Mohon tunggu...
Garaduz Grace
Garaduz Grace Mohon Tunggu... pegawai negeri -

..Garaduz untuk Grace..(✿◠‿◠)

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Cinta 1 # Menyuap Tuhan Demi Cinta?

22 Juli 2011   14:18 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:28 543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13113523262015307418

Hei! Hei, sayang! Sayaaang! Hei cinta! Cintaaaa! Adoh! Lelah hatiku melambai-lambaikan gejolaknya padamu. Seandainya bisa kau lihat, sejak tujuh tahun lalu hati beta tak hanya melambai-lambaikan hasratnya bagai nona hitam manis yang melambaikan lenso putih kepada nyongAmbon di bibir dermaga, tapi melompat-lompat kegirangan hingga jatuh terjembab..hingga kapal semakin menjauh, jauh..menjadi titik di batas horizontal..hingga menghilang di pelupuk pandang. Cuma par ale, sio jantong hati ee..

Ya..itu semuanya tersimpan di dalam lubuk hati yang tak bisa dideteksi peralatan medis sekalipun. Kontras dengan sikapku yang mematung di hadapanmu, menemanimu mengerjakan tugas kuliah sejak bulan malu-malu meninggi dibalik awan, hingga kokok si jantan menyadarkannya untuk segera berganti giliran dengan sang surya.

Aku membatu dalam diam bukan berarti hatiku batu. Seharusnya bisa kau translate-kan tatapan bola mataku yang kontras ke mata sipitmu. Itu bukan tatapan biasa-biasa saja, sayang!

♥ ♥ ♥ ♥ ♥

Ya, Tuhan! Kenapa Kau tak berpihak kepadaku? Kenapa Kau diam? Eh, kata orang-orang Kau punya remote takdir. Makanya mereka sering bilang, sudah takdir ketika jalan hidup begitu-begitu saja saat pangkat dan gaji tak kunjung naik-naik, ke kantor cuma naik motor purba, atau sudah takdir bisa dipertemukan dengan suami impian yang tak disangka-sangka itu. Ada juga yang menyebutnya takdir, mengiyakan tiga kali ketukan palu perceraian dan lagi-lagi sudah takdir kala mendapatkan istri baru bak malaikat. Apa iya, ya? Kalau benar begitu, kucuri saja remote itu.

Atau haruskah aku menyuap-Mu seperti yang sering aku dan yang lainnya lakukan kepada sesama kami? Maksudnya bukan menyuap adik bayi, Tuhan. Tapi sogok! Ah! Jangan berlagak bego di depanku, Tuhan! Mau mengujiku? Bukankah Kau tahu batas elastisitasku dalam menghadapi topan maupun teduhnya kehidupan?

Berapa yang harus kubayar untuk membeli keputusan-Mu, wahai pencipta alam semesta termasuk aku dan lelaki kalem nan jangkung ini? Jawab aku, Tuhan! Jangan membisu! Apa aku harus menyogokmu dengan perbuatan baik? Mungkin dengan memberikan sebagian uang beasiswaku kepada janda tua yang ditelantarkan putra-putrinya itu? Atau bersibuk ria mengurusi anak-anak jalanan yang menyelimuti raga dengan potongan koran beralasan karton di emperan toko ketika tirai malam diturunkan langit?

Apa aku harus memaksa-Mu dalam doa-doa yang kupanjatkan dalam gereja megah yang dibangun dengan dana ratusan juta rupiah atau cukup komat-kamit menengadah dalam bilik kamar perangku sebelum dan sesudah bangun tidur? Apakah Kau tidak mendengarku? Apa kau sengaja menulikan telinga-Mu terhadap jeritku? Mustahil Kau tidak tahu apa yang kurasa! Yang kutahu, Kau itu Maha Tahu! Atau Kau pura-pura tidak tahu? Sudah sering kubawa desakan-desakan yang kuperhalus dengan sejuta janji manis di hadapan-Mu, untuk menjadi nona manis yang semakin manis perilaku dan tutur katanya bila kau mau kompromi dengan permintaanku yang satu ini. Sekali ini saja, ya Tuhan..Tuhan yang pertama kali kukenal lewat lagu-lagu Sekolah Minggu jauh sebelum aku mengenal aksara. Tuhan yang katanya tergantung di kayu nista demi kasih-Nya bagi umat manusia itu. Kasih! Kasih-Mu yang unlimited! Ayolah!

♥ ♥ ♥ ♥ ♥

Siapa gadis yang sering pulang kuliah bersamamu? Siapa gadis yang selalu mengerjakan tugas bersamamu bahkan rela mengerjakan tugas-tugasmu ketika pintamu belum sempat kau dorong melewati pintu bibir merah tipismu? Siapa gadis yang rela berbagi makanan hingga isi dompet dan apa saja yang dipunyainya denganmu? Apa saja untukmu, sayang! Siapa? Siapa? Aku! Aku, sayang! Aku, cinta! 24 jam aku tak pernah bosan di dekatmu. Mendengar cerita idiotmu, cerita lucumu..menyenandungkan lagu sedih dan canda bersamamu. Aku! Tuhan pun tahu, itu aku! Akh! Tuhan yang pura-pura tidak tahu itu!

Aku tersiksa dengan rasa ini. Sayang aku tidak hidup dalam budaya bule yang melazimkan kaum Hawa santai-santai saja mengungkapkan cintanya kepada lawan jenis. Makanya biar diam ini saja yang bicara. Hingga kulampiaskan pada dua lembar kertas bisu yang kusobek dari buku bekasku. Kutulis dalam dupa-dupa harapan pada suatu keremangan malam yang disaksikan cicak yang baru saja putus ekornya di sudut lemari Olympic. Kubaca setiap kali rinduku tak berbalas jua, kala kita bersua di kampus alternatif yang dipaksakan untuk menjadi tempat kita menimba ilmu akibat adu domba orang-orang tak bermoral yang meniupkan hawa perbedaan agama. Bahkan rasa ini masih bisa meluap dalam bentuk lain, lima bait puisi malam, cuma par ale saja.

Sio, sayang..apalagi yang kurang. Seharusnya kau mengerti, seharusnya kau tahu. Atau mungkin kau sudah mengerti, kau sudah tahu. Tapi kau sama saja dengan Tuhan itu..Tuhanmu, Tuhanku, Tuhan kita, Tuhan yang sama-sama kita sembah. Yang sama-sama kita elu-elukan namanya setiap hari Minggu dan hari-hari lainnya entah dengan cara yang benar atau tidak. Kau pun tidak menggubrisku. Atau kau pura-pura tidak tahu. Kau sengaja menulikan telingamu terhadap nyanyian cinta di hatiku yang mulai merayap ke telingamu perlahan seiring kebersaman kita. Tapi mungkin melodinya tak kau sukai, sayang. Ah! Kenapa bisa begitu? Hmm..hati memang tidak mudah dipahami, tidak bisa dituruti ataudipaksakan begitu saja. Hatiku yang mematri namamu maupun hatimu yang tak bisakuraba dengan alunan kotak musik para peri cinta yang beranjak dari kunci G sekalipun.

(bersambung ke sini)

-------------------------------------------

Ket (bahasa Melayu Ambon) :

adoh = aduh

beta = aku

lenso = sapu tangan

nyong = lelaki muda

par ale = untuk kamu

jantong = jantung

sio = oh

♥ ♥ ♥ ♥ ♥ ♥ ♥ ♥ ♥ ♥

Aneka tulisan berbau cinta lainya:

AL

Seni Bercinta dan Air Seni

Tiga Hari Sesudah Hari Merah Muda

Lelaki Sayang, Lelakiku Jalang

Ketika Istrimu Cemburu Padaku

Kalau Cinta Cucilah Celana Dalamku

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun