[caption id="attachment_124695" align="alignleft" width="300" caption="Rusuh Batam (source: Reuters)"][/caption]
"Orang Indonesia bodoh-bodoh" begitu kurang lebih kata seorang warga negara asing di sebuah pabrik. Para karyawan yang orang indonesia pun marah-marah gak karuan. Barang-barang dirusak dan dibakar termasuk sedikitnya sebuah gudang. Dan satu lagi kerusuhan di kawasan industri terjadi di Indonesia setelah rusuh Koja.
Mengapa gampang sekali rusuh di kawasan industri? Jelas di situ adalah wilayah superbusy activities and high tension. Setiap orang sibuk cari makan dan punya kepentingan masing-masing. Di sini pula uang banyak berputar dan dikembangbiakkan. Investor menekan manajemen, manajemen menekan pekerja, pekerja marah dan membakar aset-aset investor.
WNA yang kebetulan orang India ini tentu tidak paham psikologi massa dan cross cultural understanding. Meskipun dia dalam posisi tertekan sebagai manajemen tapi hendaknya bersikap arif dan bijaksana dalam menyikapinya. Hal-hal yang berbau SARA bisa mudah menyulut aksi anarki. Jadi siapa yang sebenarnya bodoh ya?
Rusuh-rusuh semacam ini sangat mudah terulang di mana saja khususnya di kawasan industri bila masing-masing pihak tidak memiliki sikap saling menghargai satu sama lain. Ada sebuah komentar dari pejabat bahwa rusuh di batam ini hany berdampak kecil. Menurut saya pribadi tidak demikian. Memang rusuh ini kecil kerugiannya namun multiplier effectnya bisa besar bila kita semua tidak melakukan tindakan yang signifikan dalam pencegahan rusuh-rusuh serupa. Apalagi batam adalah sebuah kawasan industri yang cukup terkenal di kalangan buruh. Buruh-buruh yang lain bisa meniru aksi anarki serupa dengan alasan dan latar belakang yang beragam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H