[caption caption="(Teladan hidup untuk senantiasa bersyukur dari Satto Raji. || Foto: Akun Facebook Satto Raji)"][/caption]
Minggu kemarin (28 Februari) saya sudah posting tulisan berjudul Inilah Kalimat-Kalimat Bijak Kompasianer. Lumayanlah apresiasinya. Sampai 6 Maret pagi, yang kasih nilai ‘hanya’ 21 Kompasianer. Kebanyakan, pemberi nilai menyatakan: INSPIRATIF. Yes! Tujuan saya menulis tercapai: Ingin Menyampaikan Banyak Inspirasi.
Nah, minggu ini, lanjutannya. Sejumlah Kompasianer yang suka berinteraksi di Facebook, saya “incar” status dan tulisan-tulisan inspiratifnya. Saya nukilkan untuk pembaca semua. Sekaligus, saya comot foto mereka di album yang ada di laman fesbuknya.
Kali ini, nukilan mereka saya bagi tiga:
Pertama, teladan hidup.
Seperti dimuat dalam desain gambar di atas. Saya menukil status fesbuk Santo Rachmawan. Ringkas kalimatnya. Tapi dalam maknanya. “Hidup itu sederhana, asal kita mau bersyukur.”
Melalui kalimat bijaknya, suami dari Wardah Fajri ini mengingatkan dirinya dan juga kita semua untuk selalu menyederhanakan hidup. Mungkin, dalam bahasa saya, “hidup itu sudah sudah, jangan lagi dibuat susah”. Dan, cara untuk menikmati hidup yang tidak susah, adalah dengan melaksanakan syukur. Syukur atas segala nikmat dan karunia-NYA. Syukur atas segala suka dan duka yang telah menjadi garisan takdir-NYA.
Si empunya akun Satto Raji di fesbuk ini mengingatkan kita semua, untuk hidup penuh syukur itu. Oh ya, di titelnya, saya tulis bahwa Satto Raji adalah ‘Riser’. Ya, bapak satu anak yang selalu rendah hati ini memang riser sejati. Petualangannya berkendara bahkan sudah pernah membelah sebagian hutan lebat di Pulau Kalimantan.
Terkait nukilan bijak dari Satto Raji ini, saya jadi ingat juga kalimat senada dari cendekiawan muslim, Nouman Ali Khan. Katanya, “If we were truly the people of ‘Alhamdulillah’ we wouldn’t find the time, energy, or motivation to complain”.
* * *
[caption caption="(Teladan hidup toleransi beragama dari Kang Encep. || Foto: Akun Facebook Encep Tuabgsu Encep)"]