Bayangkan, kalau suatu saat, Jembatan Baleendah yang melintasi Sungai Citarum di jalur Bandung – Bojongsoang – Baleendah, Kabupaten Bandung mengalami kerusakan dan harus segera diperbaiki. Dampaknya, arus lalu lintas yang biasa memadati jembatan tersebut pasti akan menumpuk dan mengakibatkan antrian panjang kendaraan. Kemacetan arus lalu lintas yang mengular itu tentu menimbulkan banyak kerugian, tidak saja pemborosan bahan bakar minyak, tapi juga efektivitas waktu masyarakat akan banyak yang terbuang.
Kini, masyarakat patut bersyukur, seandainya pun Jembatan Baleendah mengalami kerusakan, dan harus cepat-cepat dilakukan perbaikan, maka prosesnya tidak akan terlalu mengganggu, apalagi sampai menimbulkan kemacetan arus lalu lintas. Lho, bagaimana bisa? Ya, ini dimungkinkan lantaran Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR) telah menemukan solusi jitu manakala Jembatan Baleendah dalam kondisi harus segera diperbaiki.
Solusi yang dimaksud adalah, melalui penerapan inovasi teknologi yang aplikatif yaitu Jembatan Ortotropik. Inilah teknologi membanggakan yang pernah terpilih sebagai salah satu dari 19 Karya Unggulan Iptek Anak Bangsa Tahun 2014.
Istilah Ortotropik (Orthotrophic) berasal dari kata Orthogonal Anisotropic. Adapun Jembatan Ortotropik, sebenarnya nama populer dari produk Pelat Segmental Ortotropik. Pelat Ortotropik, menurut situs pusjatan.pu.go.id, berarti pelat yang mempunyai kekakuan yang tidak sama dalam dua arah yang saling tegak lurus. Hal ini disebabkan adanya penempatan suatu konstruksi pengaku yang dikenal dengan sebutan ‘rib’ hanya pada satu arah sebagaimana yang direncanakan. Konstruksi pengaku tersebut adalah berupa suatu konstruksi balok dalam berbagai macam profil, baik berupa pelat tegak, pelat ‘T’ terbalik, maupun pelat berbentuk ‘U’.
Di Indonesia, teknologi ini pertama kali diluncurkan sekaligus diujicobakan di Jembatan Baleendah pada 2009 lalu. Berlanjut pada 2013, teknologi Jembatan Ortotropik dilakukan pada jembatan yang membentang di atas Sungai Cisadane, Leuwi Ranji, Gunung Sindur, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor.
Inovasi Membanggakan Karya Anak Bangsa
Bangga sekali rasanya, manakala mengetahui, bahwa mereka yang meneliti dan bekerja dibalik suksesnya teknologi Jembatan Ortotropik adalah anak-anak bangsa dan sekaligus ilmuwan Bidang Jembatan pada Puslitbang Jalan dan Jembatan, Balitbang, KemenPUPR. Bertindak selaku inovator adalah Achmad Riza Chairulloh, ST (Perekayasa Pertama), Gatot Sukmara, ST (Peneliti Pertama) dan Redrik Irawan, ST MT (Peneliti Muda).
Dalam wawancara dengan penulis pada 23 Desember 2015 kemarin, Redrik Irawan menjelaskan, Jembatan Ortotropik dikembangkan untuk menjawab tantangan bahwa perbaikan jembatan, tidak perlu memakan waktu lama. Juga, tidak harus menimbulkan kemacetan arus lalu lintas sehingga hak-hak masyarakat sebagai pengguna jalan justru malah terabaikan.
“Jembatan Ortotropik sengaja dikembangkan untuk memenuhi tuntutan, agar setiap kali ada perbaikan kerusakan jembatan dapat cepat terselesaikan, dan tidak mengganggu arus lalu lintas yang padat. Setidaknya pengerjaan penyelesaian kerusakan Jembatan Ortotropik dapat lebih cepat dibandingkan penyelesaian kerusakan Jembatan Beton Cor. Kalau Jembatan Beton Cor sudah barang tentu harus melakukan setting lebih dahulu, dan pengerasan yang memakan waktu. Selain itu, jembatan yang menggunakan teknologi beton pracetak, dipastikan membuat jembatan semakin lebih berat,” tuturnya.
Ide awal inovasi Jembatan Ortotropik berasal dari Subdirektorat Teknik Jembatan, Direktorat Bina Teknik Marga, Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum, dan dari beberapa paten sistem lantai jembatan, serta sistem lantai jembatan bentang panjang dunia dengan bentang lebih dari 1.000 meter.