Hari ini diperingati sebagai Hari Radio Republik Indonesia (RRI) yang ke-71. Pada 11 September 1945 silam, RRI resmi berdiri. Statusnya sempat berubah-ubah sesuai bandul politik. Mulai dari Perusahaan Jawatan, Lembaga Penyiaran Pemerintah dan menjelma Lembaga Penyiaran Publik di era reformasi.
Masalahnya, tak bisa dipungkiri, orang menjadi rancu antara memperingati 11 September sebagai hari jadi RRI, atau merayakannya sebagai Hari Radio Nasional. Kerancuan ini sudah lama berlangsung. Malah, tiga tahun lalu, A Sobana Hardjasaputra, Guru Besar Unpad dan Unigal dalam tulisannya telak-telak menyebut, 11 September itu Hari Jadi RRI, bukan Hari Radio Nasional.
Kalau mau menelisik, kapan kira-kira tepatnya Hari Radio Nasional, Sobana memaparkan tiga masukan. Pertama, 2 Mei 1923 ketika didirikan Studio Radio Pemancar di Kawasan Gunung Malabar, Bandung. Kedua, 16 Juni 1925 pada saat berdirinya BRV (Bataviase Radio Vereniging). Dan ketiga, 29 Maret 1937 manakala berdiri PPRK atau Perikatan Perkumpulan Radio Ketimuran.
Ada baiknya, kerancuan ini jangan dilanggengkan terus. Terserah Pemerintah deh, mau menetapkan Hari Radio Nasional pada tanggal berapa. Karena faktanya, kerancuan yang sama persis terjadi juga di Hari Televisi Nasional yang banyak disebut jatuh pada setiap 24 Agustus. Padahal sebenarnya, tanggal tersebut mengacu pada hari kelahiran Televisi Republik Indonesia (TVRI), 24 Agustus 1962. Beuuhhhh …
Untuk level dunia, UNESCO tegas menetapkan bahwa Hari Radio se-Dunia (World Radio Day) diperingati setiap 13 Februari. Acuannya adalah momentum berdirinya United Nations Radio pada 13 Februari 1946.
Tapi ya sudahlah, kalau ada yang ingin mengucapkan “Selamat Hari Radio Nasional” pada hari ini, silakan saja. Toh, enggakakan bakal dicabut status kewarganegaraannya … hahahahaaa. Lagipula, ucapan selamat yang umumnya berbunyi “Sekali di udara tetap di udara” pasti mampu jadi doping semangat kerja dan karya seluruh insan radio se-tanah air.
Pertama, radio masih konsisten kedepankan sisi hiburan. Ini memang ‘takdir’ radio. Ia merupakan “sahabat yang paling dekat” bagi setiap pendengarnya. “Radio lebih bersifat menghibur dan menstimulasi pendengarnya, memberi kesenangan, nostalgia, ketegangan, atau rasa ingin tahu. Radio adalah hiburan. Bagi pendengarnya, radio adalah teman, sarana komunikasi, imajinasi, pemberi informasi; radio adalah seorang sahabat. Radio adalah media yang sifatnya pribadi,” urai Theo Stokkink, pakar radio asal Belanda.
Bukan saja menghibur lewat lagu-lagu pilihan yang diputarkan, tetapi lebih dari itu performance dan air personality setiap penyiarnya pun ikut masuk dalam kategori entertaining, menghibur. Makanya tidak heran, banyak stasiun radio yang mempekerjakan selebriti untuk jadi announcer, penyiar. Fenomena ini bukan fakta baru. Sudah lama, lebih dari tiga sampai empat dasawarsa lewat.
Sayangnya, saya bukan pendengar fanatik radio tertentu, kecuali pada masa tahun 2000-an ketika M97 FM radio classic rock masih mengudara. Di radio yang kesannya laki-laki banget ini, mendiang Denny Sakrie (pengamat musik), dan Patsy Widakuswara (kini jurnalis Voice of America) pernah mengasuh program siar masing-masing. Karena alasan ini, saya mengaktualkan lagi, siapa saja selebriti yang siaran radio dengan cara menelusuri website radio masing-masing.
Ketemulah nama-nama mereka, yang ditugaskan siaran pada jam-jam dengan rate iklan mahal alias primetime. Ada RONAL SURAPRADJA dan TIKE, komedian yang siaran Sarapan Seru di Radio JakFM; DESTA dan NYCTA GINA, duo selebriti yang siaran Desta & Gina In The Morning di Radio PramborsFM; ASRI WELAS dan STENY AGUSTAF yang cuap-cuap Asri & Teny In The Morning di Radio DeltaFM; NOVITA ANGIE dan LEMBU WIWORO JATI yang siaran di Radio CosmopolitanFM; ada juga duet NIRINA ZUBIR dan AUGIE di Radio IndikaFM; sedangkan KEMAL TJ siaran pagi di Radio GenFM; dan tak ketinggalan INDY BARENDS yang siaran bareng BEN KASYAFANI di Radio FeMaleFM.