Mohon tunggu...
Gatot Adis
Gatot Adis Mohon Tunggu... -

Saya penggemar ke NUSANTARAAN, lokalitas yang penuh sumber inspirasi dalam berpengetahuan. Nusantara yang melahirkan jiwa "andap ashor", saling hormat menghormati, tidak ingin menang sendiri. Budaya yang agung yang melahirkan diri saya.... saya sangat mencintainya.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tidak Ada Anak Indonesia yang Bodoh?

23 Januari 2012   04:14 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:33 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1327291904887066372

[caption id="attachment_157880" align="alignleft" width="300" caption="yohanessurya.com"][/caption] Prof. Yohanes Surya, “ tidak ada anak Indonesia yang bodoh”. Adalah sebuah kalimat yang membangkitkan semangat dan motivasi, masih ada sepercik harapan tentang masa depannegeri ini. Prof. Yohanes buktikan dengan mencetak anak-anak negeri ini menjadi juara-juara olimpiade Internasional di bidang Fisika.

Ketika ingin anak-anak yang berasal dari provinsi Papua menjadikan juara olimpiade, pada awalnya menjumpai masalah, karena persyaratan yang diajukan adalah IQ minimal harus 140. Ternyata sulit untuk ditemukan dengan persyaratan tersebut, akhirnya secara acak diambil 27 anak Papua. Setelah dibina oleh Surya Institut, hasilnya luar biasa, mereka siap untuk diterjunkan di Olimpiade (pernah disiarkan pada acara Kick Andy).

Ada beberapa catatan yang mungkin dapat untuk kita renungkan bersama, antara lain adalah:

1.Kalimat “tidak ada anak Indonesia yang bodoh”, sebuah kata optimis dan semangat nasionalis yang seharusnya dimiliki dan dijiwai oleh guru-guru, di negeri ini. Semangat untuk “memintarkan” anak didik harus selalu menjadi fikirannya.

2.“Sebodoh” apapun anak didik, kalau di “ajar” oleh guru yang baik/pintar, bermotivasi maka akan menghasilkan anak-anak didik yang pandai. Jadi dalam kasus meningkatkan kwalitas pendidikan yang lebih penting adalah menjadikan guru yang baik dan bermotivasi (ingat bahwa sertifikasi guru tujuannya adalah memprofesionalkan guru).

3.Atau Olimpiadenya yang seharusnya hanya cukup diikuti oleh anak yang “bodoh”.Sebenarnya perlu direnungkan bersama, mengapa yang menjadi juara olimpiade ini selalu dari Negara yang berkembang? Kok bukan anak dari negara maju (Jepang, Amerika, Inggris, Jerman dan lain-lain)? Dan ketika masuk ke tingkat pendidikan tinggi, negeri ini jauh ketinggalan. Bangsa kita tingkatnya hanyalah tingkat operasional (TKI intelektual), bukan menegerial. Mana anak-anak kita yang dulu juara olimpiade, menjadi apa? Ini perlu kita renungkan.

4.Jadi perlukah kurikulum kita berfakus ke olimpiade? Haruskah anak-anak kita belajar ilmu “olimpiade” jam 07.00 sampai jam 15.00, sementara banyak ilmu-ilmu yang harus dipelajari dengan cara berinteraksi dengan masyarakat. Dan haruskan mengorbankan dunianya (dunia bermain) hanya karena salah orientasi pendidikan kita?

Sebagai guru, ayo bersemangat, “mencerdaskan, memintarkan, memandaikan, menerangkan” anak didik kita. Dan ayo tetap terus belajar untuk menjadi guru yang “PANDAI”.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun