Mohon tunggu...
Garin Prilaksmana
Garin Prilaksmana Mohon Tunggu... -

Penggemar sepak bola yang masih ingin banyak belajar karena ilmunya masih cetek

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Artikel Utama

Madrid yang Tak Belajar dari Pengalaman

30 Agustus 2014   23:19 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:03 625
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Real Madrid, Florentino Perez. (AFP PHOTO / JAVIER SORIANO)

[caption id="" align="aligncenter" width="624" caption="Presiden Real Madrid, Florentino Perez. (AFP PHOTO / JAVIER SORIANO)"][/caption]

Jangan ke Real Madrid jika Anda seorang gelandang bertahan atau tak bisa menjual kaos, karena sebaik apa pun permainan Anda, sang Presiden Florentino Perez akan tetap melego Anda.

Tak percaya? Tanyakan saja kepada Claude Makelele atau yang teranyar Xabi Alonso dan Angel Di Maria. Rentetan gelar yang telah mereka berikan seakan tak berguna jika mereka tak bisa melakukan step-over atau jadi pemain dengan jersey paling laris.

Dalam sepekan Los Blancos melego dua pemain penting mereka saat meraih Double Winners musim lalu. Kedatangan Toni Kroos dan James Rodriguez telah membuat Xabi dan Di Maria terbang ke Jerman dan Inggris. Kepergian keduanya memang ironis, tapi yang lebih ironis lagi betapa Madrid tak pernah belajar pengalaman mereka satu dekade yang lalu.

Musim panas 2003, tim ibu kota Spanyol tersebut melepas Claude Makelele ke tim ibu kota Inggris, Chelsea. Padahaljangkar asal Perancis ikut berjasa atas Liga Champions ke-9 yang mereka raih musim sebelumnya, serta 2 gelar La Liga.

Sebenarnya alasan utama Makelele hengkang adalah permintaan gaji yang ditolak, namun jadi semakin pelik (atau mungkin konyol) setelah Florentino Perez mengeluarkan pernyataan bak orang yang kenal sepak bola dari gim PES atau FIFA saja. Sekaligus menyadarkan, sebenarnya orang macam Vincent Tan sudah ada sejak lama, bahkan di klub sebesar Madrid.

“Kami tidak akan merindukan Makelele. Tekniknya rata-rata. Dia tidak memiliki kecepatan dan skill untuk melewati lawan. 90% distribusi bolanya hanya ke belakang atau ke samping. Dia tidak bisa menyundul dan sering kali hanya mengumpan sejauh tiga meter. Pemain yang lebih muda akan datang dan Makelele akan terlupakan,” ujar sang presiden kala itu.

Dan “pemain yang lebih muda” tersebut adalah David Beckham. Pemain yang kala itu jaminan mutu pemasaran global. Pasca didatangkan, Los Merengues melejit jadi klub terkaya dunia, dan jersey bertuliskan Beckham jadi ATM klub tersebut. Tak masalah jika posisi sayap kanan telah ada Luis Figo. Karena Beckham ditempatkan sebagai gelandang bertahan dalam pola 4-2-3-1.

Bak menjual jiwa kepada setan, keuntungan finansial harus dibayar dengan puasa gelar selama 4 tahun untuk Liga Spanyol dan 12 tahun untuk Liga Champions. Bahkan pada musim pertama Makelele hengkang, Madrid tercecer di peringkat 4. Pertahanan mereka kacau dengan 54 kali bobol. Kepergian Makelele pun disebut jadi faktor utama terpuruknya Madrid. Sebagai benteng pertama, kehadiran pemain kelahiran Kongo ini amat penting untuk menyaring serangan lawan. Dan jelas Beckham bukan pemain yang cocok untuk “tugas kotor “seperti itu.

“Kenapa melapisi emas pada (mobil) Bentley jika mesinnya malah hilang?” pernyataan Zidane melukiskan kondisi Madrid saat itu.

Perez seakan tak belajar dari Valencia yang jadi kampiun lewat dua pivot kembar David Albelda-Ruben Baraja, atau naiknya performa Barcelona sebagai imbas datangnya Edgar Davids. Musim berikutnya Madrid justru urung mendaratkan Patrick Vieira dan malah memboyong Michael Owen.

Puasa gelar baru putus musim 2006/2007, justru saat penghuni Santiago Bernabeu ini membeli dua breaker : Emerson dan Mahmadou Diarra.

Kondisi Saat Ini

Madridista sebaiknya menulis pepatah “pengalaman adalah guru yang terbaik” di ruang kerja Perez, karena pria 67 tahun ini lagi-lagi. Jika dulu Makelele dibuang karena “hanya bisa mengoper ke belakang atau ke samping” dan “tidak punya skill untuk melewati lawan”, Xabi dan Di Maria bukanlah pemain dengan tipe seperti itu. Lantas kenapa keduanya masih di lepas? Anda sudah tahu jawabannya: Toni Kroos dan James Rodriguez

Xabi adalah jangkar modern, karakternya memang tak segahar Makelele, namun visi dan passing-nya lebih unggul. Kemampuan membaca permainan adalah atibut utama Xabi memutus serangan, musim lalu dia membuat 40 intercept, dan meski tekel bukan keahlian utamanya, eks gelandang Liverpool masih dapat membuat 49 tekel sukses. Bersama Modric yang sebenarnya juga bukan holding midfielder murni, mereka berhasil menciptakan trio gelandang yang tangguh sekaligus kreatif, ditambah dengan kehadiran Di Maria.

[caption id="attachment_356278" align="aligncenter" width="300" caption="Perbandingan Kroos, Xabi, dan Modric (squawka.com)"]

14093903011087381139
14093903011087381139
[/caption]

Mari bandingkan dengan Kroos yang hanya mencatat 16 intercept dan 47 tekel sukses musim lalu. Atau jika perlu silakan lihat rekaman saat Madrid membantai Munchen 4-0 di kandangnya musim lalu. Siapa yang bertugas sebagai poros di lini tengah? Kroos dan Schweinteiger. Dan apa kontribusi bertahan keduanya? 2 tekel dan 0 intercept untuk Schweini, sedangkan Kroos sama sekali tidak melakukan keduanya.

Kroos memang sering disebut sebagai gelandang modern yang bisa memerankan Advanced Playmaker dan deep-lying playmaker sekaligus. Kreativitas dan akurasi umpannya jelas nomor wahid. Namun dia bukan seorang ball-winner, padahal di posisi itu dia akan dimainkan. Saat masih di Bayern Munchen pun dirinya amat jarang bermain di depan bek. Perlu adaptasi dan waktunya tidak sebentar.

Sedangkan untuk James Rodriguez, pemain Kolombia ini adalah seorang “nomor 10” tulen. Posisi terbaiknya adalah gelandang serang di belakang striker. Jika pun harus ditempatkan sebagai sayap kiri, area bermainnya akan lebih sering bergerak ke tangah dan mengkreasi serangan dari sana. Posisi bermain yang berhasil membuatnya jadi top skorer Piala Dunia serta pemain terbaik kedua Liga Perancis.

Tapi kali ini dia akan menempati peran winger hybrid. Saat bermain dia akan menjalani dua peran: dari seorang gelandang tengah saat bertahan, dan akan bertransformasi jadi winger saat menyerang. Di Maria sukses besar di posisi tersebut musim lalu. Bermodal kecepatan, stamina, dribble mumpuni, serta crossing yangbaik, gelandang Argentina menjelma jadi dinamo lini tengah Madrid dan Argentina. Sekaligus membantu dua bintang, Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi, untuk bersinar.

Dengan 17 assist-nya di La Liga dan 5 di ajang UCL, dia membantu CR7 jadi top skorer di dua ajang tersebut dengan 31 dan 17 gol. Dia juga menjadi tandem Messi untuk berkreasi di Argentina. Menurut Cesar Luis Menotti, yang tidak bisa dilakukan Di Maria hanyalah menjual kaos.

Lantas bagaimana kans "Hamez" musim ini. Mau tak mau dia harus cepat beradaptasi, karena Ancelotti nampaknya enggan lagi memakai formasi 4-2-3-1, yang terbukti gagal saat dicoba di masa awal kepemimpinannya. Formasi yang memang akan mengakomodasi kemampuan Rodriguez namun akan mengorbankan stabilitas permainan. Sedangkan jika sebagai winger-hybird, dirinya belum nyaman. Laga melawan Sevilla saat Piala Super Eropa bisa jadi contoh gamblang, bagaimana kreativitas Rodriguez justu tidak terlihat.

Waktu akan menjawab apakah langkah Perez dan Madrid musim ini, akan berbuah prestasi atau blunder berkepanjangan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun