Konsumsi masyarakat, investasi, hingga aktifitas impor-ekspor nasional dikhawatirkan terpukul bila Omicron merajalela, sehingga di sinilah pentingnya peran Pemerintah. Pengalaman varian Delta lalu bisa menjadi pelajaran berharga, dimana Pemerintah tidak bisa lagi menggunakan strategi catenaccio a la sepakbola Itali yang cenderung bertahan.
Strategi Penanganan
Omicron harus ditangani dengan lebih agresif. Kita tidak boleh menunggu atau pasif, tapi bagaimana segera melakukan antisipasi. Strategi gegenpressing a la Manchester United yang menuntut para pemain menekan lawan secara konsisten dan terorganisir, bisa dijadikan referensi atau diadopsi.
Pressing dengan mempersempit pergerakan atau potensi penularan virus bisa dilakukan dengan menggalakkan lagi gerakan 3M yang mulai luntur di masyarakat. Kesadaran protokol kesehatan (prokes) di masyarakat, tempat kerja hingga ruang publik harus menjadi perhatian. Percepatan program vaksinasi juga harus terus digeber guna mencapai target aman Herd Immunity.
Mengingat faktor-faktor pendorong perekonomian rentan terinfeksi Omicron, maka Pemerintah harus memaksimalkan peran belanja (APBN) dalam menyokong denyut ekonomi nasional. Sebagaimana gegenpressing tadi, Pemerintah dituntut konsisten dan efektif dalam penyaluran program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Celah-celah yang diperkirakan terdampak, secara responsif segera ditutup dengan stimulus.
Hal itu memang tidak mudah, mengingat dalam 2 tahun terakhir Pemerintah sudah habis-habisan memberikan stimulus fiskal (PEN), yaitu tahun 2020 dengan PAGU sebesar Rp695,2 triliun dan tahun 2021 dengan PAGU sebesar Rp744,77 triliun. Padahal tahun 2022 merupakan tahun terakhir defisit diperkenankan melebihi 3 persen, sebagaimana UU 2 tahun 2020.
Perlu diingat, bahwa Omicron bukan satu-satunya ancaman ekonomi nasional saat ini bahkan di tahun 2022 nanti. Ada risiko peningkatan suhu lingkungan global yang mendorong ketidakpastian (volatile) di akhir tahun ini. Menteri Keuangan dalam suatu kesempatan menyampaikan bahwa tapering yang berakibat likuiditas turun dan suku bunga naik di Amerika Serikat, ditambah lonjakan inflasi Eropa, memberi pressure pada Bank Sentral. Kondisi ini akan berdampak pada capital flow emerging country, sehingga nilai tukar rawan tertekan.
Kemampuan Pemerintah dalam mengonsolidasikan peran APBN akan memegang peranan penting. Namun itu belum cukup, perlu dukungan percepatan program vaksinasi nasional dan juga pengendalian prokes di masyarakat. Bila kombinasi ketiganya berjalan efektif dan terorganisir, maka gegenpressing dipastikan dapat mengendalikan ancaman Omicron terhadap ekonomi nasional. Aamiin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H