pun akan menjadi masalah sebab Nasdem bukan parpol dengan pemilik “saham” terbesar.
Kedua, sikap Nasdem yang belum apa-apa sudah menyatakan dukungan kepada Ahok patut dipertanyakan juga. Apakah Nasdem sudah tidak punya kader yang bisa jadi calon pemimpin sehingga pagi-pagi buta sudah mendukung Ahok yang bukan kadernya? Seharusnya Nasdem bisa memanfaatkan waktu sekitar setahun ke depan untuk menjaring calon pemimpin dari internal partainya atau dari eksternal. Mungkin bisa menggelar konvensi atau yang lainnya.
Bagaimana dengan kader Nasdem yang merasa tidak dianggap oleh partainya sendiri? Didukungnya Ahok oleh Nasdem sedikit banyak menimbulkan kecemburuan pada para kader Nasdem. Kecemburuan dari para kader Nasdem tentunya akan mempengaruhi usaha pemenangan Ahok nantinya.
Pada Pilgub Jabar 2013 Dede Yusuf hanya berada diurutan ketiga, Padahal pada pilgub 5 tahun sebelumnya Dede menjadi peraup suara bagi pasangannya. Pasalnya, pada Pilgub Jabar 2013 Dede bukan lagi kader PAN, tetapi Demokrat. Dan ketika Dede maju dengan dukungan Demokrat dan PAN, keder kedua parpol tersebut angin-angin dalam memenangkannya. Kader Demokrat menganggap Dede cuma anak kos. Sementara kader PAN sudah tidak menganggap Dede sebagai kadernya lagi.
Contoh lainnya, dalam sidang MK terkait gugatan pasangan Prabowo-Hatta terungkap jika saksi-saksi yang berasal dari PKS tidak memahami Formulir C1. Sehingga ketika Hakim MK bertanya, mereka tidak dapat menjawabnya. Dari situ bisa dinilai kalau PKS tidak sungguh-sungguh mengedukasi kader-kadernya untuk menjadi saksi pada Pilpres 2014.
Ketiga, dukungan Nasdem pastinya satu paket dengan kampanye yang akan disuarakan oleh media-media milik Ketum Nasdem Surya Paloh. Masalahnya, seberapa efektif peran dari media-media tersebut dalam meningkatkan elektabilitas Ahok? Nyatanya, meski ditayangkan berulang-ulang dalam durasi yang bikin pemirsanya bosan, tingkat elektabilitas Surya Paloh tetap berkutat di sekitar angka 2,5 %. Artinya, dukungan media pro-Nasdem tidak efektif untuk mendongkrak tingkat keterpilihan.
Keempat, dan, yang menghawatirkan jika terjadi penggiringan opini yang melekateratkan Nasdem dengan Ahok. Hal ini tentu berbahaya bagi Ahok mengingat pada saat ini mantan Sekjen Nasdem Rio Capella tengah menjalani persidangan kasus korupsi dana bansos. Sejumlah media pesaing Metro TV pastinya akan gegap gempita menggedor-gedor kasus ini. Masalahnya lagi, rating media pesaing tersebut lebih tinggi ketimbang rating Metro TV. Demikian juga dengan rating web versi alexa.
Dalam menyiapkan jagoanya untuk terjun pada kompetisi seketat Pilgub DKI, setiap parpol pasti akan membentengi jagoannya dari setiap serangan. Itulah kenapa nama-nama calon baru diumumkan jelang menit-menit akhir waktu pendaftaran. Karenanya, bisa dikatakan dukungan Nasdem kepada Ahok ketika “hari masih subuh buta” ini terbilang aneh.
Wajar kalau kita menaruh kecurigaan. Ada apa sih, kok “subuh-subuh” sudah main dukung-dukungan. Partai lain saja masih pada mimpi. Ada yang masih mimpi mendukung Ahmad Dani. Ada yang mimpi mengusung Eko Patrio. Atau jangan-jangan dukungan Nasdem kepada Ahok juga main-main seperti dukungan PKB kepada Ahmad Dani atau dukungan PAN kepada Eko Patrio. Kalau memang dukungan itu main-main, artinya sama saja Nasdem menganggap Ahok selevel dengan pelawak Eko Patrio.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H