Sebuah tulisan yang memakai nama tokoh cerita yang paling eksentrik dari khasanah sastra Timur Tengah yakni Nasrudin Joha mengajak masyarakat untuk melakukan revolusi di Indonesia yang ditayangkan di media oposisi.
Entah hanya berniat lucu-lucuan saja tokoh Nasrudin Joha ini dalam tulisannya mengatakan bahwa penegakan hukum dan penindakan tegas aparat kepada semua orang adalah suatu tindakan represif.
Hanya berdasarkan fakta-fakta dengan menyebut para tersangka penyebar fitnah dan ujaran kebencian yang sebarisan dengan penulis lucu ini maka rakyat diprovokasi untuk melawan pemerintah. "Wajib menabuh Genderang Revolusi", Sebut Nasrudin fiktif ini. Pihak Kepolisian RI tentu akan selalu bersikap profesional, setiap kasus yang ditangani pihak kepolisian telah memiliki dasar bukti yang cukup serta tidak dilakukan semena-mena.
Disaat tingkat kepuasan masyarakat kepada pemerintahan Jokowi-JK semakin meningkat, penulis ini malah menyebut pemerintah semakin membatu, sementara wakil rakyat di DPR juga bertindak sebagai satpam kekuasaan bukan wakil rakyat, maka menurutnya rakyat harus bangkit berjuang membela diri.
Tulisan yang dangkal tanpa argumentasi hukum yang relevan untuk membela orang-orang yang dibelanya tentu menjadikan tulisan Nasruddin ini menjadi lucu-lucuan saja namun tanpa kebijakan seperti tokoh Nasruddin Joha yang legendaris tersebut.
Nasruddin Joha yang sebenarnya adalah tokoh Sufi yang sejaman dengan tokoh Abu Nawas. Publik mengenal Nasruddin dipercaya hidup dan meninggal pada abad ke-13 di Akshehir, dekat Konya, ibukota dari Kesultanan Rm Seljuk, sekarang di Turki. Ia dianggap orang banyak sebagai filsuf dan orang bijak, dikenal akan kisah-kisah dan anekdotnya yang lucu. Ia muncul dalam ribuan cerita, terkadang jenaka dan pintar, terkadang bijak, tetapi sering juga bersikap bodoh atau menjadi bahan lelucon.
Dalam sebuah riwayat memang dikatakan yakni ketika ia masih muda, tokoh Nasrudin Joha memang selalu membuat ulah yang menarik bagi teman-temannya, sehingga mereka sering lalai akan pelajaran sekolah. Sampai-sampai kemudian gurunya yang bijak sempat meramalkan: "Kelak, ketika Nasrudin sudah dewasa, ia akan menjadi orang yang bijak. Tetapi, sebijak apa pun kata-katanya, orang-orang akan selalu menertawainya."
Jadi wajib diwaspadai bahwa sebijak apapun kata-kata Nasruddin orang-orang akan menertawainya, apalagi dituangkan dalam narasi provokatif yang hanya bertendensi memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa.
Pemerintah harus melindungi kedaulatan bangsa dengan tidak membiarkan media oposisi ini berkembang menyebarkan racun kebencian apalagi dengan tujuan politik tertentu semisal memisahkan rakyat dengan pemerintah dengan opini sesat, oleh sebab itu provokator yang memecah belah bangsa harus segera ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku.
Pemerintah dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informasi sudah seharusnya segera memblokir situs mediaoposisi dotcom karena sesuai dengan background webnya yang memperlihatkan kompor, hanya berpotensi memecah belah bangsa.
Sangat disayangkan orang-orang dibalik nama Nasruddin Joha ini lebih banyak meluangkan waktunya untuk membuat narasi provokasi dan hasutan. Tulisan dangkal dari penulis tersebut hanya akan menenggelamkan tokoh Nasruddin Hoja sebenarnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H