Mohon tunggu...
Garin Prilaksmana
Garin Prilaksmana Mohon Tunggu... -

Penggemar sepak bola yang masih ingin banyak belajar karena ilmunya masih cetek

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Artikel Utama

Sampai Kapan Kejayaan Atletico Bertahan?

20 Mei 2014   21:43 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:19 411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14005932232125372778

[caption id="attachment_337291" align="aligncenter" width="596" caption="Bomber Atletico Madrid, Diego Costa, meluapkan emosinya usai membobol gawang Levante dalam lanjutan Liga BBVA, Sabtu (21/12/2013). Ilustrasi/Kompas.com (AFP PHOTO / PIERRE-PHILIPPE MARCOU)"][/caption]

Dongeng itu berakhir indah. Atletico Madrid berhasil menjuarai Liga Spanyol musim 2013/2014. Skor imbang 1-1, menghadapi Barcelona yang menjadi rival terderkat mereka, cukup untuk mengantarkan pasukan Diego Simeone untuk meraih gelar kesepuluh sepanjang sejarah. Pertama sejak 1995/1996.  Bahkan Los Rojiblancos berpeluang meraih gelar ganda jika mampu mengalahkan rival sekota Real Madrid di final Liga Champion pekan depan.

Keberhasilan ini sekaligus meruntuhkan hegemoni duopoli Barcelona dan Real Madrid yang bergantian menguasai Liga Spanyol dalam 8 musim terakhir, dengan rincian 5 gelar untuk Blaugrana,  dan 3 Gelar untuk Los BlancosI. Terakhir kali klub diluar Barcelona dan Real Madrid yang menjadi juara adalah Valencia dimusim 2003/2004, yang ketika itu diasuh Rafael Benitez.

Banyak pihak yang berharap dengan kesuksesan ini akan merubah wajah Liga Spanyol menjadi lebih kompetitif. Sudah bukan rahasia umum jika kasta tertimggi kompetisi di negeri matador ini dianggap membosankan karena hanya ada dua kuda pacu yang berlomba,sedangkan yang lain hanya sebagai penggembira.

Namun semua berubah musim ini, walau dana yang dimiliki tidak sebesar Real Madrid dan Barcelona, namun Atletico memiliki semangat juang bak prajurit Sparta, dan Diego Simeone mampu berperan layaknya Leonidas yang mempin armada perangnya untuk tidak takut pada siapa saja, karakter khas yang melekat pada dirinya semasa menjadi pemain.

Namun apakah benar kalau hegemoni duopoli sepenuhnya runtuh?

Sepanjang sejarah, Liga Spanyol telah menghasilkan 9 klub juara, paling sedikit dibandingkan Liga Italia dengan 16 klub dan Liga Inggris dengan 23 klub. Meski tahun penyelengaraan kompetisi bisa jadi bahan perdebatan namun jika dilihat secara pemerataan gelar maka Liga Spanyol adalah yang paling jomplang.

Sebagai perbandingan, kita akan melihat tiga klub terbanyak periah juara di masing-masing liga. Dari Liga Italia, tiga tim peraih gelar terbanyak yakni Juventus dengan 30 gelar (terserah jika anda menyebutnya 32 gelar), diikuti duo kota Milan yakni A.C. Milan dan Inter Milan dengan jumlah yang sama 18 gelar. Sedangkan Liga Inggris, pemegang trofi terbanyak adalah Manchester United dengan 20 gelar, lalu Liverpool dengan 18 gelar, dan Arsenal 13 gelar.

Liga Spanyol tidak lah demikian, Real Madrid menjadi peraih titel raja Spanyol terbanyak dengan 32 gelar, setelahnya ada Barcelona dengan 22 gelar. Namun tim terbanyak ketiga yaitu Atletico Madrid hanya mampu meraih 10 gelar.

Melihat perbandingan tersebut jelas adanya ketimpangan di liga Spanyol. Memag di liga Italia juga ada tim yang mampu meraih hingga lebih dari 30 gelar layaknya di liga Spanyol namun tim lain juga mampu meraih cukup banyak gelar .Bahkan selain tiga tim teratas tadi masih ada tim yang mampu meraih 9x juara liga (Genoa) dan 3 tim yang mampu menjadi juara liga sebanyak 7 kali (Torino, Bologna, Pro Vercelli).Sedangkan di liga Spanyol selain tiga tim teratas hanya Athletic Bilbao dan Valencia yang menguntit dengan 8 dan 6 gelar.

Ini sedikit membuktikan akalu duopoli di liga Spanyol akan terus lestari dan sulit digoyahkan. Jika pun ada mungkin hanya selingan dan waktunya pun tidak lama, seperti Deportivo La Coruna dan Valencia.

Beberapa faktor yang membuat hal ini lestari karena hak siar yang tidak merata. Hak siar di spanyol memang unik karena pemegang hak siar diperbolehkan untuk tidak membeli secara kolektif atau dalam bahasa mudahnya bisa custom. Sehingga banyak stasiun tv lebih memilih hanya membeli hak siar Real Madrid dan Barcelona saja karena lebih menjual yang mengakibatkan jomplangnya penerimaan tiap klub,

Barcelona dan Real Madrid dapat memperoleh 50% dari hak siar sedangkan sisanya dibagikan kepada 18 klub lain. Atletico dan Valencia saja yang langganan papan atas hanya menerima seperemat dari yang diterima kedua klub tersebut apalgi klub yang lebih kecil, hanya menerima sepersepuluh saja. Ini membuat kemampuan klub dalam memperkuat skuad untuk bersaing jelas melemah karena uang yang mereka miliki sangat sedikit.

Faktor lain adalah godaan tim-tim besar. Bukan rahasia lagi jika ada tim non-unggulan mampu berprestasi baik maka pemain atau pun pelatih tim tersebut akan digoda tim yang lebih mapan. Dengan kekuatan uang dan sejarah mentereng, klub besar bisa dengan mudah memboyong pemain dan pelatih yang dianggap mampu memenuhi ambisi mereka. Keberhasilan Mourinho meraih trofi Liga Champion bersama Porto musim 2003/2004 membuat Chelsea berani memboyongnya dengan kontrak tinggi kala itu. Sedangkan untuk pemain, malah lebih banyak contohnya

Jika anda ingin contoh ekstrem lihatlah politik transfer yang dilakukan Bayern Munich. Ketika era awal 2000, dominasi mereka diganggu oleh Bayer Leverkusen. Langkah antisipasi pun dibuat, secara bertahap tiga pilar Leverkusen dicomot yakni Ballack,Ze Roberto, dan Lucio. Lalu ketika Stuttgart berhasil menjadi jawara Bundesliga, FC Holywood memboyong pemain andalan mereka Mario Gomez. Yang teranyar kita bisa melihat ketika dua pemain penting Dortmund yakni Mario Gotze dan Robert Lewandowski dibajak ke Allianz Arena.

Begitu pula yang akan dialami oleh Atletico Madrid. Banyak punggawa mereka yang telah menjadi ncaran klub besar. Thibaut Curtois tinggal menunggu waktu untuk dipanggil balik oleh Chelsea untuk menggantikan Petr Cech, sedangkan kuartet pertahanan mereka yang diisi oleh Juanfran-Godin-Miranda-Filipe juga tidak luput dari godaan klub besar.

Miranda kabarnya diincar oleh Barcelona yang mencari suksesor Carles Puyol. Godin juga menjadi bidikan juara Liga EPL Manchester City (kita tentu tahu bagaimana godaan uang klub ini). Filipe juga sedang dipantau oleh Manchester United dan AS Monaco, sedangkan Juanfran sejak musim lalu telah diincar Arsenal. Untuk lini tengah, Gabi dan Tiago relatif aman dari godaan karena alasan umur yang sudah diatas 30. Tapi Arda Turan sudah jadi incaran klub besar Inggris macam Liverpool.

Namun yang menjadi buruan terpanas adalah Koke dan Diego Costa, keduanya menjadi incaran banyak klub besar Eropa. Diego Costa menjadi target utama Chelsea. Buruknya performa striker The Blues pasca perginya Drogba membuat Jose Mourinho selaku manajer tim merasa gerah. Akhirnya The Special One menemukan striker dengan tipikal yang hampir mirip dengan striker Pantai Gading itu, yakni striker yang cepat, kuat, tangguh dalam duel udara, memiliki skill individu yang baik, dan sedikit liar, itu semua ada dalam diri Diego Costa.

Sedangkan Koke lebih hebat lagi, tak kurang dari tiga tim besar Barcelona, Manchester United, dan Bayern Munich menjadi pemburu tanda tangan pemuda 22 tahun ini. Pemain bernama lengkap Jorge Resurrección Merodio ini dikenal memiliki kemampuan lengkap sebagai gelandang modern : visi cemerlang, skill yang prima, serta mau membantu perthanan. Situs whoscored.com mencatat Koke telah mencatat 13 assist di La Liga musim ini serta mencetak 6 gol, melakukan rata-rata 3 tekel per pertandingan dan 1,9 intersepsi. Banyak juga pihak yang menyamakan gaya bermainnya mirip dengan Iniesta karena mampu bermain di berbagai posisi di lini tengah. Total dalam semusim jebolan akademi Atletico Madrid ini melakoni 7 peran berbeda. Bahkan dia pernah bermain sebagai bek kanan ketika membela Spanyol menghadapi Finlandia.

Untuk pelatih, Diego Simeone jelas akan menjadi buruan banyak tim besar. Kemampuan taktikal, man management, serta kemampuan memotivasi dimiliki pelatih asal Argentin tersebut. Apalagi Diego Simeone memiliki rekor sebagai pemutus puasa gelar juara liga bagi tim yang diasuhnya. Ketika menangani Estudianted di kompetisi negaranya, pelatuh berjuluk El Cholo ini berhasil menjuarai liga setelah puasa gelar selama 23 tahun. Atletico pun berhasil menjadi juara setelah terakhir meraih trofi iiga Spanyol musim 1995/1996. Sebuah bukti tangan dingin Simeone. Mungkin Arsenal jika ingin mengakhiri 10 musim tanpa gelar liga bisa mempertimbangkan pelatih yang satu ini. Are you satisfied with your (only) FA Cup,Arsenal ?

Sebagai kilas balik kita bisa melihat Valencia diawal era 2000. Ketika itu klub berjuluk El Che sanggup merusak dominasi duopol di liga Spanyol, dengan menjadi juara di musim 2001/2002 dan 2003/2004 bahkan mereka sempat dua musim berturut-turut mencapai babak final Liga Champions meski akhirnya kandas ditangan Real Madrid dan Bayern Munich.

Namun layaknya tim kuda hitam, kiprah mereka selalu dipantau tim besar. Maka pasca musim 2000-2001, Inter Milan yang ketika itu amat penasaran dengan gelar juara domestic memboyong Hector Cuper yang sukses menukangi Valencia. Tidak hanya pelatih, beberapa pemain pun dipinang klub lain seperti Claudio Lopez dan Gaizka Mendieta yang hijrah ke Lazio lalu Kily Gonzales yang menuju Inter Milan.

Pasca kepergian Hector Cuper, era kejayaan Valencia belum selesai. Kedatangan Rafael Benitez berhasil meneruskan trend apik Sang Kelelawar, bahkan ditangan pelatih yang saat ini membesut Napoli itu pula Valencia berhasil meraih gelar juara liga pertama mereka setelah 30 tahun yakni pada musim 2001/2002. Bahkan dia berhasil mengulanginya lagi pada musim 2003/2004 sekaligus membawa pulang trofi Uefa Cup atau yang saat ini disebut Liga Europa.

Rafa Benitez pun diboyong ke Liverpool dan meraih gelar juara Liga Champion di musim perdananya. Pasca kepergian pelatih kelahiran Madrid, Spanyol ini prestasi Valencia perlahan menurun. Meski tetap sering lolos ke Liga Champions, dan mampu menghasilkan pemain hebat macam David Silva, David Villa, Juan Mata, dan Jordi Alba, Valencia belum bisa meraih gelar bergengsi lagi. Bahkan keempat nama tersebut dijual ke klub lain karena masalah finansial yang mendera klub.

Keberhasilan Atletico musim ini memang patut diacungi jempol namun belum tentu hegemoni duopoli akan rusak. Atletico harus sadar bahwa efek “money talk” telah terbukti sangat ampuh menggoda banyak pemain dan pelatih, apalagi mereka pernah merasakannya ketika kepergian Falcao yang diiming-imingi uang banyak oleh AS Monaco. Perlu usaha ekstra dari manajemen untuk menjaga keutuhan tim ini.

Belum lagi jika Atletico berhasil menjuarai Liga Champions musim ini. Diego Simeone  akan menjadi “The New Special One” dan menjadi pelatih paling diburu. Cepat atau lambat El Cholo pasti akan pindah ke panggung yang lebih besar untuk menunjukkan kejeniusannya.

P.S. : Ternyata Estudiantes dan Atletico memiliki corak kostum yang sama yakni garis merah-putih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun