Langkah mereka menginspirasi sejumlah orang untuk melakukan hal yang sama. Â Akhirnya kedua bersaudara itu mantap memulai bisnis film di tahun 1905 setelah menyadari prospek film di masa depan. Padahal mereka sempat mengatakan bahwa film tidak memiliki masa depan yang cerah.
Industri film pun kian berkembang dengan pesatnya. Ribuan karya film diproduksi setiap tahunnya oleh berbagai studio film di seluruh dunia. Studio film berlomba-lomba membuat film terbaik dan box office. Mereka memproduksi film dengan berbagai genre. Karya film pun kini diapreasiasi lewat ratusan festival film dan anugerah film tahunan yang tersebar di seluruh penjuru dunia.
Oh ya, mengenai genre film, menurut situs filmsite.org genre utama film adalah action (aksi atau laga), adventure (petualangan), comedy (komedi), crime and gangster (kriminal dan gangster), drama, epics / historical (epic / sejarah), horror, musical / dance (musik / tarian), science fiction atau sci-fi (fiksi ilmiah), war (perang) dan westerns (koboi).
Dari genre utama film itu ada sub-genre dimana masing-masing genre utama memiliki banyak sekali sub-genre. Misalnya untuk genre aksi atau laga terdapat sub-genre antara lain: action/adventure drama, spy, suspense-thriller, dan lain-lain. Atau sub-genre film komedi antara lain: parody, black comedies, slapstick, dan lain-lain. Â
Menariknya, di Indonesia sendiri menurut pengamatan saya sebutan genre film nampaknya kurang begitu populer. Masyarakat menyebut genre film dengan, misalnya: film Indonesia, film barat, film India, dan belakangan yang sedang populer adalah film Korea, tidak memandang genre utama film. Negeri asal film justru menjadi genre film dimana seharusnya disebut sebagai sub-genre.
Entah disadari atau tidak, masyarakat kita memiliki pemahaman tersendiri dalam memandang karya film. Film dari negeri Tirai Bambu, khususnya film berlatar waktu zaman dinasti, cenderung disebut film silat Mandarin atau film kungfu walaupun tidak semua film tersebut menyajikan adegan aksi kungfu. Atau mungkin ada sedikit adegan pertarungan tetapi itu hanya sebagai bumbu pelengkap film.
Ada sebagian masyarakat yang menyebut film silat Mandarin merujuk pada beladiri asli Indonesia, pencak silat. Rupanya, kebiasaan orang Indonesia yang menggeneralisasi sesuatu merambah hingga di ranah perfilman tanah air. Semua bela diri dipahami sebagai pencak silat. Hehe.
Contoh lainnya, sebutan film India sudah pasti adalah film produksi Bollywood dengan bintang-bintang terkenal India lengkap dengan paket tarian-tariannya. Mau genre apa saja tetap saja ada tarian di film India. Jadi bisa dibilang, sebenarnya hampir semua film India adalah film musik.
Tetapi, sejauh ini saya belum pernah menonton film horor India. Apakah film genre ini juga memasukkan unsur tarian? Nah, artikel di Brilio.net ini sepertinya menjawab pertanyaan saya. Khusus film horor India, ternyata tidak terdapat adegan tarian.
Belakangan film Korea juga demikian. Masyarakat biasa menggeneralisasi semua genre film produksi Negeri para Oppa itu disebut dengan "Film Korea" tanpa memandang genre. Padahal film Korea juga terdapat genre drama, horor, komedi dan lain-lain.
Lumire bersaudara, sosok paling awal di industri film itu sudah lama tiada. Louis wafat pada 6 Juni 1948 sementara sang kakak Auguste pada 10 April 1954 dan. Rumah mereka di Lyon kini menjadi museum yang disebut dengan Institut Lumire. Walau mereka tiada, mereka mewariskan sesuatu yang bernilai bagi manusia, yaitu film.