Mohon tunggu...
Gwan Gydeo
Gwan Gydeo Mohon Tunggu... writer -

Belajar terus dengan bersemangat sambil mengoleksi kepingan-kepingan indah kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Yang Populer Malah Teler?

21 Agustus 2010   17:10 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:49 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Yang populer kok malah teler?. Ada kesedihan yang mendalam. Suatu kekecewaan yang tak bisa dibebaskan. Terpendam begitu lama. Mengapa tidak membiarkannya bebas? Sulit, karena ia berada disana, di "lorong-lorong yang sempit", gelap dan berliku. Sammy "Kerispatih" merasa "kecil", walau memiliki talenta dan potensi yang sudah teruji. Namun ia berjanji kepada para penggemarnya dengan sebuah analogi, bahwa ia akan menghadirkan Ari Lasso kedua. Baru kemarin malam aku menonton interviewnya dengan Rosiana Silalahi. Logika lagi-lagi kalah dikala diperhadapkan dengan emosi perasaan. Itulah beda meniti balok selebar dua jengkal diantara dua meja dibandingkan dari ketinggian 50 meter. Rasa rendah diri hadir karena terbiasa tidak dianggap pantas oleh orang lain. Dikecilkan, diremehkan terutama oleh orang-orang terdekat dan penting dalam hidup. Seorang Sammy menjadi suatu contoh yang nyata, bahwa seorang yang populer belum tentu bahagia dan menikamti hidup dengan sehat. Sammy hanya sebuah kisah dari banyak kasus lainnya.Kenapa para seniman identik dengan napza? Bisa jadi, karena seni itu adalah pekerjaan kreatif. Namun setelah masuk pada sisi komersialisme. Seni berubah menjadi suatu idealisme bisnis. Yang penting untung. Selain itu tuntutan psikologis dari penggemar untuk berkarya secara sempurna, padahal "Idol" juga masih manusia loh. Rasa rendah diri bisa dihilangkan dengan mulai belajar mengagumi diri secara obyektif. Sehingga tidak sampai menjadi superiority kompleks juga. *Kisah Ilustrasi* Joney adalah seorang musisi yang lumayan sukses. Ia begitu  populer dikalangan wanita. Namun hidupnya selalu terasa hampa. Keberadaannya Terasa kecil . Rasa rendah diri itu sudah menjadi bagian dari dirinya. Hal ini sulit untuk diubah. Suatu ketika Joney curhat dengan mentor musiknya, yang gila baca buku Filsafat Praktis. Joney: "Saya merasa rendah diri, Pak." Pak Mentor: "Wah, kok bisa? padahal banyak orang lain yang iri dengan kamu. Kamu tampan dan populer. Kamu juga berasal dari keluarga yang makmur." Joney: "Iya, nampaknya saya kurang punya nyali, dan mungkin juga kemampuan untuk bisa lebih dipandang di dunia ini." Pak Mentor: "Itu karena jiwamu terlalu ambisius, terlalu melihat ke atas, obsesimu sangat tinggi." Joney:"Memang, dan bagi saya wajar saja. Saya selalu diajarkan untuk mengejar impian dan cita-cita saya sekuat tenaga." Pak Mentor:"Sekuat tenaga ya bagus. Namun yang wajar, dicicil dan pakai strategi dong, biar efektif." Joney:"Itu dia Pak, saya merasa butuh mentor." Pak Mentor:"Memang mentor itu tidak selalu ada, namun mentor yang terbaik ya diri kamu sendiri. Melalui proses trial dan error kamu akan bisa berkembang menjadi pribadi yang lebih baik. Asal mau belajar mengambil hikmah dengan sabar." Joney: "Ok, sadar...sabar ...wajar." *** Sembuhkan rasa rendah diri, satukan pikiran dan hati agar bersinergi. Bulatkan tekad dengan serius namun santai serta tetap sadar. Step by step menatap dan maju menuju ke arah yang positif. Kesepian, hilang kendali diri. Ada begitu banyak orang yang kesulitan diluar sana.Banyak yang mengeluh. Banyak pula yang sunyi, terdiam dalam sepi, mungkinkah menunggu mati? sehingga kembali menuju yang abadi. Daripada narkoba, lebih enak olahraga dan berbagi kasih dengan sesama. Memang Kalau soal Endorphin, Serotonin dan Dopamin. Lebih baik traveling diet sehat dan kerja efektif. Bicara gampang namun sulit melaksanakan, itulah realita yang harus dijalani. Biarkan kehendak itu dibuahi dengan alami menjadi sikap dan sifat dari "habit" nan terpuji. Hmm, kemampuan olah emosi, meyakinkan diri bahwa dirinya penting itu menjadi suatu modal yang amat penting. Asosiasi negatif lebih baik dibuang secara perlahan namun pasti. Kalau bisa sekaligus malah lebih baik. Tetap logis, tetap beres, walau kadang kurang beres, paling tidak jangan hancur  remuk dan kacau- balau saja. Nb: Sumber gambar, silahkan klik gambar. *Diunggah dari Guritaberita

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun