Korupsi dipengaruhi oleh ketidakberdayaan. Korupsi merupakan masalah mental. Perasaan tidak berdaya serta penuh ketakutan dalam menjalani hidup. Mereka yang korupsi bukan orang hebat sama sekali, namun justru butuh sekali dikasihani. Bertemunya mereka yang bermasalah secara mentalitas ini secara makro, akhirnya membentuk korupsi berjamaah dan menghasilkan budaya korupsi.
Mereka yang korupsi memiliki EGO yang salah, ego yang keliru, yakni hyper-egosentrisme. Padahal secara mendasar hidup cukup sederhana, yakni perjalanan pulang menuju ke alam lain. Secara esensinya, yang dibutuhkan dalam hidup secara praktis adalah harmonisme dan sinergisme dengan lingkunan external (ekosistem semesta) dan juga terhadap diri (intrapersonal).
Menilik dari apa yang terjadi pada para koruptor, apa mereka sungguh bahagia? Sia-sia, karena kebahagian bukan diukur oleh banyaknya uang, melainkan dari seberapa baiknya kita mengelola harmonisme dan sinergisme dengan lingkungan dan diri sendiri. Asal bisa memenuhi sandang, pangan, papan, edukasi, dan rekreasi. Maka seyogyanya hidup itu sudah memenuhi standardnya dengan ideal, yang berasaskan kepada kebutuhan alamiah manusia itu sendiri.
Jadi kesadaran akan hidup yang benar atau lebih spesifik lagi adalah wawasan kehidupan yang baik, yang balance, dan yang sehat. Akan membawa angin perubahan secara kognitif, bukan secara feeling, namun lebih kearah intuitif.
Banggalah menjadi manusia yang hidup secara terhormat tidak dikuasai oleh rasa takut akan kekurangan, koruptor memiliki DELUSI akan rasa kekurangan, maka itu melakukan korupsi adalah CANDUNYA, sungguh mentalitas yang terjajah.
Koruptor?.... Malang, mereka sungguh manusia malang karena terjerat mental nan jalang.
Aku..... menolak tergoda, karena hidup bukanlah hanya uang RAMPASAN semata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H