Percayakah sodara-sodara bila lagu bisa membentuk karakter masyarakat? Biasanya sih kondisi masyarakat yang menjadi inspirasi bagi pencipta lagu.
Terserah mana yang mempengaruhi terlebih dahulu. Banyak lagu-lagu yang dipengaruhi oleh realitas kehidupan masyarakat. Lain lagi dengan lagu satu ini.
Sebuah lagu minang, dimana sepenggal syairnya yang berbunyi "pariaman tadanga langang, batabuik makonyo rami". Artinya pariaman terdengar sepi, karena tabuik makanya rame.
Tabuik adalah event wisata tahunan yang diadakan pada bulan muharam. Jika di konversi secara faktual ke tahun masehi, maka muharam jatuh pada bulan november ini. Tahun ini pesta tabuik diadakan pada hari minggu (25/11/12).
Pada hari tersebut kota pariaman diserbu ribuan pengunjung. Kesempatan ini tidak disia-siakan warga pariaman. Sebagian warga berjualan disepanjang lokasi pesta tabuik.
Namun, sayang di hari puncak pesta tabuik tersebut harga membumbung tinggi. Bukan karena kelangkaan, tapi lebih karena masalah kesempatan. Hari itulah kesempatan pedagang untuk menjual semahal mungkin.
Di titik-titik tertentu seperti sepanjang pantai pariaman harga makanan dan sebotol minuman bisa dua kali lipat dari harga normal. Kapan lagi, cuma hari itu kok kota ini rame dikunjungi wisatawan. Dihari itu pula mereka bisa memperoleh untung yang besar.
Bahkan pemerintah sekalipun tidak mampu mengontrol harga dan mengatur masyarakat.
Mungkin dengan menganut filosofi pada syair lagu diatas, mereka menjual dengan harga yang mahal. Cuma di hari tabuik mereka bisa meraup untung sebesar-besarnya.
Padahal dampak yang ditimbulkan sangat berdampak negatif kedepannya. Jangan-jangan orang kapok berkunjung kembali ke kota ini.
Jangankan wisatawan atau pendatang. Penduduk setempat saja masih ada yang kena "bangkuang". Kena "bangkuang" artinya merasa tertipu karena terpaksa membeli sesuatu yang harganya kemahalan. Harga yang sangat jauh dari batas normal.