Menu jualan di gereja minggu pagi ini terdiri dari makanan penganan khas Manado, salah satunya panada. Panada adalah makanan ringan yang biasa dikonsumsi saat sarapan ditemani teh atau kopi, ataupun disantap sebagai pakanan penutup setelah makan siang atau makan malam.
Awalnya saya hanya tahu panada berasal dari Sulawesi Utara, akan tetapi penelusuran saya membawa kepada sejarah panada yang berasal dari provinsi kecil di bagian barat laut Spanyol bernama Galicia. Keingintahuan saya terhadap asal usul panada pun memberi beberapa pelajaran yang dapat diterapkan di dalam keseharian saya sebagai generasi muda Indonesia yang sedang membuat karya.
Panada atau di negara asalnya disebut sebagai empanada merupakan makanan yang dibawa oleh bangsa Spanyol ketika menjajah Indonesia, saat itu Spanyol menduduki tanah Minahasa dan menyebarkan resep penganan tersebut kepada penduduk lokal di Minahasa, seperti yang mereka lakukan ketika sedang menduduki berbagai negara di belahan Asia, Amerika Latin dan Lautan Pasifik.
Empanada memiliki arti 'dibalut dengan adonan roti', adonan roti ini yang membedakan panada dengan pastel, yang kulitnya terbuat dari pastri yang lebih ringan dan renyah. Panada pada dasarnya terdiri dari tiga hal, yakni adonan roti, isian yang dapat dipilih dari berbagai jenis sayuran atau protein, dan terakhir adalah cara memasaknya. Saya mengekstraksi tiga pelajaran penting dari tiga unsur utama panada ini.
Adonan roti pada empanada memberikan sensasi kenyang. Ketika pelaut Galicia berlayar ke tempat-tempat yang jauh, mereka memilih makanan empanada sebagai makanan utama karena bertahan lebih lama dan mengenyangkan. Saya mengambil esensi roti sebagai sumber kekuatan.
Saya merasa terdorong untuk mengambil peran utama di masyarakat tempat saya berkarya. Saya kira generasi muda Indonesia lainnya juga perlu memikirkan ulang ketika akan menciptakan suatu karya. Ciptakanlah karya yang bertahan lama sehingga dapat menjadi sumber kekuatan dari masyarakat sekitar. Buatlah sebuah karya yang dapat memberdayakan masyarakat tempat tinggal kita.
Isian dari empanada dapat berupa sayuran ataupun protein yang dihasilkan daerah tersebut. Wilayah Galicia terbagi dua, yakni di garis pantai dan di daearah peternakan. Masyarakat Galicia di pantai mengisi empanada dengan protein hasil laut, sedangkan masyarakat di daerah peternakan mengisinya dengan daging hasil peternakan mereka.
Lain halnya dengan di Manado, mereka mengisi panada dengan ikan cakalang yang khas dari lautan di Sulawesi Utara. Belajar dari variasi isian panada mendorong saya untuk lebih peka. Generasi muda haruslah peka akan variasi potensi apa yang dimiliki oleh daerah masing-masing. Potensi lokal yang dapat dikembangkan untuk menjadi karya yang berkelanjutan di daerah tersebut. Karya yang berkelanjutan membuat generasi selanjutnya dapat merasakan manfaat yang sama dari potensi di daerahnya.
Mayoritas orang Manado memasak panada dengan digoreng, walaupun di tempat lain memilih metode memanggang yang dianggap lebih sehat. Apapun metodenya, keduanya memerlukan api yang berfungsi mematangkan. Hal ini mengingatkan saya kalau karya yang bermanfaat maksimal adalah karya yang 'matang'.
Saya mendorong agar generasi muda tidak perlu takut pada 'pematangan' yang akan diterima pada saat proses berkarya. Ada saatnya yang mencemooh dan meremehkan karya kita. Ada pula saatnya karya kita dihargai oleh orang lain. Apapun itu, setiap umpan balik baik negatif ataupun positif seharusnya dijadikan 'api' yang semakin mematangkan karya.