Selamat sore Opa Riedl. Saat membaca surat ini barangkali Anda sedang menikmati senja dari kamar hotel. Barangkali juga Anda sedang istirahat sehabis latihan sambil beramah-tamah dengan pemain, sebab anda bilang akan segera meninggalkan Indonesia. Semoga datangnya surat ini tidak mengganggu waktu Anda.
Tujuan awal saya menulis surat ini tadinya untuk menanyakan beberapa hal teknis. Saya ingin tahu apa referensi sepak bola Anda? Melihat pertandingan tadi sore saya bak masuk ke mesin waktu dan kembali ke era 60-70an, ketika "Kick n Rush" sedang digandrungi di jagat sepak bola. Mungkin taktik macam itu nge-hits saat Anda masih muda, hingga lahir cita-cita "Kalau saya jadi pelatih, saya ingin tim saya bermain seperti itu,". Jika benar, Huwala..! Anda telah mewujudkan cita-cita Anda. Setiap orang memang punya referensi gaya tersendiri, termasuk dalam melatih. Soal kuno atau tidak, itu masalah lain. Maka dari itu tak salah kan saya memanggil Anda "Opa"?
Sebelumnya saya minta maaf juga jika surat ini ditulis dalam bahasa Indonesia, sebab saya tahu dua periode melatih negara ini, Anda belum bisa berbahasa Indonesia. Barangkali Anda merasa tak perlu belajar bahasa suatu negara yang Anda latih, toh sepak bola bahasa universal. Kalau begitu apakah tak perlu juga Anda berkeliling stadion-stadion di Indonesia untuk cari pemain? Sepertinya saya amat jarang melihat Anda memantau langsung pemain yang berlaga di kompetisi. Apakah Anda tau ada bek kiri yang bermain di Semifinal AFC Cup bernama Ruben Sanadi atau yang baru saja juara liga bernama Tony Sucipto? Atau apakah Anda tahu tim bernama PBR? Mereka semifinalis liga lho musim ini, mengapa tak ada pemain mereka yang dipanggil ?
Barangkali Anda beranggapan jika pemain yang berlaga di luar negeri juga patut diperhatikan, lantas mengapa Andik tidak disertakan? Mungkin bagi Anda 4 gol dan 11 assist kurang penting dibanding kedekatan personal. Atau karena atasan Anda yang memunta untuk tidak memanggil eks pemain Persebaya 1927 ? Malang benar nasib Andik dan M. Taufiq kalau begitu.
Namun akhirnya saya justru berterima kasih kepada Anda, sebab Anda berhasil membuat PSSI kembali kehilangan cara untuk cuci tangan. Anda telah membuat alasan mengapa PSSI pantas untuk diludahi. Anda membuat masyarakat yang selama ini terbagi jadi dua kubu KMP dan KIH, menjadi satu barisan melawan musuh yang sama : PSSI.
Tuhan memang adil.Opa. Dia selalu menunjukan bahwa tak ada kejahatan yang bisa dilupakan. Tak ada busuk yang tak bisa disembunyikan. Andaikan tim Anda juara AFF tahun ini dan Indra Sjafri lolos ke Piala Dunia U-20, entah bagaimana jadinya PSSI. Keberhasilan ini akan dijadikan propaganda pengurus, lantas melabeli diri mereka sendiri sebagai "GENERASI EMAS" yang jadi modal untuk berlaga di Pemilu 2019. Pemain akan jadi bahan jualan. Tampil di acara musik, iklan sosis, hingga alat kampanye. Para mafia akan berlindung dibalik piala tersebut, sepak bola gajah terus lestari. Para penjahat sepak bola ini pun akan merasa jadi orang suci, yang merasa telah berjasa pada negara. Tuhan memang Maha Adil, Anda tentu setuju akan hal ini.
Mungkin kah Anda dan Indra Sjafri adalah agen Tuhan yang bertugas  menyadarkan umat sepak bola jika PSSI adalah borok bagi sepak bola Indonesia itu sendiri? Atau mungkin Anda memang sengaja agar timnas kalah, agar perang terhadap PSSI segera dimulai? Entahlah, tapi berkat pertandingan semalam, hestek #BekukanPSSI telah berkumandang. Saya berharap manuver ini tidak mandek di sosial media tapi mengarah pada aksi nyata. Toh jika pun dibekukan 1-2 tahun tak ada juga turnamen yang bisa dimenangkan. Tahun depan hanya SEA Games yang akan diikuti timnas. Tak ada masalah mundur beberpa langkah asalkan itu dapat merevolusi organisasi, toh tak ada jaminan kita akan juara jiga masih carut-marut begini.
La Nyala mengatakan akan melakukan langkah evaluasi. Tentu maksud kalimat ini adalah memecat Anda, sebab tak mungkin rasanya jika kalimat tersebut berarti "Saya dan pengurus akan mengundurkan diri." Maka di akhir surat saya mengucapkan terima kasih dan selamat jalan, sebab saya yakin kalimat itu tak pernah diucapkan pengurus kepada Anda. Balik ke  Austria, dan menikmati masa tua lebih baik dibanding berada di lingkaran setan macam begini. PSSI tak pernah (merasa) salah, itu memang kutukan.
Terima kasih Opa Riedl. Terima kasih telah membatalkan upaya PSSI untuk "cuci tangan'". Doakan kami berjuang melawan kanker bernama PSSI ini,Opa.
Salam Supporter Indonesia...!!
(P.S. : jika Anda berkenan teruskan surat ini kepada PSSI. Toh anda sudah tak punya kepentingan bukan ?)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H