Ia mengklaim, berdasarkan pasal tersebut, sesuai kewajiban hukum, yang bersangkutan wajib mengembalikan dana yang bukan menjadi hak yang bersangkutan. "Perseroan (BRI - red) telah melakukan investigasi terlebih dulu, dan dilanjutkan dengan berbagai langkah persuasif agar nasabah terkait dapat mengembalikan dana tersebut kepada pihak bank," ujar Akhmad dalam keterangannya, dikutip Sabtu (25/12/2021).
Akhmad melanjutkan, nasabah (Indah Harini - red) tidak memiliki iktikad baik untuk mengembalikan dana yang bukan haknya kepada BRI. Sehingga untuk menyelesaikan kasus tersebut perseroan telah menempuh jalur hukum yakni secara pidana. "Kini, yang bersangkutan telah ditetapkan sebagai tersangka. Untuk itu, BRI menghormati proses hukum yang sedang berlangsung," tuturnya.
Kasus Indah Harini yang menggugat BRI senilai hampir Rp1 triliun karena salah transfer memang menarik untuk dikaji dan diikuti perkembangannya. Mengapa? Karena, kasus serupa terkait dana (salah) transfer masuk yang dilakukan pihak bank, bisa juga menimpa siapa saja. Nasabah yang tidak tahu-menahu sumber dana masuk di rekening miliknya, berpotensi mengalami nasib yang sama seperti Indah. Diproses secara hukum pidana.
Padahal sebagai nasabah yang baik, sudah sedari awal menunjukkan iktikad baik. Ada dana masuk, tak jelas statusnya, sudah dipertanyakan ke petugas customer service bank, dan mendapat jawaban yang jelas dari pihak bank sebagai tidak ada klaim dari pihak manapun.
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tentu harus merespon kasus ini. Bukan dengan melibatkan diri pada kasus hukum yang saat ini sedang berjalan, tapi menyoroti, mereview dan membenahi kasus-kasus salah transfer dana kepada nasabah. Apapun alasannya. Entah itu karena alasan human error, digital system error atau "error-error" lainnya yang diduga dilakukan oleh pihak perbankan.
Pembenahan oleh Menteri BUMN Erick Thohir selaku panglimanya, harus dilakukan tegas dan transparan. Tegas terhadap bank-bank pelat merahnya, dan transparan demi  melindung hak-hak serta kewajiban nasabah bank. Apalagi nasabah yang sejak awal sudah memperlihatkan gelagat bahkan iktikad baik seperti Indah Harini. Bukankah bisa jadi, kasus serupa, lagi dan lagi, terjadi pada nasabah-nasabah bank lainnya? Â
Ingat pula. Kementerian BUMN telah menetapkan AKHLAK atau Amanah, Kompeten, Loyal, Harmonis, Adaptif, Kolaboratif sebagai nilai-nilai utama, sekaligus pembentukan karakter di seluruh lingkungan BUMN.
Nilai-nilai AKHLAK yang digagas Erick Thohir itu telah ditetapkan sebagai pedoman budaya kerja seluruh BUMN dibawah naungan Kementerian BUMN. Sebagaimana tertuang, dalam Surat Edaran Menteri BUMN Nomor : SE-7/MBU/07/2020 tanggal 1 Juli 2020.
Menteri BUMN juga harus mengembalikan kasus Indah Harini vs BRI yang mirip "David vs Goliath" ini kepada perwujudan AKHLAK di lingkungan bank-bank milik Negara, termasuk BRI. Bukankah di situs resminya, BRI menyebutkan, setiap karyawan BRI adalah Insan BRILiaN yaitu Insan BRI Dengan Nilai yang menjunjung nilai AKHLAK sebagai core values-nya dan berperilaku sesuai panduan The BRILiaN Ways.
Patut pula Erick Thohir mempertanyakan balik, efektivitas transformasi usaha yang sudah dilakukan BRI. Karena saat ini, BRI mengklaim, tidak hanya terus mengembangkan produk atau bisnis model yang berbasis digital saja. Tetapi juga memastikan kesiapan culture perusahaan dalam menghadapi perubahan yang ada.