Seperti biasa, setiap pagi sebelum beraktivitas saya sempatkan diri untuk menengok Kompas cetak. Bedanya, ketika membaca edisi kemarin (edisi 4 Maret 2019), saya lumayan terkenyut dengan sebuah iklan sehalaman penuh. Saya kira iklan peluncuran brand mobil atau gadget baru.
Biasanya di bulan Maret hingga April promosi brand mobil, gadget atau barang elektronik bermunculan. Ini karena tidak lama lagi musim pembagian dividen akan tiba. Di bulan April sebagian investor saham bakal tersenyum karena mendapatkan tambahan cuan.
Tetapi ternyata saya salah. Iklan super besar full color itu adalah iklan dari Facebook. Bukan iklan brand atau corporate Facebook, melainkan semacam iklan layanan masyarakat.Â
Iklan Facebook tersebut tampil begitu sejuk dengan teks warna biru khasnya (pantone PMS 7684 C) dengan latar blank atau putih kertas koran. Teksnya juga bagus dan persuasif dua jempol buat tim kreatifnya, khususnya copywriter-nya.
Walaupun saya bukan pengguna Facebook, saya ikut merasa bahagia dengan iklan itu. Ini karena konten iklan itu yang mengajak para penggunanya untuk berhati-hati dalam membaca ataupun membagikan suatu informasi di Facebook. Ajakan itu disampaikan lewat teks yang santun yang akan membuat sebagian warganet yang membaca iklan tersebut bakal tergerak hatinya.
Iklan Facebook tersebut nampaknya merupakan tindak lanjut dari langkah Facebook yang kabarnya merekrut sebanyak 15 ribu orang di seluruh dunia yang bertugas untuk meninjau konten yang dilaporkan karena berpotensi melanggar standar komunitasnya. Para peninjau konten ini berasal dari lingkup geografis yang luas dengan lebih dari 50 penutur bahasa termasuk Bahasa Indonesia (sumber).
Ini mengingatkan kita pada Wikipedia yang memiliki banyak sukarelawan di seluruh dunia yang menjadi kontributor dalam memproduksi dan meninjau konten di Wikipedia.Â
Sebagai platform media sosial (medsos) dengan pengguna aktif terbanyak di dunia yaitu 2,32 miliarar pengguna (berdasarkan data CrowdTangle pada Januari 2019 (sumber), langkah itu dipandang perlu dan penting oleh Facebook sebagai sikap atas maraknya konten negatif yang merebak hebat akhir-akhir ini di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.
Dalam konteks tanah air, langkah Facebook tersebut rasanya sungguh tepat dan wajar. Ini mengingat suhu politik nasional yang kian memanas, yang berpotensi mendorong munculnya sejumlah konten negatif.Â
Lihat saja kabar bohong ataupun ujaran kebencian yang berseliweran di ranah medos. Informasi demikian muncul di medsos karena sifatnya yang masif sehingga informasi apapun dapat tersebar secara luas atau viral.
Facebook kabarnya menjadi medsos yang dinilai paling panas tensinya karena ada banyak sekali informasi negatif di sana. Twitter dan Instagram pun belakangan juga terpapar konten-konten negatif.Â