[caption id="" align="alignleft" width="300" caption="Image via Wikipedia"][/caption] Menjelang subuh, seorang teman mengirimi aku  link artikel di facebook. Artikel tersebut sangat berkaitan dengan kampung halamanku. Sebuah artikel yang membahas tentang syiah di Indonesia. Awalnya aku tidak terlalu menghiraukan artikel ini. Berhubung isi artikel berkait dangan tempat kelahiranku, maka aku tergerak untuk menjelaskan sudut pandangku disini. Secara garis besar artikel ini menjelaskan bagaimana proses dan penetrasi ajaran syiah di Indonesia. Setidaknya ada empat penetrasi syiah di indonesia, yaitu lewat budaya tabut dan tabot, kawin kontrak (nikah mut'ah), pentrasi kaum intelektual dan lewat narkoba.  Berkali-kali penulis artikel menulis kata sesat sebagai gambaran dari kaum syiah. Secara tidak langsung terkesan bahwa masyarakat yang masih mempertahankan budaya tabut yang berbau syiah ini dianggap sesat pula. [caption id="" align="alignright" width="300" caption="Image via Wikipedia"]
English: The Tabut festival Nederlands: Repron...
[/caption] Disini aku hanya membahas hal yang berkaitan dengan penetrasi budaya, terutama budaya tabut khususnya di Pariaman. Tidak dapat dipungkiri bahwa budaya tabut merupakan tradisi syiah yang dibawah oleh tentara kolonial inggris. Tentara inggris yang berasal dari orang-orang India yang menganut paham syiah juga ikut serta dalam kolonialisasi ini.  Keberadaan mereka di tanah jajahan seperti pariaman dan bengkulu tidak menutup kemungkinan terjadi asimilasi dengan penduduk setempat melalui budaya dan perkawinan. Salah satu asimiliasi tersebut adalah dengan adanya budaya tabuik dan adanya pemukiman keturunan orang india yang dikenal dengan kampuang kaliang. Pendekatan budaya dan pernikahan itu bukanlah hal biasa dalam pengembangan ajaran islam di nusantara. Tidak hanya dari pengikut syiah saja, tapi pengikut sunni juga menggunakan pendekatan demikian. Perlu diketahui bahwa islam tidak masuk ke nusantara dengan cara-cara kekerasan, melainkan dengan cara damai seperti dengan budaya, perdagangan dan pernikahan dengan penduduk lokal. Berkait dengan tabut, masyarakat pariaman sudah semenjak dahulu menjalankan budaya ini. Dalam penyelenggaran tidak ada sentimen sekte dalam agama tertentu. Belakangan memang tabut tidak lebih dari sekedar agenda pariwisata kota pariaman. Dengan agenda ini pemerintah dan masyarakat berharap dapat menarik wisatawan lokal dan internasioanl untuk datang ke pariaman kota kecil yang terletak di pesisir barat Sumatra ini. [caption id="" align="alignleft" width="300" caption="Image via Wikipedia"]
English: The Tabut festival Nederlands: Foto. ...
[/caption] Walaupun masyarakat pariaman menyelenggarakan budaya tabut yang berbau syiah, tidak serta merta masyarakat pariaman menganut paham syiah. Sejauh pengamatan saya sebagai penduduk asli pariaman, belum pernah saya menjumpai aliran syiah disini. Kalaupun budaya tabut ditarik dari segi agama, paling masyarakat pariaman yang mayoritas sunni ini lebih kepada mengenang tewasnya cucu Muhammad SAW, yakni Hasan dan Husain di padang karbala. Walau ada yang menganut paham syiah, tidak seharusnya mereka dihakimii dengan kata sesat. Apalagi menganggap masyarakat yang melakukan budaya berbau syiah dianggap sebagai masyarakat yang sesat. Aku masih ingat dahulu seorang guru yang menyatakan bahwa pemersatu dari islam adalah akidah. Kita boleh beda secara syariah, tapi tidak secara akidah. Padahal selain itu, Islam juga menghormati mereka yang berbeda secara akidah. Sebab perbedaan adalah sebuah kenisacayaan yang tidak dapat dipungkiri oleh manusia. Janganlah sekali-kali karena alasan perbedaan kita menganggap yang berbeda sebagai orang yang sesat. Â Bukankah sesat menyesatkan itu adalah hak prerogatif Allah SWT? Salam GaramManis
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Sosbud Selengkapnya