Banyak yang sudah muak dengan aksi PSSI serta oknum-oknum dibelakangnya. Belum ada hasil yang signifikan. Karena Belum ada penggila bola tanah air tersenyum dan menangis terharu akan prestasi tim merah-putih belakangan ini.
Penduduknya 200 juta lebih, negerinya kaya makmur dipenuhi ribuan Pulau. Tiap akhir pekan Rakyatnya selalu disuguhi permainan sepakbola apik manacanegara. Liputan "highlight"nya di stasiun-stasiun TV tidak pernah absen. Ada begitu berlimpah inspirasi bagi setiap warga untuk mengembangkan diri dalam bermain sepakbola. Sayang saat ini lapangan untuk bermain sepakbola bisa dikatakan sudah langka, sekolah sepakbola pun hanya bagi mereka yang berduit. Ada hasrat namun tidak ada pelampiasan. Itulah wajah dunia sepakbola Indonesia saat ini. Bingung, mau dibawa kemana masa depan sepakbola Indonesia.
Dalam dua tahun belakangan ini, nampaknya PSSI dibawah Nurdin Halid "terlihat" sedang sibuk-sibuknya menarik perhatian masyarakat pecinta sepakbola tanah air. Hal ini terukti dengan lahirnya sebuah Bukunya yang berjudul Visi Indonesia 2020 "membangun Sepakbola Indonesia Modern Menuju Industri Sepakbola dan Pentas Dunia". Belum sempat membacanya, belum beli juga. Kurang berminat. Lagipula yang dibutuhkan itu bukti bukan janji belaka, betul?. Sudah cukup banyak rupanya jurus-jurus yang dilancarkan oleh PSSI untuk membangun kejayaan sepakbola merah-putih. Mulai dari mengirim tim junior khusus untuk pembinaan di uruguay. Mendekati pelatih asing sekelas Fatih Terim. Sampai aksi naturalisasi yang cukup nyentrik. Bagaimana tidak, kalau mau naturalisasi labih baik cari yang seperti Messi atau Ronaldo (untung-untung pemainnya mau), kalau beti (beda tipis) dengan pemain lokal, boleh dong kalau naturalisasi dibilang sebagai program "lebay". Jangan sampai Timnas Indonesia dijadikan pelarian karena gagal lolos seleksi Timnas negerinya masing-masing. Nah, yang mencengangkan lagi, baru saja saya membaca soal agenda PSSI untuk mengundang timnas brazil dengan persiapan menggelontorkan budget 1,5 juta US Dollar (bola.kompas.com). Wow, kalau ditranform ke perbaikan fasilitas latihan dan lapangan, saya yakin dampaknya akan cukup signifikan. Tidak perlu sampai Brazil segala, coba hadapi tim sekelas Jepang atau Mesir, kalau bisa menang dengan meyakinkan, minimal selisih keunggulan dua gol, baru (mulai agak) seru kalau ngomongin lawan Brazil. Karena jangan-jangan untuk menghadapi Timnas Thailand saja kita masih jatuh-bangun. Jepang yang sempat belajar sepakbola dari Indonesia via "Galatama," sekarang sudah bisa mengalahkan tim sekelas Denmark. Korsel pun bisa bermain apik saat menghadapi Uruguay yang sedang "on fire" pada piala dunia 2010. Singapura sempat lumayan sukses dengan program naturalisasinya, namun hal tersebut tidak berlangsung lama. Di Indonesia, pemerintah sudah saatnya ambil bagian, tak hanya sebatas pada acara seremonial yang gagal seperti Kongres Sepakbola Nasional. Negara tidak boleh lagi menoleransi kekerasan dengan alasan apapun, dan memperpanjang jumlah korban. Di negeri ini, sepakbola bukan lagi urusan olahraga, tapi sudah masuk pada urusan hajat hidup orang banyak. Berkaca dari teori politik Antonio Gramsci, pemikir Marxis Italia, (Italia punya tradisi sepakbola yang cukup sukses di dunia). Dipraktikkan di sini: kepatuhan (konsen) hanya bisa diciptakan melalui serangkaian tindakan koersif (pendisplinan). Negara perlu menegakkan hegemoni di atas para suporter sepakbola yang mulai berpikir chauvinis dan primordial. Nampaknya nama kota tidak cocok menjadi representasi nama sebuah klub sepakbola di Indonesia. Optimisme dan harapan akan cerahnya masa depan Timnas memang harus terus dipelihara. Namanya juga usaha. Harapan saya sih tidak muluk-muluk. Semoga tidak ada yang masuk lapangan lagi seperti ulah Hendri Mulyadi sang "Interisti" kala Indonesia ditekuk Oman 1-2 dalam Kualifikasi Piala Asia. Serta tidak ada lagi orang yang menyablon kaosnya dengan tulisan "PSSI bangsat!" seperti yang pernah saya temui ketika di Mall.
NB: Sumber gambar (klik gambar)
*Diunggah dari Guritaberita
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H