Mohon tunggu...
Gatot Tri
Gatot Tri Mohon Tunggu... Administrasi - Swasta

life through a lens.. Saya menulis tentang tenis, arsitektur, worklife, sosial, dll termasuk musik dan film.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Membaca Tanda Koalisi PPP - Gerindra

20 April 2014   05:30 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:27 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13979215191631641696

Ada kejutan menarik tentang koalisi antara Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dengan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) yang diresmikan tanggal 18 April 2014 lalu. Kejutan pertama, inilah koalisi resmi pertama sejak Pemilihan Umum Legislatif (Pileg) 9 April lalu yang hitungan real count-nya saja belum diungkap. Sementara partai-partai lain sibuk wira-wiri menimbang koalisi, berita tersebut membuat publik serempak mengekspresikan “Wow, aku tercengang” ala Fitrop ketika mengomentari data-data Cak Lontong di sebuah acara komedi di salah satu stasiun televisi nasional.

Kedua,  PPP sebagai partai agamis berbasis Islam baru saja meretas jalan bersama partai-partai berbasis Islam lainnya untuk membuat Koalisi Indonesia Raya yang digagas Amien Rais yang belakangan harum semerbak. Diyakini, langkah partai-partai Islami tersebut bakal memuluskan jalan mengusung Capres sendiri.

Ketiga, bersatunya PPP dengan Gerindra kabarnya adalah keputusan sepihak sang pemimpin, Suryadharma Ali (SDA), yang sebenarnya tidak direstui oleh fungsionaris partai berlambang Ka’bah itu. Tuduhan koalisi ilegal datang dari pengurus partai yang menggelar pertemuan mendadak di malam hari pada 18 April 2014 lalu. Para kader PPP dibuat bingung dengan koalisi resmi ini, karena keputusan diambil sang petinggi tanpa melalui mekanisme Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) sebagai forum tertinggi masalah koalisi. Kabar angin sebelumnya menyeruak bahwa PPP akan membuka hati kepada PDIP untuk berkoalisi. Sayangnya, kedatangan SDA pada salah satu kampanye Pileg partai Gerindra lalu belum ditangkap sebagai indikasi.

[caption id="attachment_332425" align="aligncenter" width="300" caption="Prabowo dan Suryadharma Ali dalam jumpa pers di DPP PPP, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (18/4/2014). Sumber: Kompas.com 18 April 2014."][/caption]

Tapi mengapa PPP mengikat janji dengan Gerindra? Meminjam bahasa anak gaul sekarang: Miapah? Secara PPP tuh partai Islam gitu lohhh. Secara PPP udah deal sama partai-partai Islam bikin koalisi.. Hellooo?? :) Ya, koalisi yang dicanangkan Jumat petang 18 April 2014 tersebut merupakan keputusan yang berani dan kontroversial bagi partai berideologi Islam yang sudah berkutat di ranah politik RI sejak 1973 ini. SDA bahkan sudah berani menyebut koalisi tersebut dengan nama koalisi Gabah atau singkatan dari Garuda (lambang partai Gerindra berupa kepala burung Garuda) dan Ka’bah (lambang partai PPP).

Gerindra yang beraliran nasionalis, sebagai salah satu partai papan atas dari Hasil Hitung Cepat Pileg 2014 lalu, berusaha menjadi tuan rumah yang baik. Dia menerima tamu dari kaum, golongan atau kasta manapun termasuk niatan berpadu dengan partai papan tengah dan bawah, partai beraliran nasionalis ataupun yang berbasis keagamaan. Gerindra merasa bahwa koalisi dengan partai manapun asal bisa selaras, akan membawa berkah di lima tahun nanti, termasuk koalisi dengan PPP.

Bila kita cermati koalisi tersebut, terlihat dua hal menarik. Pertama, PPP sejatinya sudah merasakan aura Capres kuat rival Jokowi yang nafas partainya bisa diselaraskan (atau dipaksakan selaras) dengan nafas PPP. Kedua, PPP sudah berada pada tenggat waktu untuk menetapkan agenda hendak berjalan dengan siapa. Jadi perlu digarisbawahi, isu koalisi PPP dengan PDIP yang pernah tersiar bukanlah opsi saat ini. Hitungan logika sudah diraba, dan, menurut SDA, telah tiba saatnya PPP membina kuasa dengan Gerindra.

PPP memang partai yang unik dan partai yang unpredictable - mengutip kalimat salah seorang pengamat politik Indonesia asal Amerika Serikat, William Liddle di tahun 1987. Kita mengakui bahwa PPP sukses eksis selama sepuluh tahun terakhir mengawal pemerintah dalam koalisi. Apakah langkah PPP tersebut adalah tanda bahwa sebenarnya PPP mengincar singgasana kuasa?

Sejenak kita tinjau kiprah PPP dalam dinamika politik Indonesia. Sebagai partai leburan partai-partai Islam di awal Orde Baru, PPP pernah menjadi satu-satunya partai yang menjadi representasi umat Islam Indonesia. Di tahun 1988, PPP membuat sensasi dengan mengunggah nama salah satu ketuanya H.J. Naro sebagai calon Wakil Presiden, yang oleh Hartono Marjono dalam bukunya “Reformasi Politik Suatu Keharusan” (Jakarta: Gema Insani, 1998, hlm. 30), PPP disebut berani menentang Presiden Suharto yang telah memiliki calon Wapresnya yaitu Sudharmono. Sukses PPP memuncaki tangga kuasa negara ketika mempunyai seorang Hamzah Haz yang dititahkan menjadi Wakil Presiden RI di kurun waktu 2001 hingga 2004. Waktu itu adalah Era Reformasi.

Dalam Pemilu tahun 1977 dan 1982, suara PPP yang hampir 30% pernah mengancam partai penguasa Golongan Karya (Golkar) yang membuat pemerintah waktu itu berupaya represif untuk menggembosinya. Namun PPP seakan memiliki indera untuk mampu membaca tanda. Terbukti PPP hingga kini masih bernyali.

Pada Pileg 2014 lalu, PPP diperkirakan mengumpulkan pemilih sebanyak 6,8% (data harian Kompas edisi 11 April 2014: Hasil Pembobotan Hitung Cepat Kompas 9 April 2014). Pencapaian ini sebetulnya masih di bawah target 11-12%, namun PPP tidak lantas bersedih karena sepertinya kawan baik menunggu untuk berbagi hari usai 9 Juli nanti. Isu menghampiri bahwa PD akan mendekati partai Islami mengingat koalisi ketika PD berhegemoni menunjukkan tanda yang sehati. Koalisi PPP dengan Gerindra, bukan tidak mungkin akan menarik semua atau sebagian isi paket koalisi sebelumnya sehingga bersama dengan Gerindra akan mengukuhkan sebagai koalisi “tenda besar” nan seksi.

Di tengah riuhnya suasana politik dalam negeri saat ini, bagaimana langkah PPP selanjutnya? Belum bisa diterka. Kabar hari ini menyebutkan SDA mengirimkan pesan singkat yang ditujukan kepada seluruh fungsionaris partai bahwa ia untuk sementara mengambil alih tugas, fungsi dan tanggung jawab kepartaian. Malam ini, bersamaan ketika saya menulis artikel ini, diadakan Rapimnas tertutup di kantor DPP PPP di Jalan Diponegoro Jakarta. Rapimnas ini digelar oleh kubu Sekjen PPP Romahurmuziy dan tidak dihadiri oleh SDA. Rapimnas bertujuan mengobati tubuh partai yang berlesi agar dapat pulih kembali membangun negeri.

PPP memang sedang bergejolak. Sama dengan perasaan sang Wakil Ketua Umum PPP, Suharso Monoarfa dan lima pimpinan DPW yang terdepak dari kursi PPP sehingga membuat suasana makin panas saja. Sepanas kopi hitam yang sedang diseruput sang sutradara pengarah cerita - yang diduga-duga oleh salah satu Waketum PPP Emron Pangkapi - yang kini sedang duduk manis di suatu tempat seraya menyunggingkan senyum lebarnya menyambut sang asisten yang membawakan kudapan cheese cake lezat kegemarannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun