Gelar profesor didapatkan oleh seseorang dengan proses dan perjuangan dan pendidikan yang keras bukan dengan cara melakukan plagiat. Profesor tidak layak untuk mendapatkan gelarnya ketika ia memanfaatkan orang lain di dalamnya. Hal itu pastinya bisa merugikan dirinya dan orang lain yang ia plagiatkan. Gelar dan karya nya tidak bisa dianggap valid.Â
Perkembangan akademis yang terjadi di zaman ini tidak dapat dipungkiri dapat dimanfaatkan oleh seorang profesor untuk melakukan plagiarisme. Tindak tercela pun rela mereka lakukan demi mendapatkan gelar tersebut.
Salah satu profesor dari Universitas Nasional (UNAS) Jakarta yang bernama Kumba Digdowiseiso didapatkan melakukan aksi plagiarisme kepada sejumlah dosen Universitas Malaysia Terengganu (UMT). Safwan Mohd Nor, salah satu profesor keuangan di UMT marah ketika melihat namanya digunakan di suatu makalah tanpa izin. Menurutnya, hal ini seperti suatu bentuk penipuan atau kejahatan predator. Tidak hanya dirinya saja yang menjadi korban, bahkan setidaknya sebanyak 24 staf UMT telah ditambahkan di dalam makalah tersebut.Â
Kumba tidak pernah bertemu dengan dosen UMT dan tidak pernah ada kesepakatan kerja, menurut Nor. Walaupun dalam proses penghapusan nama-nama tersebut di dalam makalah, tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa Kumba melakukan pelanggaran akademik yang serius dan melakukan hal yang ilegal. Kumba sudah mencoba melakukan kontak dengan salah satu dosen UMT dan mengganggap bahwa masalah ini selesai. Faktanya, masih banyak nama-nama yang Masih dipublikasan secara online yang membuat beberapa fakultas ikut terkena dampaknya.Â
Dalam kasus ini, profesor diibaratkan sebagai kancil. Mencuri dengan sengaja tanpa izin. Bukan sebuah hal yang tepuji yang dilakukan oleh seorang profesor. Jika dilihat, tidak ada peraturan dan tindakan yang tegas terhadap kasus-kasus profesor seperti ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H