Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Lusia Efriani Kiroyan, Berdayakan Napi Wanita dengan Boneka Batik Girl

9 Mei 2015   20:00 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:12 2205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_416228" align="aligncenter" width="576" caption="Lusia Efriani Kiroyan bersama karya Batik Girl. (Foto: Gapey Sandy)"][/caption]

Beginilah keelokan rupa boneka ala Barbie yang diberi nama Batik Girl. Dalam bahasa Indonesia, artinya wanita yang mengenakan batik. Kenapa musti menggunakan nama berbahasa Inggris? Antara lain, karena pangsa pasarnya, selain domestik juga mengincar mancanegara alias diekspor. Ekspor boneka Batik Girl sudah merambah ke sejumlah negara seperti Amerika Serikat, Singapura dan Malaysia. Belakangan, Australia dan Timur Tengah.

Batik Girl bukan sekadar boneka. Inilah buah karya hasil kreativitas dan keterampilan tangan dari sekitar 100 warga binaan atau narapidana wanita di tiga Rumah Tahanan (Rutan). Ketiga Rutan itu adalah Baloi - Batam, Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Barelang - Batam, dan Rutan Wanita Pondok Bambu - Jakarta Timur. Narapidana wanita yang kini menjadi semakin berdaya dengan kemahiran membuat Batik Girl, sebagian besar atau 80 persennya adalah merupakan korban pemakaian Narkotika dan Obat-obatan (Narkoba), dan sisanya merupakan napi wanita yang single parent. Tahun kemarin, satu Rutan lagi ditambahkan dalam daftar lokasi pemberdayaan, yaitu Rutan kelas IIA Tanjung Pinang. Di Rutan keempat ini, program Cupcake Love diselenggarakan bersama para Napi wanita.

Selain para Napi wanita, turut terlibat dalam program pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui Batik Girl ini adalah sekitar 50 relawan (volunteer) wanita yang tiada jemu melatih dan membimbing pembuatan Batik Girl. Para Napi wanita yang telah menerima pelatihan pembuatan Batik Girl, dan memiliki kemampuan serta kecakapan mumpuni, kemudian melakukan program pemberdayaan ekonomi. Dengan sukacita mereka memproduksi busana untuk boneka Batik Girl. Setiap satu busana boneka yang berhasil diselesaikan, dipastikan mereka akan memperoleh upah sebesar Rp. 10.000. Adapun keuntungan penjualan Batik Girl, dipergunakan kembali untuk mendanai kegiatan-kegiatan sosial berikutnya. Asal tahu saja, di luar negeri, boneka Batik Girl dijual dengan harga US$ 10 hingga US$ 15. Sedangkan untuk pasar dalam negeri, Batik Girl ditawarkan seharga Rp.100.000 per boneka.

[caption id="attachment_416249" align="aligncenter" width="341" caption="Lusia Efriani Kiroyan berpose dengan Batik Girl. Foto diambil pada Jumat, 8 Mei 2015 di Hotel Dharmawangsa, Jakarta. (Foto: Gapey Sandy)"]

14311742811252469966
14311742811252469966
[/caption]

Sudah barang tentu, terjadi sebuah nilai ekonomi dari produksi boneka secara hand made dengan pemasaran Batik Girl. Meski demikian, hasil keuntungannya bukan melulu komersial, karena seperti sudah dikatakan sebelumnya, profit yang ada dipergunakan kembali untuk mendanai berbagai kegiatan sosial berikutnya. Luar biasanya lagi, nilai-nilai ekonomi yang kemudian bergulir kepada nilai-nilai sosial ini terasa sekali manfaatnya, selain untuk kesejahteraan ekonomi para napi wanita, tapi juga dapat memenuhi pendanaan pelaksanaan program Save Street Children, program motivasi untuk para ODHA atau Orang Dengan HIV AIDS, dan program entrepreneurship bagi mereka yang single parent dan hidup di bawah ambang batas kemiskinan. Bahkan manfaat Batik Girl juga disalurkan untuk membantu meringankan beban ekonomi para Pekerja Seks Komersial (PSK), anak-anak penderita HIV/AIDS, kanker, dan thalassemia atau penderita kelainan darah yang sifatnya menurun karena faktor genetik.

Pendek kata, Batik Girl membawa dampak positif yang teramat sangat luar biasa! Lantas, siapa pencetus Batik Girl, dan bagaimana cerita awal mulanya memperjuangkan program pemberdayaan ekonomi para Napi wanita, serta program-program aksi sosial lainnya ini?

Penulis mengajak untuk berkenalan dengan Lusia Efriani Kiroyan, akrab disapa Lusi. Perempuan kelahiran Surabaya, 1 Agustus 1980 ini merupakan pendiri sekaligus pemilik rumah singgah Cinderella From Indonesia Center (CFIC) yang berlokasi di Kompleks Ruko Dutamas Trafalgar No.186 Batam, Kepulauan Riau.

Tekad Membangun Training Center

“Awalnya, pada tahun 2013, saya membangun training center yang membawa misi untuk membantu kaum wanita yang single parent dan tidak mampu. Kalau hanya diberi bantuan uang saja, maka tidak akan menyelesaikan masalah. Mereka harus diberi pendidikan kewirausahaan. Jadi mereka punya usaha dan dapat mandiri, apalagi mereka ini single parent. Rata-rata, single parent ini di Batam memiliki anak banyak. Tapi uang saya enggak cukup, hanya cukup untuk membayar down payment pembelian property-nya saja. Saya kemudian mengajukan kredit ke bank. Bersyukur saya mendapat kucuran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dari sebuah bank swasta milik asing,” cerita Lusi.

[caption id="attachment_416257" align="aligncenter" width="576" caption="Baju batik anak-anak ini diproduksi Yayasan CFIC hasil karya ibu-ibu dari anak-anak jalanan yang diberdayakan. Baju batik ini sebagai alternatif bagi pengunjung Batik Girl yang ingin berpartisipasi dalam kegiatan sosial CFIC. (Foto: Gapey Sandy)"]

14311743541422480799
14311743541422480799
[/caption]

[caption id="attachment_416285" align="aligncenter" width="560" caption="Program CFIC mengadakan pengajian bersama dan pembagian sembako kepada ibu-ibu anak-anak jalanan dan anak-anak jalanannya. (Foto: Lusi Efriani Facebook)"]

14311762872121582205
14311762872121582205
[/caption]

Menurutnya lagi, training center yang dibangun berada di sebuah kawasan town house di Batam. “Bentuknya, saya buat seperti ruko dengan tiga lantai, dan saya namakan Yayasan Cinderella From Indonesia Center (CFIC). Tiga lantai ini saya setting ruangannya. Lantai pertama untuk ibu-ibunya belajar. Lantai dua adalah untuk anak-anaknya bermain dan beraktivitas. Sedangkan lantai tiga, untuk tempat saya tinggal. Bank asing ini menyetujui pengajuan kredit saya, antara lain karena saya adalah juga seorang pengusaha yang track record tidak mengecewakan. Tapi ya namanya juga perbankan, mereka tetap menghendaki training center ini dapat menghasilkan benefit secara materi. Pikir saya, whatever-lah, yang penting training center ini pembangunan Cinderella From Indonesia Center ini selesai. Begitulah win-win solution-nya. Akhirnya, pengajuan kredit saya disetujui pihak bank,” urai Lusi ketika dijumpai penulis di stand penjualan Batik Girl pada sebuah exhibition di Nusantara Ballroom, Hotel Dharmawangsa, Jakarta, Jumat, 8 Mei 2015.

Di CFIC, mulailah Lusi berjuang melakukan pembinaan kewirausahaan. Kaum wanita single parent yang kurang mampu ini dibimbing membuat berbagai kerajinan tangan. “Bahan baku untuk training saya siapkan, dan trainer saya datangkan. Enggak cuma itu, mereka juga saya beri makan dan uang transport. Semuanya all in, asal mereka mau belajar. Karena niat saya memang murni melakukan pembinaan kewirausahaan, dan tadinya saya pikir jumlah mereka ini paling-paling hanya beberapa orang saja. Tapi nyatanya, dari hari ke hari, CFIC yang didirikan semakin memperoleh perhatian banyak orang. Jumlah wanita yang belajar pun terus bertambah. Dari situ, Pemda Kepri melihat program training center CFIC ini dalam kacamata positif. Pihak Pemda kemudian menitipkan sebanyak 50 ibu-ibu anak jalanan. Nah, pada saat dititipkan ibu-ibu anak jalanan ini, mau tidak mau saya merawat anak-anak mereka juga, yang tak lain adalah anak-anak jalanan. Enggak mungkin saya mengurus ibu-ibu anak jalanan, tanpa mengurus anak-anaknya juga. Nah, jumlah anak-anak ini mencapai 100 orang, sehingga praktis beban saya semakin bertambah, apalagi setiap minggu saya punya kegiatan rutin untuk memotivasi para narapidana wanita” tuturnya.

Awalnya, menurut Lusi, program kegiatan rutin mingguan yang difokuskan kepada sekitar 20 hingga 30 narapidana wanita di rumah tahanan Baloi, Batam, hanya sebatas penyampaian motivasi berikut pemberian buku CFIC, dan makan bersama. “Program motivasi Napi wanita ini, akhirnya mau tidak mau, jadi semakin banyak mengeluarkan dana kegiatan. Disitulah kemudian saya merenung, bahwa ternyata semakin banyak kegiatan sosial yang dilakukan, membuat beban biaya saya semakin berat. Apalagi, saya enggak punya donatur tetap, dan saya bukan tipe orang peminta-minta. Mulailah dari situ ada keinginan ada usaha untuk mereka. Akhirnya, untuk setiap komunitas yang saya bantu, saya bangunkan usaha. Misalnya, untuk komunitas ibu-ibu anak jalanan saya buatkan usaha pembuatan kue, es cream, sarung bantal, dan masih banyak lagi. Sedangkan untuk para Napi wanita, saya juga buatkan usaha pembuatan kue, cupcake, es cream dan banyak lagi. Pendek kata, semua bentuk usaha saya coba untuk mereka. Pada perjalanannya, bangunan usaha untuk para napi wanita ini yang lebih cepat meraih simpati dan apresiasi masyarakat, dalam hal ini usaha pembuatan boneka Batik Girl ini,” beber Lusi dengan logat Surabaya yang masih kental.

[caption id="attachment_416260" align="aligncenter" width="550" caption="Sejumlah warga binaan di Rutan Batam memperoleh pelatihan membuat boneka Batik Girl. (Foto: Lusi Efriani Facebook)"]

14311744061415385699
14311744061415385699
[/caption]

[caption id="attachment_416261" align="aligncenter" width="550" caption="Kegiatan pelatihan membuat boneka Batik Girl oleh warga binaan di Rutan Batam. (Foto: Lusi Efriani Facebook)"]

14311744501515428284
14311744501515428284
[/caption]

[caption id="attachment_416262" align="aligncenter" width="550" caption="Produksi boneka Batik Girl di Rutan Batam siap dipasarkan di dalam dan luar negeri. (Foto: Lusi Efriani Facebook)"]

1431174479388698666
1431174479388698666
[/caption]

Mengapa pembuatan boneka Batik Girl ini lebih cepat berkembang? Menurut Lusi, para Napi wanita yang terlibat dalam pembuatan Batik Girl kebanyakan adalah mereka para korban penyalahgunaan Narkoba. Para napi ini didominasi anak-anak muda yang secara finansial tidak terlalu membutuhkan uang, mereka hanya butuh perhatian, eksistensi dan apresiasi. “Akhirnya saya pikir, ya sudah mereka lebih baik diarahkan untuk membuat boneka Batik Girl saja, karena diharapkan juga dapat menjadi semacam terapi kepada mereka agar tidak berpikir yang aneh-aneh sewaktu berada di dalam penjara. Mulailah dari situ kita buat training pembuatan boneka Batik Girl. Para napi wanita ini senang sekali. Ternyata, hasilnya juga memuaskan, bahkan lebih dari yang kita harapkan. Boneka Batik Girl hasil karya mereka ini memuaskan, apalagi kita memang menetapkan bahwa antar boneka tidak boleh ada yang sama. Kenapa? Supaya mereka setiap hari selalu berpikir untuk membuat tampilan kreasi baru, karena kalau bonekanya ada yang sama, maka tidak akan lolos quality control. Artinya, desain boneka itu harus diperbaharui kembali. Aturannya, motif boleh sama, tapi model tidak boleh sama,” urai Lusi dengan mata berbinar.

Pada awal pembuatan boneka Batik Girl, kisah Lusi lagi, kotak kemasan bonekanya tidak se-eksklusif seperti sekarang dengan material kotak karton dan plastik tembus pandang. “Waktu pertama kita buat, kemasannya cuma plastik biasa. Plastik yang biasa dipakai bungkus kerupuk, atau plastik yang biasa membungkus mainan anak-anak itu lho, tinggal kemudian saya jepret-jepret memakai stapler saja. Bersyukur kemudian saya ada uang sedikit untuk membuat boks kemasan boneka dengan menggunakan bahan mika. Agak cakep, cuma kendalanya masih belum bisa di-print merek dan keterangan produksinya. Jadi, masih dengan tulis tangan saja,” cerita Lusi sembari menyebut dengan pembiayaan swadaya seperti ini, boneka Batik Girl yang diproduksi dapat mencapai 300 boneka per tahun.

Dana Hibah untuk Pemberdayaan Napi Wanita

Peluang kesuksesan boneka Batik Girl semakin terbuka lebar. Momentumnya hadir ketika pada akhir 2013, Lusi berhasil memenangkan kompetisi dan berhak atas dana hibah atau grant dari Kementeria Luar Negeri Amerika Serikat di Washington DC. Jumlahnya lumayan fantastis, US$ 19.483. “Dana hibah ini dimaksudkan untuk kegiatan selama 2014, untuk melatih 100 napi wanita di tiga rumah tahanan yaitu Rutan Baloi dan Barelang di Batam, serta Rutan Pondok Bambu di Jakarta Timur. Waktu itu, saya ditargetkan untuk memproduksi sebanyak 1.000 boneka dalam satu tahun. Tapi ternyata, saya justru bisa memproduksi 1.500 boneka Batik Girl dalam satu tahun. Dari sini, mulai nampak ada dana usaha yang bisa saya putar,” jelas alumnus Fakultas Sastra Inggris Universitas Airlangga, Surabaya ini.

[caption id="attachment_416265" align="aligncenter" width="550" caption="Kegiatan Training of Trainer boneka Batik Girl di Rutan Batam, April 2014. (Foto: Lusi Efriani Facebok)"]

143117546410388311
143117546410388311
[/caption]

[caption id="attachment_416266" align="aligncenter" width="550" caption="Berfoto bersama usai kegiatan Training of Trainer boneka Batik Girl di Rutan Batam, April 2014. (Foto: Lusi Efriani Facebok)"]

14311754971636158563
14311754971636158563
[/caption]

Tak berhenti sampai disitu, pada 2014 kemarin, Lusi kembali berjuang demi memperoleh dana hibah untuk program kegiatan CFIC sepanjang 2015. "Saya memenangkan kompetisi yang diselenggarakan International Republik Institute dengan program YSEALI atau Youth South East Asia Leader Initiative dengan hadiah dana hibah sebesar US$ 10.000. Dana hibah yang kala itu diserahkan langsung oleh Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia ini dimaksudkan untuk lebih mempromosikan dan mempeluas pemasaran Batik Girl. Program yang saya ajukan adalah melakukan roadshow untuk menyampaikan misi sosial dari boneka Batik Girl di Indonesia dan Singapura. Kenapa saya pilih Singapura? Karena negara ini seperti pintu bisnis di dunia. Lagipula lokasinya tidak terlalu jauh dari Batam, kota tempat tinggal saya. Sedangkan Jakarta, saya pilih karena merupakan trendsetter untuk Indonesia. Semoga bila saya menyampaikan misi sosial ini di Jakarta, akan lebih cepat gaung penyebaran informasinya. Alhamdulillah, perkembangan roadshow-nya sangat bagus. Ada beberapa rekanan yang merespon positif, selain itu semakin banyak orang care untuk kemudian memberi saya booth gratis, exhibition gratis sehingga lebih membantu roadshow ini. Termasuk di Singapura, tentu saja. Malah pihak Singapura yang saat ini tidak sabar menanti pelaksanaan roadshow. Padahal, roadshow di Jakarta, target saya baru akan selesai pada Mei. Kemudian menyusul di Singapura pada Juli - Agustus. Lalu penutupannya di Batam pada September 2015. Target roadshow-nya adalah menyampaikan misi sosial boneka Batik Girl yaitu mengampanyekan tagline One Friend, One Doll. Artinya, mendukung kegiatan Batik Girl, dimana setiap satu orang yang membeli satu boneka Batik Girl sudah cukup untuk membantu kegiatan-kegiatan di CFIC," urai Lusi rinci.

Lusi memaparkan, kegiatan utama CFIC saat ini adalah pemberdayaan Napi wanita, pemberdayaan ibu-ibu anak jalanan, dan motivasi untuk anak-anak jalanan. “Kegiatan yang kami lakukan di CFIC misalnya, setiap bulan ada pengajian bersama, nonton film dan berenang bersama untuk anak-anak jalanannya. Juga pembagian sembako. Kalau kegiatan yang difokuskan untuk ODHA, kita masih melakukannya dalam tahap motivasi. Hal ini karena saya concern terhadap ibu-ibu rumah tangga yang notabene baik, tapi kena HIV/AIDS, itu kan perlu dijaga. Setiap bulan kita ada pertemuan dengan Komunitas Peduli ODHA yang namanya Angel Heart. Jadi setiap bulan, Angel Heart ini datang ke CFIC, untuk saling memotivasi karena mereka harus minum obat, enggak boleh telat, setiap hari,” jelasnya.

Bagaimana dengan kepedulian CFIC terhadap mereka penderita thalassemia? “Ceritanya begini. Sebenarnya, boneka Batik Girl ini tidak boleh dijual. Harus bermisi sosial murni. Tapi, saya bilang, kalau tidak dijual ya enggak sustained, enggak berkelanjutan. Kecuali, Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat bersedia menjamin, bahwa tiap tahun saya dikasih bantuan. Tapi, kalau tidak ada jaminan seperti itu ya harus saya putar dananya. Akhirnya, untuk win-win solution saya bilang, yang untuk misi sosialnya, boneka Batik Girl saya berikan secara gratis kepada anak-anak yang sakit dari kalangan tidak mampu. Misalnya, anak-anak yang kena kanker, HIV/AIDS dan thalassemia. Jadi, kita punya program pemberian boneka, gratis. Contoh lain misalnya, pada saat ada acara pameran amal seperti ini, bila ada pembeli Batik Girl yang membeli boneka tapi mereka sudah tidak memiliki anak-anak perempuan yang masih kecil lagi, maka mereka men-support kampanye One Friend, One Doll, mereka bayar harga bonekanya, lalu nanti boneka yang sudah mereka bayar ini akan kami sampaikan kepada anak-anak yang sakit tadi,” tutur Lusi.

[caption id="attachment_416267" align="aligncenter" width="378" caption="Stand Cinderella From Indonesia Center dalam Pameran Produk Unggulan Lapas 2015 di lingkungan Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Kepulauan Riau. (Foto: Lusi Efriani Facebook)"]

14311755441150567376
14311755441150567376
[/caption]

[caption id="attachment_416268" align="aligncenter" width="560" caption="Lusia Efriani Kiroyan paling kanan. Stand Cinderella From Indonesia Center dalam Pameran Produk Unggulan Lapas 2015 di lingkungan Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Kepulauan Riau. (Foto: Lusi Efriani Facebook)"]

14311755821224894189
14311755821224894189
[/caption]

Dalam konteks pemberian boneka gratis kepada anak-anak yang sakit dan tidak mampu secara ekonomi tadi, Lusi menyatakan bantuan yang diberikan memang bukan dalam bentuk dana. “Bukan dalam bentuk dana. Begini. Anak-anak yang sakit kanker, HIV/AIDS, dan thalassemia itu, mereka setiap bulan harus menjalani treatment medis. Selama treatment itu, mereka umumnya tidak didampingi orangtua, apalagi teman. Makanya, boneka Batik Girl ini bisa menjadi teman hiburan mereka,” jelasnya.

Hingga kini, sudah ada empat varian boneka Batik Girl, yaitu seri Coklat, Merah Muda, Hijab Series, dan Batik Girl yang membawa alat musik angklung. Untuk yang seri Batik Girl dengan angklung, CFIC bekerjasama dengan Saung Angklung Mang Udjo dari Bandung. Empat varian Batik Girl ini diekspor ke mancanegara, utamanya Amerika Serikat, Singapura, Malaysia, Australia, dan Timur Tengah. Untuk pasar di Timur Tengah itulah, salah satu alasan dibuat varian Hijab Series. Kerjasama dengan Saung Angklung Mang Udjo jelas menjadi nilai lebih dari sisi kebudayaan yang ditampilkan melalui Batik Girl, selain busana batik itu sendiri. Apalagi, Batik Indonesia, pada 2009 lalu, telah diakui UNESCO dengan dimasukkan dalam Daftar Representatif sebagai Budaya tak Benda Warisan Manusia atau Representative List if the Intangible Cultural Heritage of Humanity. Hal yang sama berlaku untuk Angklung Indonesia, yang diakui UNESCO pada 2010 untuk kategori yang sama. Selain itu, secara pelestarian alam dan lingkungan hidup, Batik Girl sukses menyerap dan memanfaatkan kain batik bekas dan perca batik.

“Berawal dari kendala yang saya temui ketika hendak menjual Batik Girl di kalangan moslem community. Akhirnya saya buat varian Hijab Series, dan ternyata alhamdulillah, laris. Terutama ketika saya coba menjual varian Hijab Series kepada para ekspatriat asal Australia yang beragama muslim dan ada di Indonesia, kebetulan saya alumni Moslem Exchange Programme (semacam program pertukaran kelompok muda muslim potensial Australia - Indonesia) di Australia pada tahun 2012, dan ternyata mereka suka dan beramai-ramai membelinya. Selain itu, saya juga bisa lebih gampang berjualan ke Kedutaan Besar Australia yang ada di sini. Mereka mengatakan, boneka Batik Girl ini cute. Menurut pengamatan saya, mereka sebenarnya sangat mengapresiasi sesuatu yang baru. Kalau boneka Barbie mereka sudah sering lihat. Begitu juga dengan boneka ala Barbie yang memakai baju batik dan membawa angklung. Tapi, untuk boneka yang mengenakan hijab, mereka belum pernah lihat dan mereka menganggap ini sebagai karya terbaru,” urai Lusi seraya menyebutkan bahwa pihak Australian Embassy baru saja memesan sebanyak 25 boneka Batik Girl.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun