Mohon tunggu...
Gatot Arifianto
Gatot Arifianto Mohon Tunggu... -

http://www.gatotarifianto.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kesuksesan Cantik Buyung dan Amai

12 Februari 2011   09:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:40 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ketika di kota-kota besar muncul gejala sosial, dimana ketidakmampuan ekonomi melahirkan gelombang dehumanisasi yakni mengemis. Di suatu tempat di Sumatera, Buyung yang buta sedari kecil bersama ibunya yang sudah renta, Amai Nila, tak segan membekal pisau, membuat daun-daun kelapa jadi sapu lidi, dan kemudian menjualnya meski dengan hasil tak seberapa.

Setiap berjualan sapu lidi, Buyung yang tak mengenal warna selain hitam, meski menjadi kuda. Menarik gerobak dengan beban sapu-sapu lidi dan juga ibunya yang menjadi mata kemana langkah harus menuju. "Biar pun kita miskin, pantang mengemis. Ayo bekerja bikin sapu lidi!" Adalah degup keyakinan yang diselipkan Amai Nila pada jiwanya.

Kisah Buyung dan Amai Nila yang disampaikan pada ulang tahun Kick Andy beberapa waktu lalu, sungguh, begitu kuat menarik ingatan pada EQ (Emotional Quotient) atau biasa disebut kecerdasan emosional. Yang berarti, suatu kecerdasan yang berupaya menciptakan keseimbangan dalam diri dan bisa mengusahakan kebahagian dari dalam dirinya sendiri, serta mengubah sesuatu yang buruk menjadi sesuatu yang positif dan bermanfaat.

Bertolak belakang jauh dengan orang-orang yang menjatuhkan harga dirinya dengan menengadahkan tangan di jembatan-jembatan penyeberangan, berjalan dari toko ke toko atau beraksi di perempatan lampu merah dengan dramatisir yang membangun getir. Perbuatan Buyung dan Amai Nila bisa tidak bisa adalah tanda jika mereka pun berhasil dan sukses!

Hal yang selama diidentikan dengan kata materi-duniawi. Dinding tebal yang memaksa budi luhur sampai dengan kematangan jiwa, seolah tak berhak memasuki ranah berhasil dan sukses. Sebuah paradigma salah kaprah yang meski dibenahi. Sebagaimana kenyataan dehumanisasi yang meski dibenahi juga oleh pemerintah.

Jadi, setujukah jika Buyung dan Amai Nila yang meyakini iman demikian, berani tidak mencuri dan sejenisnya disebut berhasil dan sukses?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun