Mohon tunggu...
Gwan Gydeo
Gwan Gydeo Mohon Tunggu... writer -

Belajar terus dengan bersemangat sambil mengoleksi kepingan-kepingan indah kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Cara Termudah Menangkal Kejahatan "Hipnotis"

27 Agustus 2010   07:38 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:40 8706
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gerombolan itu mendatangi kasir sebuah mini market. Ngobrol, setelah itu kasir dengan anggun memberikan beberapa barang pada seseorang dari kawanan itu. Apa ini hipnotis? Kasir menurut melakukan apa yang diperintahkan, bagai kerbau di cucuk hidung.

Kejahatan Hipnotis dikabarkan sedang merebak menjelang mudik lebaran ini. Hipnotis sendiri adalah ilmu komunikasi, suatu bentuk sugesti terhadap seseorang yang membawanya masuk kepada level gelombang otak tertentu. Hipnotisme memang membutuhkan sebuah "deal" maupun "approval" dari subyek hipnotis, entah itu disadari atau tidak oleh subyek yang di hipnotis.

Dalam sebuah seminar  saya pernah dihipnotis. Iya karena saya memang penasaran, ingin merasakan yang namanya Hipnotis. Yang model seperti acara di "Uya Kuya" itu ya pernah saya rasakan. Itu karena saya MENGIZINKAN.

Memang rasanya mata menjadi berat dan tubuh menjadi sangat relaks kondisi ini bisa dikatakan sudah masuk sampai kepada tahap gelombang Theta.

Saya mampu mendengar dan merasakan secara NORMAL apa yang terjadi di sekeliling saya walau mata saya tertutup rapat. Sebenarnya jika saya mau, saya bisa BANGUN sendiri, tanpa bantuan si penghipnotis. Tentunya dengan kekuatan pikiran saya sendiri he he, karena memang rasanya santai sekali, saya analogikan seperti orang sedang tidur nyenyak eh tiba-tiba dipaksa bangun, rasanya pasti sulit. Namun tetap bisa, atau jangan-jangan ada yang masih nyenyak-nyenyak saja walau terjadi gempa ho ho. Bisa jadi subyek dengan level sugestibilitas kuat seperti itu yang menjadi sasaran "empuk". Menurut analisa saya, jika memang sesseorang ingin melakukan kejahatan melalui hipnotis. Maka perlu ada pengamatan khusus mengenai KARAKTER calon korban. Apa memiliki level sugestibilitas yang tinggi? Mudah diajak kersama. Seorang "marketer" yang handal, menurut saya bisa dikatakan sebagai orang yang jago melakukan hipnotis. Soal Hipnotis, saya punya beberapa bukunya, ada yang sampai 500-an halaman, juga pernah mengikuti beberapa workshop dan seminarnya. Hipnotis adalah ilmu komunikasi, ilmu persuasi non magical. Karena disesuaikan dengan hukum-hukum biologis manusia. Secara garis besar meliputi empat model gelombang otak.

Lain lagi dengan gendam yang katanya menggunakan mantra-mantra tertentu. Saya belum pernah pelajari dan analisa. Seorang Ki Gendeng Pamungkas pernah berujar kalau orang yang memliki rasa humor akan menjadi subyek anti gendam. Manusia secara natural memiliki rasa humor, dari bayi manusia sudah mampu ketawa-ketiwi. Bagi saya pernyataan ini masih cukup "absurd".

Ok, menarik melihat ada cukup banyak pengakuan korban yang menyatakan kalau ia dihipnotis. Yang bisa disimpulkan adalah 1. Korban berdalih supaya tidak menjadi kambing hitam.

"Lha iya, wong aku dihipnotis, mana berdaya aku." Sebenarnya yang membuat seseorang itu terhipnotis adalah pribadi orang itu sendiri, perlu diketahui bahwa semua bentuk hipnotis adalah "SELF HIPNOTIS". Walau hal ini tidak disadari oleh korban. Pelaku akan mengadakan aksi komunikasi seperti mengupas BAWANG BOMBAY, sampai bisa masuk kepada level tertentu dari gelombang otak si korban.

2. Bukan hipnotisme, hanya saja untuk mempermudah pembedahan kasus, diambil istilah hipnotis. Karena ya sudah kadung (terlanjur) POPULER terminologi hipnotis ini. Media tentunya punya andil besar dalam hal ini.

Bagi saya mudah saja agar tidak terhipnosis, karena saya pernah menjadi target "hipnotis" di sebuah mall di bilangan Jakarta. Si pelaku, seorang pria dengan wajah preman menepuk pundak saya, lalu ngobrol bla...bla mengaku dari luar daerah, memberikan saya suatu barang kecil yang terlihat bertuliskan huruf-huruf Arab, kemudian melengos pergi. Disusul kemudian temannya, seorang pria juga yang saat itu bertindak seolah-olah tidak mengenal orang pertama tadi.

Ia ingin "menggiring" saya ke tempat orang pertama dengan komunikasi persuasinya. Yah, dalam waktu sekitar 5-6 detik, saya mengikutinya. Namun setelahnya otak kritis ala filsuf saya yang memang sudah dari sononya kali ye (thanks God), BANGUN! Sehingga dengan tenang saya bilang ke orang itu "Wah saya mau makan dulu, sakit maag, belum sarapan nich. Barang ini buat mas saja."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun