[caption id="attachment_374616" align="aligncenter" width="567" caption="Sayur Besan, warisan budaya tak benda Indonesia asal Provinsi DKI Jakarta. Taburan bawang goreng menambah wangi dan nikmat. (Foto: Gapey Sandy)"][/caption]
Sejumlah agenda perayaan peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-6 Kota Tangerang Selatan semakin marak di berbagai sudut kota yang dipimpin oleh Walikota Hj Airin Rachmi Diany ini. Ada gebyar Musabaqoh Tilawatil Qur’an (MTQ), pameran dan bursa otomotif, Jambore Perpustakaan, pameran batu mulia atau Gemstone yang diprakarsai pelawak Narji “Cagur”---yang memang salah seorang warga Tangsel---, lomba gowes sepeda sehat (14 Desember), pergelaran foto dan musik Jazz (14-16 November) di Mall Bintaro X-Change, Seminar Motivasi untuk pelajar, Festival Situ Gintung, lomba senam dan lomba memasak Sayur Besan (16 November), dan masih banyak lagi. Momentum hari jadi Kota Tangsel sendiri jatuh pada setiap tanggal 26 November.
Dalam satu kesempatan, Walikota Airin Rachmi Diany menegaskan, peringatan HUT ke-6 Kota Tangsel memang akan dimeriahkan dengan berbagai kegiatan, yang seluruhnya menjadi satu kesatuan tema. Adapun tema peringatan milad kali ini adalah, CMORE Festival 2014. Kata CMORE itu sendiri, tak lain dan tak bukan, adalah merupakan kependekan dari motto Kota Tangsel yaitu Cerdas, Modern, dan Religius.
[caption id="attachment_374618" align="aligncenter" width="567" caption="Walikota Tangerang Selatan, Airin Rachmi Diany. (Foto: Gapey Sandy)"]
“Kami berharap semua masyarakat, baik warga Tangsel maupun dari mana saja, kami persilakan dapat menikmati semuanya. Untuk malam terakhir, yaitu 24-26 November bakal ada malam inagurasi pada paripurna DPRD di BSD. Kami harapkan, masyarakat dapat mengakselerasi pembangunan Tangsel dan memberikan kontribusi,” ujar Airin ketika jumpa pers terkait peringatan HUT ke-6 Kota Tangsel di kantornya, pada (3/11).
Dari sekian banyak agenda kegiatan yang akan diselenggarakan Pemerintah Kota Tangsel dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat di tujuh kecamatan yaitu Pamulang, Ciputat, Ciputat Timur, Setu, Pondok Aren, Serpong, dan Serpong Utara, ada satu yang menarik perhatian, yakni Lomba Memasak Sayur Besan. Ini adalah kuliner atau sayur asli khas Betawi dan belakangan hari semakin langka untuk dapat dijumpai apalagi dinikmati.
[caption id="attachment_374622" align="aligncenter" width="456" caption="Seperti inilah Trubuk, yang keberadaannya semakin langka. (Foto: Gapey Sandy)"]
Ide pergelaran Lomba Memasak Sayur Besan sungguh patut diacungi jempol. Karena, selain memperkenalkan kuliner khas Betawi khususnya kepada generasi muda, tetapi juga dapat mempertahankan sekaligus melestarikan seni budaya serta kearifan lokal “tempo doeloe”. Apalagi, tak bisa dipungkiri, kini semakin banyak generasi muda yang tinggal di Jakarta dan sekitarnya, sudah sama sekali tak mengerti tentang status dan keberadaan Sayur Besan, apalagi sampai mencicipinya.
Padahal asal tahu saja, baru-baru ini, Sayur Besan telah resmi dinyatakan sebagai salah satu Warisan Budaya Tak Benda Indonesia, pada 2014 ini. Direktorat Internalisasi dan Nilai Budaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Oktober kemarin menetapkan, bahwa Sayur Besan adalah merupakan satu dari Warisan Budaya Tak Benda Indonesia yang berasal dari DKI Jakarta. Selain Sayur Besan, dimasukkan pula dalam kategori yang sama, yaitu Upacara atau Ritual Babarit, Nasi Uduk, Kerak Telor, Gabus Pucung, Roti Buaya, Bir Pletok, dan Seni Tradisi Blenggo.
[caption id="attachment_374623" align="aligncenter" width="567" caption="Trubuk terdapat di dalam batang pohon setelah kulit pelapis luar dikupas. (Foto: Gapey Sandy)"]
Sudah barang tentu, penetapan ini merupakan pemberian status budaya tak benda menjadi warisan budaya tak benda ini, berdasarkan rekomendasi tim ahli warisan budaya tak benda. Penetapan ini merupakan wujud komitmen Indonesia, yang telah meratifikasi Konvensi Pemeliharaan Budaya Tak Benda tahun 2003 yang disahkan melalui Peraturan Presiden nomor 78 tahun 2007.
Budaya tak benda yang ditetapkan sesuai dengan Konvensi Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan PBB (UNESCO) tahun 2003 itu meliputi tradisi dan ekspresi lisan, termasuk bahasa, seni pertunjukan, adat istiadat masyarakat, ritus, dan perayaan-perayaan. Ada pula, pengetahuan dan kebiasaan perilaku mengenalalam dan semesta serta kemahiran kerajinan tradisional.
[caption id="attachment_374624" align="aligncenter" width="567" caption="Trubuk di atas piring setelah dikupas kulit luar pelindungnya. (Foto: Gapey Sandy)"]
Makin Langka, Trubuk, Bahan Utama Sayur Besan
Menarik untuk dikaji, mengapa kuliner ini dinamakan Sayur Besan? Menurut Suharno yang akrab disapa Bang Didin, pemilik usaha kuliner khas Betawi di Kota Tangsel, penamaan Sayur Besan, karena memang sejak zaman dahulu, sayur ini dihidangkan hanya khusus untuk momentum menyambut kehadiran rombongan Keluarga Besan, pada saat diselenggarakannya pesta pernikahan dengan adat istiadat Betawi.
“Di Betawi, dinamakan Sayur Besan, karena dihidangkan hanya pada saat menjamu kehadiran rombongan Keluarga Besan dalam sebuah hajatan pesta perkawinan. Diantara jamuannya adalah Sayur Besan, jadi tidak ada Sayur Besan itu dihidangkan di luar acara menyambut rombongan Keluarga Besan. Kalau warga ingin membuat Sayur Besan pada hari-hari biasa---di luar momentum menyambut kehadiran rombongan Keluarga Besan---, biasanya mereka akan mengolahnya tanpa memakai Trubuk, hanya kentang, bihun, ketupat, dan berkuah santan kelapa,” ujar Bang Didin, empunya Warung Dapur Betawi di Pamulang, Kota Tangsel.
[caption id="attachment_374627" align="aligncenter" width="567" caption="Inilah Trubuk, bahan baku utama pembuatan Sayur Besan asli Betawi. Tanpa Trubuk, bukan Sayur Besan namanya. (Foto: Gapey Sandy)"]
Ditambahkan Bang Didin, jumlah anggota rombongan Keluarga Besan yang hadir, biasanya cukup banyak. Karena itu, sebagai menu sajian hidangan khusus yang dimasak untuk prosesi penyambutan tersebut, diolah sajian kuliner berupa Sayur Besan. Sedangkan di lapangan, dipraktikkan pula sejumlah seni budaya dan tradisi Betawi yang mengiringinya, termasuk beradu pantun melalui tradisi yang dinamakan Palang Pintu.
“Rombongan Keluarga Besan yang ikut hadir, biasanya dalam jumlah banyak, puluhan bahkan hingga ratusan. Dulu, rombongan ini akan disambut dengan berbagai upacara seni dan tradisi Betawi asli, seperti Palang Pintu yang saling berbalas atau beradu pantun, petasan berbentuk rentengan yang panjang, arak-arakan Ondel-ondel, tetabuhan rebana dan ketimpring, Semuanya ini adalah menjadi simbol atau pertanda sambutan kehormatan kepada pimpinan dan anggota rombongan Keluarga Besan,” tutur Bang Didin kepada penulis.
[caption id="attachment_374632" align="aligncenter" width="482" caption="Perbandingan ukuran Trubuk dengan ballpoint. (Foto: Gapey Sandy)"]
Kalau kemudian Sayur Besan menjadi semakin sulit dijumpai, menurut Bang Didin, karena memang ada satu bahan dasar pembuatannya yang agak sulit untuk diperoleh di pasaran. Apalagi, kalau bukan Trubuk. “Sayur Besan itu memakai santan kelapa, kentang, bihun, petai, dan menggunakan satu lagi sayuran khusus, yang namanya sayuran Trubuk. Nah kalau enggak ada, atau enggak pakai Trubuk, ya namanya bukan Sayur Besan,” jelas pria berusia 46 tahun ini.
“Trubuk ini biasa disebut sebagai bunga tebu atau telur tebu, dengan bentuknya memanjang, pohonnya juga seperti pohon tebu. Di bagian luar, ada lapisan kulit pelindungnya, tapi Trubuknya itu sendiri ada di bahagian dalam dengan tekstur yang lembut. Enggak setiap pasar ada penjual Trubuk. Setahu saya, adanya cuma di Pasar Parung. Dulu, ada yang jual Trubuk di Pasar Ciputat, tapi sekarang enggaktahu, masih ada apa enggak. Kalau di pasar enggak ada yang jual Trubuk, ya kita terpaksa enggakmenyediakan menu Sayur Besan. Kalau mau coba-coba menyajikan Sayur Besan tanpa Trubuk, ya bisa-bisa kita di-complain, dan dianggap menyuguhkan Sayur Kentang, bukan Sayur Besan,” tuturnya sembari terkekeh.
[caption id="attachment_374636" align="aligncenter" width="567" caption="Bang Didin, memprihatinkan kuliner Betawi yang semakin langka karena ketiadaan pasokan bahan baku utama kiliner Betawi, seperti Trubuk dan Ikan Gabus. (Foto: Gapey Sandy)"]
Untuk mendapatkan Trubuk, harus terlebih dahulu membuka kulit luar pelindungnya, mirip seperti mengupas kulit jagung. Setelah itu, barulah diketemukan trubuk didalam potongan pohon Trubuk tersebut, yang bentuknya secara kasat mata, seperti jagung muda tetapi kalau disentuh, mirip seperti bulir-bulir telur ikan yang menggumpal.
“Nantinya, Trubuk ini dipotong-potong, bukan digelontorkan memanjang begitu semuanya. Dipotong-potongnya dengan ukuran sekitar satu centimeter, dan dalam satu porsi Sayur Besan akan ada beberapa potong Trubuk, juga ada kentang, dan petainya. Kalau kita makan Trubuk, teksturnya seperti kita makan telor ikan yang kecil-kecil yang menggumpal. Sayur Besan ini akan lebih nikmat kalau disajikan dengan ketupat, atau nasi putih yang hangat, dan akan lebih lezat lagi kalau menyantapnya dengan ikan asin. Terserah, ikan asin apa saja, ikan asin jambal juga bisa, ikan gabus kering ya juga bisa. Pokoknya, dengan ikan asin, akan bertambah nikmat,” kata Bang Didin menjelaskan.
[caption id="attachment_374645" align="aligncenter" width="567" caption="Haji Kasta bertekad melestarikan kuliner Betawi, dan berharap Pemerintah Kota Tangerang Selatan pimpinan Walikota Airin Rachmi Diany memfasilitasi petani menanam Trubuk sebagai bahan baku utama Sayur Besan. Termasuk Jantung Pisang Kepok dan Pisang Batu untuk dibuat kuliner Gecok. (Foto: Gapey Sandy)"]
Karena itu, tak salah apabila Bang Didin berharap, agar muncul petani-petani yang antara lain mengkhususkan diri menanam pohon Trubuk, karena kelangkaan Trubuk berimbas pada kelangkaan kuliner Sayur Besan itu sendiri. “Saya berharap, ada petani binaan yang khusus menanam Trubuk, sehingga Sayur Besan ini tidak lagi menjadi langka karena ketiadaan Trubuk di pasar-pasar. Saya juga sering prihatin, karena kalau di beberapa tempat kita masuki rumah makan Betawi, maka paling banter yang disuguhkan adalah Soto Betawi. Padahal, masih banyak kuliner asli Betawi yang dapat disajikan sehingga memperkenalkan kuliner Betawi yang membanggakan, sekaligus melestarikannya,” ujar Bang Didin.
Harapan senada disampaikan Haji Kasta, pemilik Rumah Makan Betawi H Kasta, yang beralamat di Jalan Cabe IV, Pamulang, Tangsel. “Saya berharap agar Pemkot Tangsel memberdayakan masyarakat maupun petani untuk menanam Trubuk di wilayah kota ini. Maklum, Trubuk semakin sulit untuk diperoleh. Kalaupun ada dijual di Pasar Ciputat dan Pasar Parung, harganya sudah selangit dengan kualitas yang menurun dan ukuran yang semakin kecil,” ujarnya ketika dijumpai penulis, Rabu, 12 November 2014, siang tadi di rumah makannya.
[caption id="attachment_374649" align="aligncenter" width="567" caption="Sayur Besan berisikan kentang, petai, dan trubuk, siap dihidangkan. (Foto: Gapey Sandy)"]
Harga Trubuk, menurut Haji Kasta, pada saat musim panas kemarin cukup mahal, yaitu antara Rp 70.000 – Rp 80.000 per ikat. “Yah, namanya juga pedagang, Trubuk yang besar dan berkualitas baik, akan ditaruh paling depan diantara ikatan, sedangkan yang kecil akan diletakkan di bagian dalam dari ikatan. Apabila Trubuk semakin sulit untuk dtemukan di pasar, maka mau tidak mau, dengan sangat terpaksa, menu dagangan Sayur Besan kami hentikan dulu untuk sementara. Kondisi demikian terpaksa kami tetapkan, karena kami tidak mau menjual Sayur Besan tanpa Trubuk. Kalau tidak pakai Trubuk, ya bukan Sayur Besan namanya,” seloroh Haji Kasta.
Kedua warga Kota Tangsel asli Betawi ini, Bang Didin maupun Haji Kasta, sudah membuktikan kesetiaan dan loyalitas mereka untuk melestarikan kuliner Betawi agar tidak punah. Secara bisnis, iklim usaha kuliner mereka kadang harus “naik dan turun” tergantung ketersediaan bahan baku pembuatan masakannya. Seperti contoh, Trubuk yang merupakan bahan utama Sayur Besan. Semoga harapan keduanya, agar Pemkot Tangsel memfasilitasi dan memberdayakan para petani untuk turut serta menanam Trubuk menjadi kenyataan. Pemkot Tangsel hendaknya memikirkan kendala ini, demi upaya melestarikan Sayur Besan, kuliner asli Betawi, yang telah diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia asal DKI Jakarta.
[caption id="attachment_374653" align="aligncenter" width="567" caption="Disiram kuah santan kelapa, sebelum Sayur Besan ditaburi bawang goreng. (Foto: Gapey Sandy)"]
Bagaimana, Bu Walikota Airin?