Mohon tunggu...
Gatot Dj
Gatot Dj Mohon Tunggu... -

together in peace

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pertemuan Dua Anak Angkat Bung Karno

22 April 2012   05:44 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:17 4707
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bandung, Hari Kartini 2012 Hari ini saya menyempatkan untuk hadir pada kegiatan “Seminar Nasional Pengusulan Kembali Almh. Ibu Inggit Garnasih Sebagai Pahlawan Nasional” di Musium Sri Baduga. Kegiatan yang dimulai jam 9 pagi ini diisi oleh para pembicara diantaranya Prof.Nina Herlina Lubis, Prof.Dadan Wildan (Staf Ahli Mensesneg). Tampak hadir pula keluarga almh. Ibu Inggit Garnasih diantaranya Ibu Ratna Djuami (anak angkat Bung Karno dan Ibu Inggit) bersama puteranya Tito Asmara Hadi. Ada perasaan yang bergejolak dihati saya tatkala hadir dalam kegiatan ini. Bukan hanya untuk bernostalgia semata, tetapi juga sebagai rasa ucapan terima kasih saya kepada Ibu Inggit yang telah berjuang dengan caranya sendiri tanpa rasa pamrih. Dalam tulisan ini saya tidak akan bercerita tentang latarbelakang Ibu Ingit dan keluarganya, sudah banyak buku yang membahas tentang keluarga Ibu Inggit yang bisa dijadikan acuan untuk referensi baca. Sudah sejak lama saya rajin mengunjungi makam Ibu Inggit, hanya berdoa untuk beliau, terkadang hanya untuk melepas lelah dan merenungkan kisah-kisah beliau yang penuh romantisme sejarah dengan Bung Karno. Disana biasanya saya ditemani Abah Oneng sang penjaga makam yang sangat setia. Berdiskusi tentang masa depan Indonesia dan bercerita tentang keluarga Bung Karno yang penuh liku-liku. Hari ini memang terasa sangat istimewa bagi saya, ISTIMEWA….ya istimewa…karena hari ini saya diperkenankan Tuhan untuk bertemu dan 2 orang yang ditakdirkan untuk menyandang gelar “anak angkat Bung Karno”. Dialah Ibu Ratna Djuami dan Ibu Kartika. Kedua anak angkat Bung Karno yang sudah memasuki usia senja ini terlihat masih segar. Ibu Ratna Djuami atau sering dipanggil Bung Karno dengan nama Omi tampak tidak banyak berbicara, diusianya yang memasuki 84 tahun, pendengaran beliau pun sudah mulai berkurang, namun sekali-kali beliau berbicara dengan meraba-raba kembali ingatan beliau ketika menjalani kehidupan dengan Bung Karno dan Ibu Inggit di Bandung dan dalam masa pembuangan. Tubuhnya yang kecil and raut mukanya yang tampak masih segar ini terlihat hanya menerawang, pikirannya seakan-akan jauh terbang kembali ke masa yang lampau. Berbeda dengan Ibu Omi, Ibu Kartika masih dapat berkomunikasi dengan baik. Tubuhnya yang tinggi besar dari Ibu Omi ini memasuki usia 70 tahunan, dengan didampingi kedua anak dan menantunya Ibu Kartika selalu tersenyum. Ibu Kartika ini tinggal di Jakarta sudah sejak lama. Intensitas pertemuan Ibu Omi dan Ibu Kartika ini memang sangat jarang. Pukul 12.00 seminar pun selesai. Seminar ini sayang sekali tidak sempat saya abadikan karena lupa membawa kamera. Yang ada dibenak saya, pertemuan Ibu Omi dan Ibu Kartika ini akan jadi momen sejarah bagi saya, karena kapan lagi saya bisa melihat kedua anak angkat Bung Karno ini bersama-sama di usia senja. Berawal dari pikiran itu saya langsung bergegas kembali kerumah untuk membawa kamera. Dengan cepat saya melaju kecepatan motor saya, saya khawatir kehilangan momen penting ini. Pukul 12:30 saya kembali ke Musium Sri Baduga dan mendapati keadaan gedung telah kosong, ini berarti bahwa keluarga Ibu Inggit telah meninggalkan gedung seminar. Pikiran saya tadi pasti keluarga menyempatkan berziarah ke makam Ibu Inggit, saat itu juga saya langsung tancap gas menuju makam Ibu Inggit di Porib. Pikiran saya tidak meleset, ternyata benar keluarga berziarah ke makam Ibu Inggit. Ketika saya tiba disana, rombongan keluarga pun turun dari mobil. Mulai dari sini saatnya untuk mengababadikan momen-momen penting yang akan terjadi di makam. Ibu Omi dan Ibu Kartika segera mendekati makam. Beliau berdua menurut saya terlihat cukup antusias ketika melihat nisan yang baru dipasang di makam almh. Seperti diketahui makam almh ini baru saja selesai direnovasi namu belum sempat diresmikan. Nisan yang ada sekarang tampak berbeda dengan nisan yang dulu, nisan sekarang terbuat dari batu pualam dengan bentuk panjang menjulang keatas. Sedangkan nisan yang dulu sempat saya minta ke Abah Oneng sebagai bukti sejarah kelak dan akhirnya tersimpan dengan “selamat” dirumah saya. Ibu Omi dan Ibu Kartika keduanya terlihat menatap makam dengan pikiran yang pasti sama, mengingat kembali masa lalu beliau-beliau ini yang hidup dalam alam pembuangan. Kedua insan ini memang mempunyai hubungan yang sangat dekat, meskipun tidak mempunyai hubungan darah sama sekali. Terkadang Ibu Kartika hanya menatap Ibu Omi dengan wajah yang penuh haru, entah apa yang dipikirkan Ibu Kartika sementara Ibu Omi hanya diam. Saya yakin banyak yang ingin disampaikan Ibu Omi ketika pertemuan tadi, namun apa daya usia yang semakin senja dengan segala keterbatasan, beliau lebih banyak diam. Kira-kira pukul 13.30 Ibu Kartika berpamitan untuk kembali ke Jakarta. Disinilah kisah haru dimulai. Ketika Ibu Kartika akan pamit kepada Ibu Omi, terjadi percakapan antara kedua adik kakak ini yang membuat kami semua larut dalam suasana haru: R: jangan cuma lebaran aja ke Bandung teh..yaaaahhh….ibu sonoooo…(kedua tangan Ibu Omi dan Ibu Kartika saling menggenggam erat) K: Ibu Kartika tidak berbicara hanya tersenyum sambil menggenggam erat tangan Ibu Omi…. K: buat jajan yah…(Ibu Kartika memberikan uang kepada Ibu Omi)…beli permen..beli permen…(canda Ibu Kartika) R: (Ibu Omi memasukan uangnya ke perut, dengan bimbingan Ibu Kartika uang tersebut dimasukan ke tas) K: pamit dulu semuanya…hatur nuhun..kalo ke Jakarta mampir dulu..alamatnya tanya Tito yah… Hadirin: iya bu makasiiiiiihhhh…hati-hati dijalan…. K: uih heulanya….(dengan suara yang lirih seakan menahan tangis) R: sonooo ibu teh…..(kedua tangan saling bergenggam erat) K: iya sono…udah bobo… R: sonooo ibuuuu… K: (Ibu Kartika dengan berat hati melepas genggaman tangan Ibu Omi dan kemudian pergi sambil menangis….hadirin yang hadir pun ikut terharu dan menitikkan air mata). Jujur melihat adegan ini saya tidak kuat, sangat emosional dan saya pun menitikkan air mata. Tidak dapat dibayangkan, Ibu Omi yang sudah sangat senja usianya bertemu dengan adik yang ia sangat sayangi Ibu Kartika, main bersama selama di pembuangan dan setia mendampingi Bung Karno. Meskipun tidak ada ikatan darah tapi saya dapat merasakan keakraban,kehangatan dan kedekatan beliau berdua sebagai adik kakak yang mencinta dengan tulus.

image
image
Hari ini memang sangat spesial bagi saya pribadi, saya selalu berdoa semoga Ibu Omi dan Ibu Kartika diberi kesehatan dan umur panjang…aminnnn…

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun