[caption id="attachment_366001" align="aligncenter" width="567" caption="Kompasianer Novaly Rushans (kiri) mengambil Beef Bulgogi Korean Style, Cyber Supervisor Pertamina Marlodika (baju abu-abu) mencicipi Sayuran Campuran, dan Nur Hasanah (kanan) dari Kompasiana tampak mencomot Chicken Gordon Blue. (Foto: Gapey Sandy)"][/caption]
Sepuluh Kompasianer pemenang blog competition kerjasama Kompasiana dengan PT Pertamina bertajuk ‘Membincang Elpiji Non Subsidi’, Kamis (9 Oktober 2014) pukul 07.10 wita, sudah harus melakukan boarding di terminal keberangkatan domestik Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Denpasar, Bali. Menumpang pesawat Garuda Indonesia tipe ATR 72-600 yang memiliki dua baling-baling pada bahagian pangkal kedua sayapnya, rombongan terbang menuju Bandara Blimbingsari di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Penerbangan dari Denpasar (DPS) ke Banyuwangi (BWW) ini cuma memakan waktu 40 menit saja.
Adapun sepuluh Kompasianer tersebut adalah, empat Kompasianer asal Yogyakarta yaitu Fandi Sido, Arifah Wulansari, Hendra Wardhana, dan Nfkaafi alias Dwi Suparno. Lima Kompasianer asal Jakarta adalah Rizky Febriana, Dzulfikar Al-a’la, Novaly Rushans, Achmad Nurisal, dan penulis sendiri, Gapey Sandy. Seorang Kompasianer lagi berasal dari Nanggroe Aceh Darussalam yakni Syukri Muhammad Syukri. Turut serta dalam rombongan, Marlodika selaku Cyber Supervisor PT Pertamina beserta kru, admin Kompasiana, dan sejumlah rekan media ternama.
[caption id="attachment_366002" align="aligncenter" width="567" caption="Menumpang pesawat Garuda Indonesia tipe ATR 72-600, rombongan Kompasianer blog visit Pertamina mendarat di Terminal Blimbingsari, Banyuwangi, Jawa Timur. (Foto: Gapey Sandy)"]
Setiba di Bandara Blimbingsari---yang memiliki landas pacu sepanjang 1.400 meter, dan dibuka pada 29 Desember 2010---, rombongan bergegas menaiki bus yang sudah menjemput. Perjalanan menuju Kantor PT Pertamina Marine Region V-STS Kalbut di Jalan Pelabuhan Kalbut No.1, Situbondo, Jawa Timur pun dimulai. Rutenya, melintasi Jalan Banyuwangi – Situbondo dengan melintasi Taman Nasional Baluran (TNB). Pada musim kemarau seperti saat ini, kondisi TNB yang memiliki luas 22.500 hektar ini tidak lagi begitu ijo royo-royo. Sebutan TNB sebagai hamparan padang savana terluas di Pulau Jawa nyaris bablas, berganti wujud dengan pepohonan yang mengering dan gundul tanpa dedaunan. Ikon padang savana yang dibanggakan hanya terlihat di kejauhan, terutama yang mengarah ke kaki dan lereng Gunung Baluran.
Kondisi kekeringan yang melanda sebagian besar Taman Nasional Baluran membuat saya berpikir, kemana Burung Merak jantan si empunya ekor nan indah? Kemana perginya Lutung dan Makaka yang biasa bergelantungan di pohon? Mengungsi kemana burung-burung Elang, Kerbau ukuran jumbo, dan rombongan Rusa itu? Duuuhhh … kasihan juga mikirin nasib hewan-hewan tersebut dengan kondisi taman nasional yang pepohonan dan rerumputannya mengering. Haddeeeuuuhhhh … fokus, … fokus, … sekarang, urusannya blogger visit Tanker LPG Raksasa milik PT Pertamina dulu.
[caption id="attachment_366003" align="aligncenter" width="567" caption="Tiba di Bandara Blimbingsari, Banyuwangi, Jawa Timur. (Foto: Gapey Sandy)"]
Setiba di kantor PT Pertamina Marine Region V-STS Kalbut, rombongan sempat melakukan shalat Dzuhur, untuk kemudian bergegas melakukan sejumlah persiapan menuju ke lautan lepas. Tujuannya, apalagi kalau bukan untuk menyambangi salah satu dari dua Kapal Tanker LPG Terbesar di Indonesia milik Pertamina yang tengah melempar sauh, dan memfungsikan keberadaannya sebagai floating storage (depo mengambang) gas elpiji. Masing-masing anggota rombongan kemudian mengenakan pelampung berwarna Oranye mencolok. Konon, dalam ilmu psikologi, Oranye adalah warna yang menyimbolkan keamanan dan keselamatan. Sebelum benar-benar meninggalkan kantor, sesuai prosedur keamanan, rombongan diingatkan untuk tidak boleh membawa korek api, apalagi korek api gas.
Siang itu, aktivitas di Pelabuhan Kalbut, Situbondo, tidak terlalu ramai. Sejumlah kapal nelayan hanya bersandar di dermaga. Terlihat seorang anak buah kapal sibuk mendorong sebuah bak besar berisi ikan segar di atas sebilah papan, untuk segera beralih tangan kepada para calon pembeli ikan di daratan. Di lokasi yang berseberangan, ada satu Stasiun Pengisian Bahan Bakar jenis Solar yang bukan milik Pertamina.
[caption id="attachment_366004" align="aligncenter" width="567" caption="Sebagian rombongan Kompasianer berfoto di depan Kantor Pertamina Marine Region V-STS Kalbut di Situbondo, Jawa Timur. Kiri ke kanan: Arifah Wulandari, Dzulfikar Al-ala, Gapey Sandy, Fandi Sido, Nur Hasanah, Nfkaafi alias Dwi Suparno, dan Hendra Wardhana. (Foto: Gapey Sandy) "]
Untuk menuju Kapal Tanker LPG Raksasa milik Pertamina, tidak bisa langsung dengan menggunakan kapal-kapal kayu milik para nelayan yang ada di dermaga. Kapal kayu bermesin diesel milik nelayan ini hanya menjadi feeder untuk kemudian, di tengah laut, rombongan berpindah ke kapal yang lebih besar, atau biasa disebut sebagai Kapal Tunda atau tugboat. Kapal Tunda inilah yang kemudian membawa kami merapat ke Kapal Tanker LPG Raksasa, atau Very Large Gas Carrier (VLGC) milik Pertamina. Adapun VLGC yang kami tuju adalah “Pertamina Gas 2”.
“Sebenarnya aku sudah menyiapkan kantong plastik untuk berjaga-jaga apabila mabuk laut. Tapi alhamdulillah, kekhawatiran mabuk laut itu tidak terjadi. Lagipula, jaim juga sama Kompasianer lain, masak sih naik perahu sebentar saja kok mabuk laut,” jujur Arifah Wulansari, Kompasianer asal Desa Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Yogyakarta.
[caption id="attachment_366005" align="aligncenter" width="567" caption="Pose bersama sebelum menaiki kapal bermesin diesel milik nelayan, di Pelabuhan Kalbut, Situbondo, Jawa Timur. (Foto: Gapey Sandy)"]
Selama perjalanan laut itu pula, Arifah terlihat sigap dan tidak mengalami kesulitan ketika melakukan migrasi dari satu kapal ke kapal berikutnya. Misalnya, ketika harus melompat dari bibir tembok dermaga di Pelabuhan Kalbut ke kapal nelayan, Arifah musti sedikit melompat dan menjejakkan kedua kakinya di atas dek kayu. Kemudian, dari kapal nelayan berpindah ke tugboat, Arifah juga harus agak melompat demi menyeberangi antar lambung kapal. Di tugboat, Arifah justru semakin gesit. Tak berselang lama, ia terlihat sudah menaiki bridge ladder yang menuju ke handrails persis di depan ruang navigasi tugboat. Dari sisi atas kapal bagian depan, Arifah menghabiskan banyak space memory card di smartphone-nya untuk jepretan-jepretan selfie, dan berfoto ria. Sama sekali tak nampak bahwa ibu berputra satu ini bakal terpapar mabuk laut. Mungkin, salah satu penyebabnya adalah, karena ombak memang tengah amat sangat bersahabat, alhamdulillah.
Khusus untuk migrasi dari tugboat ke VLGC “Pertamina Gas 2”, nakhoda tugboat harus pandai menyandarkan lambung kapalnya yang dipasangkan ban-ban berukuran besar ke lambung kapal Tanker LPG raksasa yang berwarna merah itu. Nakhoda tugboat harus melakukannya secara esktra hati-hati, maklum isi muatan VLGC “Pertamina Gas 2” adalah gas elpiji yang sangat sensitif sehingga memerlukan perlakuan yang lembut dan penuh kehati-hatian. Di bagian depan tugboat, rombongan menunggu posisi bersandar tugboat secara aman. Bunyi ban-ban berukuran besar di bahagian luar lambung tugboat berdecit-decit ketika dihimpit antara tugboat dan VLGC “Pertamina Gas 2”.
[caption id="attachment_366006" align="aligncenter" width="567" caption="Rombongan menaiki kapal bermesin diesel milik nelayan di Pelabuhan Kalbut, Situbondo, sebelum bermigrasi ke Kapal Tunda atau tugboat untuk menuju ke Kapal Tanker LPG raksasa atau VLGC Pertamina Gas 2. (Foto: Gapey Sandy)"]
Sesaat semuanya selesai dan terkendali. Dari atas geladak tugboat, rombongan yang berada persis di bawah VLGC “Pertamina Gas 2” harus mendongakkan kepala bila ingin melihat bahagian atas kapal tanker raksasa berukuran panjang 226 meter dan lebar 36,6 meter, atau sekitar dua kali panjang lapangan sepakbola ini. Guedeeee bingiittttsssss, superrrr!
Setelah semua persiapan migrasi menunjukkan tanda-tanda aman, tangga hidrolik yang terbuat dari baja ringan mulai diturunkan secara otomatis dari lambung Kapal Tanker LPG Pertamina 2. Perlahan-lahan, hingga ujung tangga sampai ke dekat tugboat. Prosedur keamanan sudah mulai berlaku sejak kami menaiki tangga di lambung VLGC “Pertamina Gas 2” ini. Tidak boleh seluruh anggota rombongan berjejal menaiki tangga. Hanya boleh per kelompok saja yang naik tangga, dimana satu kelompok adalah lima orang, untuk kemudian lima orang berikutnya menyusul menaiki tangga, begitu seterusnya sampai seluruh rombongan berpindah ke VLGC “Pertamina Gas 2”. Sesampainya di geladak kapal Tanker LPG Raksasa buatan Korea Selatan ini, rombongan diwajibkan mengisi buku tamu terlebih dahulu, dan secara ketat wajib mengikuti larangan untuk mengambil foto, dan menyalakan telepon seluler.
[caption id="attachment_366007" align="aligncenter" width="567" caption="Rombongan berpindah dari kapal nelayan ke Kapal Tunda atau tugboat, untuk nantinya berpindah lagi ke Kapal Tanker VLGC Pertamima Gas 2. (Foto: Gapey Sandy)"]
Di atas geladak kapal VLGC “Pertamina Gas 2”, nampak pipa-pipa baja berwarna hijau dan beraneka ukuran, yang tentu saja menjadi saluran untuk pengisian dan penyaluran muatan LPG Pertamina. Di atas geladak, rombongan berjalan menuju ke pintu dek kapal secara teratur, sesuai dengan lintasan yang diberi tanda garis kuning.
Dalam sambutannya di ruang meeting, Kosim, sang Kapten yang bertanggung-jawab sepenuhnya terhadap kendali operasional VLGC ‘Pertamina Gas 2’ menyebutkan bahwa, sebagai terminal depot atau floating storage, Kapal Tanker LPG ‘Pertamina Gas 2’ menjadi urat nadi distribusi LPG untuk seantero Indonesia Bagian Timur.
[caption id="attachment_366008" align="aligncenter" width="492" caption="Menjelajah tugboat untuk mencari posisi berfoto ria sebelum berpindah ke Kapal Tanker LPG raksasa atau VLGC Pertamina Gas 2. (Foto: Gapey Sandy)"]
“Kapal tanker yang diberi nama ‘Pertamina Gas 2’ ini adalah buatan Korea Selatan, dan tiba di perairan Indonesia, pada 21 Mei 2014 lalu. VLGC ‘Pertamina Gas 2’ menjadi kapal ke-61 dari total 191 kapal yang dimiliki Pertamina. Memiliki kapasitas hingga 84.000 meter kubik, VLGC ‘Pertamina Gas 2’ yang merupakan sistership dari VLGC ‘Pertamina Gas 1’, menjadi kapal terbesar di dunia untuk muatan LPG. Yang lebih penting lagi, Kapal Tanker LPG ‘Pertamina Gas 2’ ini menjadi urat nadi distribusi LPG untuk Indonesia Bagian Timur,” ujar Kosim yang lahir di Kebumen, Jawa Tengah, pada 5 Januari 1977 ini.
VLGC ‘Pertamina Gas 2’ memiliki empat tanki yang harus selalu dalam kondisi sangat dingin yaitu antara minus 2 hingga 40 derajat Celsius. Karena, didalam tanki 1 dan 3 menampung Butane (C4), sedangkan tanki 2 dan 4 berisikan Propane (C3). Seperti diketahui, dalam satu tabung Gas Elpiji kandungan utamanya adalah lebih dari 97% Propane dan Butane, sementara 3%-nya lagi adalah berupa kandungan Pentane (C5) dan lainnya.
[caption id="attachment_366009" align="aligncenter" width="567" caption="Inilah Kapal Tanker LPG raksasa atau VLGC Pertamina Gas 2 yang menjadi floating storage elpiji di Teluk Kalbut, Situbondo, Jawa Timur. (Foto: Gapey Sandy)"]
Terdapat Lima Dek
Kapal Tanker LPG ‘Pertamina Gas 2’ terdiri dari lima dek. Paling atas adalah Navigation Deck yang terbagi mejadi Ruang Kemudi, dan Toilet Umum, serta dilengkapi pula dengan Wheelhouse and Chart Space, Navigation Locker, dan Battery Room. Dibawahnya ada C Deck yang diantaranya terdapat ruangan untuk Captain, 2nd Officer, 3rd Officer, 4th Officer, Electrician, Electrician Equipment Room, Locker, dan masih banyak lagi.
Kemudian, dibawahnya ada B Deck, yang antara lain terdiri dari ruangan Chief Officer, Bosun, Cadet, Oiler, Locker, dan Praying Room, Quarter Master, Sailor, Foreman, Cook, Locker, Sanitary Fan Room dan Cleaning Gear Locker, serta Cable Duct.
[caption id="attachment_366010" align="aligncenter" width="567" caption="Dari tugboat berpindah lagi ke tujuan utama yaitu Kapal Tanker LPG terbesar sedunia milik Pertamina, yaitu VLGC Pertamina Gas 2. (Foto: Gapey Sandy)"]
Sedangkan untuk A Deck, terdapat ruangan untuk Conference Room, Officers Saloon, Officers Messroom, Hospital, Galery, Officers Pantry, Duty Messroom, Ships Office, Library, dan masih banyak lagi. Ada pula Upp. Deck yang diantaranya diperuntukkan bagi Ships Laundry dan Drying Room, Crews Change Room, Engine Room Entrance, Common Lavatory, Fire Control Station, Bonded Store, Gymnasium, Cargo Switchboard Room, dan lainnya.
“Untuk keselamatan bersama, selalu ada safety induction dan aturan keamanan yang harus ditaati di kapal ini. Misalnya, jangan menggunakan alat komunikasi di luar dek. Mengerti tentang keberadaan lokasi sekoci yang ada di kanan dan kiri kapal. Dan, apabila terdengar bunyi alarm dengan nada tidak putus, maka seluruh kru kapal harus menuju ke sekoci yang ada di sebelah kanan kapal. Sedangkan bila terdengar alarm dengan nada bunyi tujuh pendek, dan satu panjang, maka itu adalah alarm agar seluruh kru segera meninggalkan kapal,” jelas Muhammad Haikal, selaku 2nd Officer VLGC ‘Pertamina Gas 2’ kepada rombongan Kompasianer.