Mohon tunggu...
Gusti 'ajo' Ramli
Gusti 'ajo' Ramli Mohon Tunggu... wiraswasta -

http://www.about.me/gustiramli dan sering nongkrong di http://garammanis.wordpress.com/\r\n

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tradisi Bajapuik (1): Menjemput Kaum Laki-Laki

3 Maret 2011   03:48 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:07 792
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Setelah cukup lama tidak menulis tentang tradisi bajapuik, akhirnya keinginan untuk menulis hal itu datang kembali. Sebelumnya tema ini pernah ditulis atas respon pemahaman seorang teman tentang tradisi pernikahan orang pariaman ini. Tulisan itu dapat dijumpai disini, disini dan disini.

Sekedar mengingatkan, tradisi bajapuik adalah sistem perkawinan yang terjadi di pariaman. Tradisi bajapuik ini tidak dikenal di daerah Sumatra Barat lainnya. Hanya pariaman yang mempraktekan sistem bajapuik secara unik. Sementara daerah lain di ranah minang melakukan dengan tradisi yang berbeda.

Pada dasarnya bajapuik (dijemput) adalah budaya orang minang dalam perkawinan. Orang minang menganut sistem matrilineal dimana garis keturunan ditarik dari keturunan ibu (perempuan). Posisi laki-laki dalam rumah gadang berada pada posisi sebagai "pendatang", lebih dikenal dengan urang sumando. Karena laki laki sebagai tamu, maka pihak perempuan akan menjemput pihak laki-laki agar datang ke rumah gadang dan menjadi bagian dari keluarga besar.

Dalam perkawinan hal ini disebut dengan manjapuik marampulai (menjemput pengantin pria). Pada umumnya tata cara dalam ritual manjapuik marampulai berbeda-beda di setiap daerah di Sumatra Barat. Tak terkecuali untuk daerah Pariaman, di Pariaman ritual manjapuik ini cukup unik karena diikuti dengan tradisi bajapuik dimana pihak perempuan memberikan sesuatu kepada pihak laki-laki berupa uang japuik (uang jemput) dan uang hilang.

Banyak uang japuik dan uang hilang ditentukan dari status sosial marampulai (pengantin pria). Dahulu ukuran status sosial ditentukan dengan gelar laki-laki yang diperoleh dari ayah, yakni apakah bergelar sidi (saidina/orang alim), sutan (sultan) dan bagindo (baginda). Sekarang tolak ukur status sosial bukan lagi berpatokan kepada tiga gelar tersebut, melainkan dari profesi marampulai. Profesi dokter dan tentara lebih tinggi nilai uang japuiknya daripada tukang becak dan tukang ojek. Artinya, semakin tinggi status sosial seseorang maka semakin besar uang japuik yang akan diterima.

Praktik demikian hanya berlaku untuk daerah Pariaman saja. Sedangkan daerah lain di Sumatra Barat lainnya tidak seperti itu, tapi ritual manjapuik tetap berlaku dengan tata cara berbeda. Setiap laki-laki minang dijemput sebagai pertanda bahwa mereka sudah menjadi urang sumando di rumah perempuan. ((1103030439pku))

Tulisan Lainnya:

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun