Mohon tunggu...
Garaduz Grace
Garaduz Grace Mohon Tunggu... pegawai negeri -

..Garaduz untuk Grace..(✿◠‿◠)

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Cinta 4 # Masih Bisa Tersenyum untuk Kalian

4 Agustus 2011   14:42 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:05 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sebelumnya:

Cinta 1 # Menyuap Tuhan Demi Cinta?

Cinta 2 # Perempuan Jahanam (dan Bukan Jahanam) Itu Sahabatku

Cinta 3 # Masihkah Kau Ingat, Sayang?

4 tahun yang berwarna pun berlalu jua..

Sahabat perempuanku yang bukan jahanam (bisa jadi disebut sahabat berhati malaikat) itu kini sudah menggantikan si jangkung nan kalemnya dengan si cipit nan gempal. Oh, oh...kau mengisahkannya tempo hari dengan binar mata seorang gadis cilik yang baru saja diberi satu gaun Natal ala Cinderela, yang dipakai berdansa dengan sang pangeran sebelum dentangan lonceng takdir pada tengah malam; tentang dia yang turun di bibir dermaga negeri cengkih-pala, saat sauh cinta sudah mendapatkan labuhannya pada suatu masa. Si jangkung nan kalem juga tak sulit ‘tuk mengisi kevakuman hatinya dengan jelmaan hawa yang lain, entah yang satu ini masuk golongan jahanam atau tidak (tidak penting untuk diketahui). Itukah takdir seperti dialog seorang Ibu Guru dengan murid SD di salah satu iklan TV?

"Mengapa Pattimura ditangkap?

"Takdir, Bu!"

Ha ha ha.. Ada gatal di hati yang tak dapat kugaruk tiap kali menyaksikan iklan berdurasi pendek itu dan kurasa yang lain pun akan sependapat denganku. Dan atas nama ketidakcocokan lagi, akhirnya memang demikian. Takdir di tangan kalian, pilihan kalian. Bukan di tangan Tuhan. Jadi jangan bawa-bawa nama Tuhan karena kita bukan robot dan tak selalu kita melibatkan-Nya dalam setiap urusan kita walaupun sebenarnya Dia sangat ingin dilibatkan secara pribadi (Tuhan yang sok ikut campur! Salahkah?). Bukankah kita dianugerahkan kebebasan untuk memilih dan mengambil keputusan, bukan? Ya-tidak, menerima-menolak..up to you lah.. Free will (pemahaman yang tentu tidak berkaitan sama sekali dengan film tentang si lumba-lumba yang berjudul Free Willy, ya?)Atau yang namanya Tuhan itu punya cara sendiri yang kinerjanya mustahil direka-reka secara logis? Hmm.. Entahlah

Mari tinggalkan sejenak kisah kalian. Sekarang aku..Pijar rasaku ternyata belum sepenuhnya meredup padamu, wahai lelaki jangkung nan kalem. Dengan persentase rasa yang sudah tak sebesar yang dulu lagi, kau tanyakan pendapatku demi sumpah tak terucapkan sepasang sahabat. Kau ingin menyatakan cintamu kepada dia. Haa? Dia siapa? Apa? Ouw! Ouw! No! Dia? Ya! Dia!Perempuan jahanam, sahabatku itu.

"Aku mau bilang cinta kepadanya tapi aku tak berani."

"Kau lelaki bodoh! Pengecut!"

"Bagaimana kalau aku ditolak?"

“Belum mencoba, sudah ragu!”

"Bagaimana kau mau tahu jawabannya kalau kau tidak pernah mencoba?"

"He he he.. Iya ya?"

"Dimana kesaktianmu, o’on? Padahal dulu kan kau punya rekor pacaran yang tidak sedikit."

"Grogi. Maklumlah aku cinta sekali kepadanya. Aku mau menikahinya."

"Hmm..Jadi segeralah kau katakan. Jangan menunda-nunda lagi"

“Oke, baiklah.. Terima kasih, Ara. Kau memang sahabatku.”

Oh..tuluskah tautan aksara yang telah berkolaborasi dengan otak dan hati sebelum memuntahkannya dalam tautan aksara di layar TFT 16777216 color (24 bits) ponsel berdimensi 106x43x13 mm itu? Hanya aku dan Tuhan yang tahu jawabnya.

Katanya ada yang penting untuk dibicarakan denganku. Oh, begitu ya? Hmmm.. Sahabatku perempuan jahanan itu menghubungiku. Didampingi seorang sahabatku yang bukan jahanan lainnya (ini juga masuk kategori sahabat berhati malaikat), kami bertiga bicara serius dalam hingar bingar kaum muda di cafe yang belum lama dibuka di kota berjulukan manise itu. Intro manise penuh tawa dibuka tapi tak serenyah dulu..duluuu sekali, sayang..sekarang cuma bumbu kepalsuan yang dibentengi dinding-dinding merah cafe.

Ada helaan nafas panjang sebelum jahanam itu menatapku dalam-dalam. Oh tunggu..mungkin sekarang kusebut saja kau mantan sahabatku jahanam..

"Dia mengajakku pacaran. Apa pendapatmu.”

“Bagus..”

“Tidak apa-apa kan?"

Sebenarnya keran di sepasang bola bening rabun ini mau terbuka seketika. Tapi untuk apa? Uh! Jangan kelihatan bodoh di hadapan mereka! Atau kau memang bodoh dari dulu? Udara tiba-tiba seperti tak mengalir baik di paru-paru yang pernah mengalami peradangan akut ini. Ah! Aku kan pandai mengulas senyum (dari dulu) dan memang seharusnya aku harus tetap menjadi sahabat emas mereka kan? Mungkin mantan sahabat perempuan jahanam itu masih merasa bersalah atas peristiwa dua lembar kertas buram itu di masa silam itu. Salahnya sendiri! Mengapa harus aku yang cemas?

"Ha ha ha.. Ah! Yang sudah lama berlalu, biarkanlah berlalu."

"Aku takut kamu tersinggung."

"Untuk apa? Seharusnya kau tahu ini."

Terpaksa kutunjukkan isi sms-an konsultasi cinta si jangkung nan kalem denganku dari ponsel tua keluaran Januari 2007 itu pertama-tama kepada mantan sahabat jahanam itu kemudia kepada perempuan berhati malaikat yang satunya. Tentu saja masih dengan pameran senyum gratis dari deretan gigiku yang tak rapi itu.

"Jadi berterimakasihlah kepadaku jika akhirnya kalian jadian. Aku sportif untuk kalian berdua."

Dan barangkali untuk lebih meyakinkan, jari-jari montoknya lalu menekan ponselnya dengan kecepatan standar..siapa lagi yang ditelepon kalau bukan lelaki jangkung nan kalem itu. Ponsel berpindah ke tanganku. Lihat! Aku tidak apa-apa, kan? No problem, girls! Lihat! Aku masih bisa mengejekmu dalam senda gurau, membuatmu malu-malu kucing pertanda cintanya kan segera jadi milikmu. Cinta yang kau nantikan sejak tujuh tahun lalu, sebanding dengan rasa yang juga kupendam. Kau senang kan, sayang? Selamat.. Ah! Kau juga Tuhan. Kau pun sama saja. Kau juga senang, kan? Untuk apa Kau disebut Tuhan bila kau hanya bisa berdiam diri di tempat yang katanya surga itu? Apakah Kau hanya berpangku tangan dan kaki dengan manisnya di takhta-Mu sembari melihat duka ini perlahan meracuniku?

T-A-M-A-T

Piru, Juli-Agustus 2011

♥ ♥ ♥ ♥ ♥ ♥

Ditulis dengan penuh sakit hati atas dasar pencitraan kepada tokoh utama cerita. Oh iya, cerita ini juga ditulis secara tidak sengaja pada suatu waktu menjelang tengah malam untuk mengusir kepenatan mengerjakan tugas lainnya yang dikejar deadline :D

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun