Apakah cairan itu sudah ada di sana sejak dua ribu tahun lalu? Sulit untuk diperoleh jawabannya. Jika ya, maka akan timbul pertanyaan baru tentang air di dalam sarkofagus yang tidak mengalami evaporasi selama sekira dua ribu tahun lamanya.Â
Jika memang air got, karena tanah di sekitar sarkofagus itu kering, bisa jadi itu adalah air hujan yang merembes masuk ke dalam sarkofagus kala musim penghujan.
Sebagai catatan, tiga kerangka itu sebelumnya adalah mumi yang karena terendam air menjadi terdekomposisi, membuat air berwarna merah, kental dan berbau busuk. Mengenai badan dan tutup sarkofagus yang tersegel oleh mortar, bisa jadi kualitas mortar menurun setelah dua ribu tahun, membuka celah diantara badan dan tutup sebagai jalan masuk air.
Namun jika cairan itu itu adalah senyawa kimia, dimana kemungkinan digunakan untuk mendekomposisi tiga jenazah didalamnya, maka itu perlu diteliti lebih lanjut mengapa ada perlakuan jenazah yang berbeda.Â
Seperti kita ketahui, jenazah pada masa Mesir kuno, khususnya jenazah keluarga kerajaan, diawetkan dengan dimumifikasi. Memang ada yang menduga cairan itu adalah air raksa namun segera dibantah dengan pernyataan bahwa itu hanyalah air got.
Tetapi perlu diketahui pula, bahwa pernah ada penelitian mumi di Mesir yang mengungkap bahwa terdapat endospora pada tubuh mumi yang berusia ribuan tahun. Bisa saja mumi yang terendam di dalam sarkofagus hitam itu mengandung bakteri berbahaya atau bisa saja virus.Â
Atau mungkin saja dulu ketika masih hidup mereka mengalami suatu penyakit yang disebabkan oleh virus tertentu sehingga harus dikubur di dalam sarkofagus tersebut.
Rolf Halden, seorang profesor dan direktur dari Center Enviromental Health Engineering pada Biodesign Institute di Arizona State University mengatakan bahwa cairan merah itu tidak boleh diminum karena ada ribuan virus dan bakteri yang membentuk endospora yang berpotensi membahayakan kesehatan. Endospora ini bisa hidup ribuan bahkan jutaan tahun lamanya. (sumber)
Saya kira semua ahli dan praktisi kesehatan di seluruh dunia akan sepakat dengan pendapat Profesor Halden. Nah, setelah Profesor Halden berpendapat demikian, apakah petisi itu akan dilanjutkan? Saya harap tidak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H